
Awas !!
Wajah baru sihir di sekitar kita Penulis: Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah
An-Nawawi Aqidah, 09 - Agustus - 2004,
05:36:12
Sihir dan
sejenisnya dari cakupan ilmu-ilmu hitam makin populer dewasa
ini. Para 'pakar' berikut iklan 'sihir'-nya bisa ditemui di
hampir semua media massa. Merekalah yang seakan-akan menguasai
rahasia dan kunci-kunci kehidupan.
Eksistensi mereka
kian diperkuat dengan dongeng-dongeng takhayul nenek moyang
utamanya yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan nusantara di
masa lampau. Jadilah semua itu sebagai sebuah ajaran dan
aliran tersendiri yang dibahasakan sebagai bagian dari agama.
Ironisnya, sebagian kaum muslimin kian terbentuk akal
dan pikirannya dengan semua itu. Lahirlah kemudian keyakinan
yang berasal dari akal yang jumud yang tergantung dan
menggantungkan segala-galanya kepada orang-orang "sakti"
tersebut.
Bahagia dan sengsara, senang dan susah, sehat
dan sakit, berhasil dan gagal, maju dan mundur seolah-olah ada
di tangan mereka. Umat pun mulai lupa akan kekuasaan dan
ketentuan Allah.
Definisi Sihir
Secara
etimologis atau bahasa, sihir diartikan sebagai sesuatu yang
halus dan rumit sebabnya (Mukhtar Ash-Shihah, hal. 208 dan
Al-Qamus, hal. 519). Oleh karena itu, waktu sahur terjadi di
malam hari karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada
waktu itu tersembunyi.
Adapun secara terminologis
(istilah), terjadi perbedaan pendapat di antara ulama dalam
mengungkapkan dan mendefinisikan sihir. Di antara mereka ada
yang mendefinisikan sihir sebagai jimat-jimat, jampi-jampi,
dan buhul-buhul yang berpengaruh pada hati dan badan, yang
mengakibatkan sakit, mati, terpisahkannya antara suami dan
istri atas izin Allah.
Diantara mereka ada Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul 'Azis Sulaiman Al-Qar'awi dalam kitab
Al-Jadid fi Syarah Kitabut Tauhid (hal. 153), Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin di dalam kitab Al-Qaulul
Mufid (2/5), dan Asy-Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan dalam
kitab At-Tauhid.
Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi
mengatakan: “Ketahuilah bahwa sihir tidak akan bisa
didefinisikan dengan definisi yang menyeluruh dan lengkap
karena terkandung banyak permasalahan. Dan dari sinilah
berbeda ungkapan para ulama dalam mendefinisikan dan
perselisihan yang jelas.” (Adhwaul Bayan, 4/444)
Namun
dari kedua tinjauan ini, sangat jelas bahwa sihir memiliki
hakikat dan pengaruh dalam kehidupan manusia. Sihir merupakan
bentuk perbuatan tersembunyi yang akan memberi pengaruh
terhadap badan, pikiran, dan hati seseorang dengan bantuan
makhluk halus baik melalui jampi-jampi, ikatan-ikatan buhul
yang berakibat merusak badan, pikiran, dan hati
seseorang.
