Message: 4
Date: Sun, 2 May 2004 08:09:45 -0700
(PDT)
From: "M.J. Robbani" <muhjundu@yahoo.com>
Subject: Riya'
lebih halus daripada rambatan semut
Ketahuilah bahwa kata riya' itu
berasal dari kata ru'yah (melihat), sedangkan sum'ah (reputasi) berasal dari
kata sami'a (mendengar). Orang yang riya' menginginkan agar orang-orang bisa
melihat apa yang dilakukannya.
Riya' itu ada yang tampak dan ada pula
yang tersembunyi. Riya' yang tampak ialah yang dibangkitkan amal dan yang
dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah riya' yang tidak
dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi Allah menjadi
ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan merasa berat
melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya tatkala ada tamu
di rumahnya.
Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak berpengaruh
terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi sekalipun begitu
riya' itu tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara pasti
kecuali lewat tanda-tanda.
Tanda yang paling jelas adalah, dia merasa
senang jika ada orang yang melihat ketaatannya.
Berapa banyak orang yang
ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya' dan bahkan
membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang
yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan
ini dinamakan riya' yang tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya,
maka dia tidak merasa senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya' itu
tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu.
Jika orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya.
Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia
bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk
menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun secara langsung.
Kesenangan atau riya' ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya
untuk mengatakannya, tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat,
badan kurus, suara parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur,
yang menunjukkan bahwa dia banyak shalat malam.
Yang lebih tersembunyi
lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan untuk diketahui orang lain,
tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia merasa suka merekalah yang
lebih dahulu mengucapkan salam, menerima kedatangannya dengan muka berseri dan
rasa hormat, langsung memenuhi segala kebutuhannya, menyuruhnya duduk dan
memberinya tempat. Jika mereka tidak berbuat seperti itu, maka ada yang terasa
mengganjal di dalam hati.
Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa
takut terhadap riya' yang tersembunyi, yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang
dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang disembunyikannya dengan cara yang
lebih ketat daripada orang-orang yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua
itu mereka lakukan karena mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari
Kiamat.
Noda-noda riya' yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir
tidak terhitung jumlahnya. Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi
antara memperlihatkan ibadahnya kepada orang-orang dan antara tidak
memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya'. Tapi tidak setiap
noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Masalah ini harus dirinci lagi
secara detail.
Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu
Dzarr Radliyallahu Anhu, dia berkata, "Ada orang yang bertanya, "Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal
dari kebaikan dan orang-orang memujinya?" Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar
gembira bagi orang Mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia."
Namun
jika dia ta'ajub agar orang-orang tahu kebaikannya dan memuliakannya, berarti
ini adalah riya'.
(Penulis : Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman
bin Qudamah Al-Maqdisy, "Muhtashor Minhajul Qoshidin, Edisi Indonesia: Minhajul
Qashidhin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk", Pustaka al-Kautsar, Jakarta
Timur, 1997, hal. 271-286.)
Ittiba' Di Atas Manhaj Salaf
Dan
menyelisihi selainnya.