Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyah
Pengantar:
Dalam kitab Madarijus
Salikin, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menyebutkan tempat-tempat persinggahan Iyyaka
Na'budu wa Iyyaka Nasta'in diantaranya adalah ikhlas. Berikut ini saya kutipkan
beberapa penggal alenia yang tercantum dalam pasal ini. Bagi yang menginginkan
uraian lebih lanjut saya persilahkan membaca langsung dari sumbernya. (ALS)
Sehubungan dengan tempat
persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur'an,
(artinya):
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus." (Al-Bayyinah: 5)
"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab
(Al-Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik)." (Az-Zumar: 2-3)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk:
2)
Al-Fudhail berkata,
"Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan
paling benar."
Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling
ikhlas dan paling benar itu ?"
Dia menjawab, "Sesungguhnya jika amal itu
ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika amal itu benar namun
tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang
ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan
menurut As-Sunnah." Kemudian ia membaca ayat, (artinya): "Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya." (Al-Kahfi: 110)
Allah juga berfirman,
(artinya):
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan?" (An-Nisa': 125)
Menyerahkan diri kepada Allah artinya
memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah
mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Sunnah beliau.
Allah juga berfirman,
(artinya):
"Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqan: 23)
Amal
yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah
atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
pernah bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, "Sesungguhnya sekali-kali engkau
tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah
Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajad dan ketinggian
karenanya."
Di dalam Ash-Shahih
disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya):
"Tiga perkara,
yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas
karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti
jama'ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah belakang
mereka." (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang berperang karena riya', berperang
karena keberanian dan berperang karena kesetiaan, manakah diantaranya yang ada
di jalan Allah? Maka beliau menjawab, "Orang yang berperang agar kalimat Allah
lah yang paling tinggi, maka dia berada di jalan Allah.
Beliau juga
mengabarkan tiga golongan orang yang pertama-tama diperintahkan untuk merasakan
api neraka, yaitu qari' Al-Qur'an, mujahid dan orang yang menshadaqahkan
hartanya; mereka melakukannya agar dikatakan, "Fulan adalah qari', fulan adalah
pemberani, Fulan adalah orang yang bershadaqah", yang amal-amal mereka tidak
ikhlas karena Allah.
Di dalam hadits qudsi
yang shahih disebutkan; "Allah berfirman, 'Aku adalah yang paling tidak
membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa mengerjakan
suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia menjadi milik
yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya'." (HR. Muslim)
Di dalam
hadits lain disebutkan; "Allah berfirman pada hari kiamat, 'Pergilah lalu
ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak mempunyai
pahala di sisi Kami'."
Di dalam Ash-Shahih
disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak pula rupa
kalian, tetapi Dia melihat hati kalian." (HR. Muslim)
Banyak difinisi yang
diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang
berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan.
Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian
manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal
dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan orang yang
shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan
shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak
sempurna kecuali dengan sabar.
Al-Fudhail berkata,
"Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', Mengerjakan amal karena manusia
adalah syirik. Sedangkan ikhlas ialah jika Allah memberikan anugerah kepadamu
untuk meninggalkan keduanya."
Al-Junaid berkata, "Ikhlas merupakan rahasia
antara Allah dan hamba, yang tidak diketahui kecuali oleh malaikat sehingga dia
menulis-nya, tidak diketahui syetan sehingga dia merusaknya dan tidak pula
diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya."
Yusuf bin Al-Husain
berkata. "Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak aku
mengenyahkan riya' dari hatiku, tapi seakan-akan ia tumbuh dalam rupa yang
lain."
Pengarang
Manazilus-Sa'irin berkata, "Ikhlas artinya membersihkan amal dari segala
campuran." Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu yang mengotorinya
karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan amal itu
tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin dicela, mencari
pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan harta dari mereka atau pun
alasan-alasan lain yang berupa cela dan cacat, yang secara keseluruhan dapat
disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apa pun dan siapa pun."
Dipetik
dari: Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, "Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka
Nasta'in, Edisi