Hakekat Sihir
Merupakan akidah Ahlus
Sunnah wal Jamaah bahwa sihir memiliki hakikat dan pengaruh
pada seseorang yang disihir. Keyakinan ini dibangun di atas
dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Allah
berfirman: وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِيْنُ عَلىَ
مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ
الشَّيَاطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ
السِّحْرَ “Dan mereka mengikuti apa-apa yang dibaca oleh
setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan
bahwa Sulaiman itu yang mengerjakan sihir). Padahal Sulaiman
tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan
itulah yang kafir (mengerjakan sihir), dan mereka mengajarkan
sihir kepada manusia.” (Al-Baqarah: 102) قَالُوْا إِنْ
هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيْدَانِ أَن يُّخْرِجَاكُمْ مِنْ
أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَ بِطَرِيْقَتِكُمُ
الْمُثْلىَ. فَأَجْمِعُوْا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوْا صَفًّا
وَقَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنْ اسْتَعْلىَ. قَالُوْا يَا
مُوْسَى إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَن نَّكُوْنَ أَوَّلَ
مَنْ أَلْقَى. قَالَ بَلْ أَلْقُوْا فَإِذَا حِبَالُهُمْ
وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا
تَسْعَى. فَأَوْجَسَ فَيْ نَفْسِهِ خِيْفَةً مُوْسَى. قُلْنَا
لاَ تَخْفْ إِنَّكَ أَنْتَ اْلأَعْلىَ. وَأَلْقِ مَا فِيْ
يَمِيْنِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوْا إِنَّمَا صَنَعُوْا كَيْدُ
سَاحِرٍ وَلاَ يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى. “Mereka
berkata: Sesungguhnya dua orang ini (Musa dan Harun) adalah
benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri
kalian dengan sihirnya, serta hendak melenyapkan kedudukan
kalian yang utama. Maka himpunkanlah segala daya (sihir)
kalian kemudian datanglah dengan berbaris dan sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang menang pada hari ini. Setelah
mereka berkumpul, mereka berkata: Hai Musa, (pilihlah) apakah
kamu yang melempar dahulu atau kamilah yang mula-mula
melemparkan? Musa berkata: Silakan kalian melemparkan. Maka
tiba-tiba tali dan tongkat mereka terbayang kepada Musa
seakan-akan dia merayap dengan cepat lantaran sihir mereka.
Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami (Allah) berkata:
Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul
(menang). Lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya
dia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa
yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka)
dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja dia
datang.” (Thaha: 63-69) فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوْا
أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَاءَ بِسِحْرٍ
عَظِيْمٍ “Maka tatkala melemparkan, mereka menyulap mata
orang dan menjadikan orang banyak itu takut serta mereka
mendatangkan sihir yang besar.” (Al-A’raf: 116). Masih banyak
ayat-ayat lain yang menjelaskan hakikat sihir tersebut.
Adapun dalil dari As Sunnah adalah sebagai berikut.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قَالُوْا: يَا
رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ
وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ “Jauhilah tujuh perkara yang
akan membinasakan.” Para shahabat bertanya: “Apa itu?” Beliau
bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa tanpa
alasan yang haq, makan riba, memakan harta anak yatim, lari
dari medan perang, dan menuduh orang-orang yang beriman yang
menjaga diri dari lalai.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Masih banyak dalil lain yang menunjukkan bahwa
sihir memiliki hakikat dan pengaruh. Hafidz bin Ahmad
Al-Hakami rahimahullah mengatakan: “Sihir adalah sesuatu yang
benar-benar ada dan pengaruhnya tidak terlepas dari takdir
Allah sebagaimana Allah berfirman: Mereka belajar dari
keduanya perkara yang akan memecah belah hubungan suami istri
dan mereka tidak akan bisa berbuat mudharat kepada seorang pun
kecuali dengan izin Allah. Dan pengaruhnya ada sebagaimana
dalam hadits-hadits yang shahih.” (I’lam As Sunnah
Al-Mansyurah hal. 153)
Musthafa Abu Nashr Asy-Syabli
dalam ta’liqnya terhadap kitab di atas mengatakan: “Pengaruh
sihir itu ada, dan tidak ada yang mengingkari kecuali orang
yang sombong atau mengingkari apa yang diturunkan kepada
Rasulullah. Beliau sebagai sebaik-baik manusia dan sayyid anak
Adam pernah terkena sihir seorang Yahudi dari Bani Zuraiq yang
bernama Labid bin Al-A’sham dan beliau terus dalam sihir
tersebut selama 6 bulan.”
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(10/226) mengatakan: “Al-Maziri berkata: Sebagian ahli bidah
mengingkari sihir yang menimpa Rasulullah ini. Mereka
menyangka bahwa hal ini akan menjatuhkan kedudukan nubuwwah
dan akan memberi keraguan. Mereka berkata: Siapa saja yang
berkata demikian maka itu adalah pengakuan
batil.”
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan mengatakan:
“Dinamakan sihir karena terjadi dengan perkara yang sangat
tersembunyi yang tidak akan bisa dilihat oleh mata. Yaitu
berbentuk jimat-jimat, jampi-jampi, pembicaraan-pembicaraan,
atau melalui asap-asap. Sihir memiliki hakikat dan di
antaranya berpengaruh terhadap hati dan badan sehingga bisa
menyebabkan sakit, terbunuh, dan memisahkan antara suami
istri.” (At-Tauhid, hal. 21)
Abu Muhammad Al-Maqdisi di
dalam kitab Al-Kafi (3/164) mengatakan: “Sihir adalah
jimat-jimat, jampi-jampi dan ikatan-ikatan buhul yang
berpengaruh pada hati dan badan yang akhirnya menyebabkan
sakit dan mati dan juga akan memisahkan antara suami istri.
Allah berfirman: Lalu mereka belajar dari keduanya (Harut dan
Marut) sesuatu yang akan bisa memisahkan antara seorang suami
dengan istrinya. Allah juga berfirman: “Dan kejahatan
wanita-wanita yang meniupkan buhul-buhul.” Yaitu tukang-tukang
sihir dari kaum wanita yang mereka mengikat buhul-buhul dalam
sihirnya lalu menjampinya. Jika sihir itu tidak ada
hakikatnya, niscaya Allah tidak menyuruh untuk berlindung
darinya.”
Hukum Mempelajari Sihir
Para ulama
berselisih pendapat mengenai hukum mempelajari sihir ini.
Pendapat pertama, Al-Imam Malik berkata bahwa belajar
sihir atau mengajarkannya menyebabkan pelakunya kafir meskipun
dia tidak menggunakannya. Karena, pada sihir terdapat unsur
pengagungan terhadap setan dan mengaitkan semua kejadian yang
ada di alam ini kepada mereka. Dan tidak akan dikatakan oleh
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir bahwa mereka
tidak kafir. Pernyataan ini juga diucapkan oleh Al-Imam
Ahmad dalam riwayat darinya yang lebih masyhur dinukil dari
shahabat 'Ali radhiallahu anhu dan dikuatkan oleh Ibnu Qudamah
dalam kitab Al-Mughni.
Pendapat kedua, adalah pendapat
Al-Hanafiyyah. Mereka merinci hal yang demikian. Apabila
mempelajari sihir agar dia terjaga darinya, maka dia tidak
kafir. Bila dia mempelajarinya dengan keyakinan bahwa
dibolehkan atau akan memberi manfaat baginya, maka ini adalah
kufur. Yang berpendapat demikian juga adalah Asy-Syafi’i dan
mayoritas pengikut beliau, serta dikuatkan oleh Al-Qurafi,
Asy-Syinqithi, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar. (Al-Fath, 10/224 dan
Adhwaul Bayan, 4/44)
Pendapat ketiga, belajar sihir
tidak kafir. Ini merupakan salah satu pendapat Al-Imam Ahmad
yang tidak kuat, dan dicela pendapat ini oleh Ibnu Hazm.
(Lihat Fathul Bari, 10/224, Adhwaul Bayan, 4/44, Tafsir Ibnu
Katsir, 1/128, Tafsir Al-Qurthubi, 2/43, Fathul Qadir, 1/151,
dan Tafsir As-Sa’di, hal. 42) Ash-Shan’ani dalam kitab
Tath-hir Al-I’tiqad (hal. 44) mengatakan: “Belajar ilmu sihir
bukan perkara yang sulit, bahkan pintunya yang paling besar
adalah kufur kepada Allah dan menghinakan apa-apa yang
diagungkan oleh Allah seperti meletakkan mushaf di WC dan
sebagainya.”
Sihir Dalam Pandangan Agama
Ibnu
'Allan dalam kitab Dalil Falihin (8/284) mengatakan: “Sihir
adalah hal-hal di luar kebiasaan yang terjadi melalui
ucapan-ucapan dan perbuatan dan mungkin untuk dilawan dengan
yang sepertinya. Dan sihir itu adalah haram termasuk dari dosa
besar.” Allah berfirman: وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنْ
اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي اْلأَخِرَةِ مِنْ
خَلاَقٍ “Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa
barangsiapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu,
tiadalah keuntungan baginya di akherat.” (Al-Baqarah:
102)
Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh mengatakan:
“Ayat ini menunjukkan atas haramnya sihir dan juga haram dalam
agama suluruh para rasul sebagaimana firman Allah: Dan tidak
akan beruntung tukang sihir dari mana saja dia datang. (Thaha:
69) Pengikut Imam Ahmad telah menjelaskan tentang kafirnya
belajar sihir dan mengajarkannya.” (Fathul Majid, hal.
336) Asy-Syaikh Shalih Fauzan dalam ta’liq beliau terhadap
kitab Al-'Aqidah Ath-Thahawiyyah mengatakan: “Sihir adalah
satu bentuk perbuatan setan dan termasuk dari kekufuran kepada
Allah, maka janganlah kamu tertipu dengan mereka.”
Ibnu
Abil ‘Izzi dalam syarah beliau terhadap kitab Al-'Aqidah
Ath-Thahawiyyah (hal. 505) mengatakan: “Para ulama telah
sepakat bahwa jika sihir itu dalam bentuk meminta kepada
bintang yang tujuh atau selainnya, mengajak berbicara atau
sujud kepadanya, dan mendekatkan diri kepadanya baik dengan
bentuk pakaian, atau cincin, asap-asap, sesajen, atau yang
sejenisnya, maka ini termasuk jenis kekufuran dan pintu
kesyirikan yang paling besar. Oleh karena itu wajib
ditutup.”
As-Sa’di dalam Tafsir beliau mengatakan:
“Jangan kamu belajar sihir karena yang demikian itu termasuk
dari kekufuran.” (hal. 44) Dari semua ucapan para ulama
tersebut terambil dari dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah
sebagaimana dalam firman Allah: وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ
أَحَدٍ حَتَّى يَقُوْلاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ
تَكْفُرْ “Tidaklah keduanya mengajarkan sesuatu kepada
seorang pun melainkan keduanya mengatakan: Sesungguhnya kami
hanya cobaan bagimu, maka janganlah kamu kafir.” (Al-Baqarah:
102)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan:
“Dari sini sangat jelas bahwa seseorang tidak mungkin
mempelajari sihir melainkan dia harus kafir. Dan bila dia
telah kafir maka dia akan mempelajarinya. Berdasarkan ayat ini
maka tukang sihir hukumnya adalah kafir.”
Adz-Dzahabi
dalam kitab beliau Al-Kabair (hal. 21-22) mengatakan: “Tukang
sihir harus dikafirkan berdasarkan firman Allah: "Akan tetapi
setan-setan yang kafir dan mengajarkan manusia sihir". Setan
tidak memiliki tujuan dalam mengajarkan manusia ilmu sihir
melainkan agar Allah disekutukan. Kamu melihat kebanyakan
orang sesat karena masuk dalam ilmu sihir tersebut dan mereka
menyangka hanya sebatas haram dan mereka tidak mengira kalau
yang demikian itu adalah wujud kekafiran. Hukuman bagi tukang
sihir adalah dibunuh karena dia kufur kepada Allah. Hendaklah
setiap hamba bertakwa kepada Allah dan jangan sekali-kali dia
masuk kepada perkara-perkara yang akan mencelakakan dirinya di
dunia dan akhirat. (Al-Qaulul Mufid, Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdulwahhab Al-Yamani, hal. 137)
Adapun dari Sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah hadits Abu
Hurairah di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Bukhari dan
Al-Imam Muslim: “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara
penghancur..." di antaranya adalah sihir.
Al-Lajnah
Daimah mengatakan: “Diharamkan untuk belajar sihir apakah
belajarnya untuk diamalkan atau untuk menjaga diri. Allah
telah menjelaskan dalam Al Quran tentang mempelajarinya dalah
kekufuran. Allah berfirman: "Mereka mengajarkan sihir kepada
manusia dan apa yang diharamkan kepada dua orang malaikat di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Sedang keduanya tidak
mengajarkan kepada seorang pun melainkan mengatakan:
Sesungguhnya kami hanya cobaan bagi kamu, maka janganlah
kafir". Sungguh Rasulullah telah menjelaskan bahwa sihir
adalah salah satu dari dosa-dosa besar dan memerintahkan agar
menjauhinya dengan sabdanya: "Jauhilah oleh kalian tujuh
perkara yang akan menghancurkan...", kemudian beliau
menyebutkan di antaranya: “Sihir.” Dan di dalam As-Sunan di
sisi An-Nasa’i disebutkan: “Barangsiapa yang mengikat buhul
lalu meniupkan padanya, maka sungguh dia telah melakukan
sihir. Dan barangsiapa yang telah melakukan sihir maka sungguh
dia telah melakukan kesyirikan.” (Fatawa Al-Lajnah,
1/367/368)
Hukuman Bagi Tukang Sihir
Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama apakah tukang sihir itu
dihukumi kafir atau tidak. Kemudian, bagaimana dengan hukuman
bagi mereka di dunia ini, apakah dibunuh atau
tidak.
Jumhur ulama berpendapat bahwa tukang sihir
adalah kafir secara mutlak. Di antara mereka adalah Malik, Abu
Hanifah, pengikut Al-Imam Ahmad dan selain mereka. (Adhwaul
Bayan, 4/455)
Diantara mereka ada yang mengatakan perlu
dirinci, yaitu apabila di dalam sihir tersebut terkandung
pengagungan terhadap selain Allah seperti bintang-bintang,
jiwa-jiwa dan selainnya yang akan bisa mengantarkan kepada
kekafiran, maka pelaku sihir tersebut adalah kafir tanpa ada
perselisihan. Apabila sihir itu tidak mengandung kekufuran
seperti menggunakan benda-benda tertentu seperti minyak dan
selainnya maka ini adalah haram dengan keharaman yang keras
dan pelakunya tidak bisa dikatakan kafir. (Adhwaul Bayan,
4/456)
Pendapat kedua ini yang dikuatkan oleh
Asy-Syinqithi dalam kitab Adhwaul Bayan (4/456) dengan
menyatakan: “Inilah yang benar insya Allah dari
perbedaan-perbedaan para ulama tersebut.” Dan ini pula yang
dirajihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin
dalam kitab Al-Qaulul Mufid (2/6).
Diantara para ulama
ada yang menggabungkan kedua pendapat tersebut seperti yang
dilakukan oleh Asy-Syaikh Sulaiman dalam kitab Taisir
Al-'Azizil Hamid (hal. 384): “Sebenarnya kedua pernyataan
tersebut tidaklah berbeda. Adapun yang menyatakan tidak kafir
dia menyangka bahwa sihir itu terjadi tanpa ada unsur
kesyirikan. Padahal tidak demikian, bahkan sihir yang datang
dari sisi setan tidak lepas dari kesyirikan dan penyembahan
kepada setan.
Oleh karena itulah Allah mengkafirkan
mereka dengan firman-Nya: "Sesungguhnya kami adalah cobaan,
maka janganlah kamu kafir". Adapun sihir yang berasal dari
obat-obatan atau asap-asap maka ini bukan sihir. Dinamakan
sihir majaz sebagaimana penamaan ucapan yang memukau dan
namimah (mengadu domba) sihir, akan tetapi hal yang demikian
ini haram karena mengandung mudharat dan pelakunya harus
diberi pelajaran.” (lihat Syarah Nawaqidhul Islam, hal.
26)
Setelah kita mengetahui hukum dalam pandangan agama
terhadap tukang sihir atau yang melakukannya kafir atau
disebut sebagai pelaku maksiat, lalu bagaimana hukuman di
dunia, harus dibunuh atau tidak? Ibnu Katsir dalam
Tafsir-nya mengatakan: Ibnu Hubairah berkata: “Apakah dibunuh
orang yang hanya melakukan perbuatan sihir atau tidak?” Malik
dan Ahmad menyatakan ya (dibunuh), Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah
mengatakan tidak. Adapun apabila dia membunuh seseorang dengan
sihirnya maka dia harus dibunuh menurut pendapat Malik,
Asy-Syafi’i dan Ahmad.
Telah ada riwayat dari ulama
salaf yang membunuh pelaku sihir. Diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari dalam Shahih beliau dari Bajalah bin ‘Abdah,
berkata 'Umar bin Al-Khaththab: “...agar membunuh para tukang
sihir.” Maka kami membunuh tiga tukang sihir. Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdulwahab dalam Kitab At-Tauhid berkata: “Telah
shahih dari Hafshah bahwa beliau memerintahkan untuk membunuh
budak yang menyihirnya.” Dan telah shahih pula dari Jundub
radhiallahu anhu.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan
dalam Fathul Majid (hal. 343) berkata: “Diriwayatkan pula yang
mengatakan (tukang sihir harus dibunuh) dari 'Umar, 'Utsman,
Ibnu 'Umar, Hafshah, Jundub bin Abdullah, Jundub bin Ka'ab,
Qais bin Sa’d, dan 'Umar bin Abdul 'Aziz.” Adapun
Asy-Syafi’i tidak berpendapat dibunuh hanya sekedar menyihir
kecuali apabila di dalam sihirnya itu telah sampai pada
tingkat kufur. Demikian pula yang dikatakan oleh Ibnul Mundzir
dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad. Pendapat pertama lebih
kuat berdasar hadit dari Anas dari Ibnu Umar dan orang-orang
melakukan di masa pemerintahan beliau dan beliau tidak
mengingkarinya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu’ Fatawa (29/384) berkata: “Sungguh telah diketahui bahwa
sihir adalah haram berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’
umat. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tukang sihir adalah
kafir dan telah shahih dari 'Umar bin Al-Khaththab tentang
harusnya dibunuh dan juga dari 'Utsman bin 'Affan, Hafshah
bintu 'Umar, Abdullah bin 'Umar, dan dari Jundub bin Abdillah
dan telah diriwayatkan secara marfu’ (sampai sanadnya kepada
Rasulullah)."
Dari semua pendapat para ulama ini, jelas
bahwa sihir merupakan sesuatu yang sangat berbahaya baik
ditinjau dari sisi dunia maupun akherat. Oleh karena itu,
telah shahih riwayat dari ulama salaf tentang keharusan
membunuh mereka. Lalu apakah dibunuh mereka sebagai hukuman
peringatan atau karena murtad?
Sepakat para ulama,
kalau sihirnya itu sampai kepada batas kekufuran dan syirik,
maka dibunuhnya adalah sebagai hukuman murtad. Dan terjadi
perbedaan pendapat apabila sihirnya itu tidak sampai pada
tingkatan kufur. Di antara mereka dibunuh sebagai hukuman
(had) dan ada yang mengatakan dia dibunuh sebagai satu bentuk
peringatan baginya dan orang lain. Muhammad bin Amin
Asy-Syinqithi dalam kitab Adhwaul Bayan (4/463) berkata: “Yang
benar di sisiku adalah bahwa penyihir yang sihirnya belum
sampai ke tingkat kufur dan dia tidak membunuh dengan sihirnya
itu, maka dia tidak boleh dibunuh berdasarkan dalil-dalil yang
qath’i (kuat) dan ijma’ atas terpeliharanya darah orang-orang
Islam secara umum kecuali apabila datang dalil yang jelas.
Membunuh tukang sihir yang belum sampai pada tingkatan kufur
dengan sihirnya, tidak ada yang shahih dari Rasulullah. Dan
menumpahkan darah seorang muslim tanpa ada dalil dari Al
Qur’an dan As Sunnah yang shahih, belum jelas pembolehannya di
sisiku.”
Dan ilmunya di sisi Allah, bersamaan dengan
itu yang mengatakan harus dibunuh secara mutlak merupakan
pendapat yang kuat sekali berdasarkan perbuatan para shahabat
tanpa ada pengingkaran.
Apakah mereka harus dimintai
taubat ataukah langsung dibunuh? Terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama dan pendapat yang kuat berdasarkan tarjih
Asy-Syinqithi dalam Adhwaul Bayan: “Kalau dia bertaubat maka
taubatnya diterima, karena sihir tidak lebih besar daripada
dosa syirik dan Allah menerima taubat tukang sihir Fir’aun dan
menjadikan ketika itu sebagai walinya.” (lihat Syarah
Nawaqidhul Islam, hal. 28) Wallahu a’lam.
(Dikutip
dari Majalah Asy Syariah, judul asli Sihir di Sekitar Kita.
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=148)
| |
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel
ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel :
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=734
|