![]()
Memberantas noda-noda syirik
kita Penulis: Al Ustadz
Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari Aqidah, 13 - Mei - 2004,
03:13:31
Setelah
kita membahas pada edisi yang lalu bagaimana membersihkan diri
kita dari penyakit-penyakit hati seperti nifaq, angkuh, dan
hasad. Maka pada edisi kali ini kita masih dalam rangka
membersihkan diri dari penyakit hati yang berbahaya, yaitu
syirik dan keyakinan-keyakinan yang bathil seperti keyakinan
adanya orang yang mengetahui hal hal ghaib.
Ini penting
karena meratanya kesyirikan di segenap penjuru negeri ini.
Tidak satu desa pun kecuali di sana ada tempat yang
dikeramatkan, dimintai berkah, dan diyakini adanya
kekuatan-kekuatan ghaib yang menunggunya. Semoga dengan
tulisan ini menjadi nasehat bagi orang yang memiliki hati dan
pemikiran.
Syirik (Mempersekutukan Sesuatu Dengan
Allah)
Syirik merupakan bahaya yang terbesar dan
penyakit yang paling berbahaya. Saya cantumkan pembahasan
syirik dalam pembahasan penyakit hati ini karena sumber
kesyirikan bermula dari keyakinan (i’tiqad) yang ada di dalam
hati. Perlu pembaca ketahui bahwa ulama membagi jenis syirik
menjadi dua bagian :
a) Syirik Akbar (besar)
-
Yang tidak diampuni (apabila pelakunya mati dan belum
bertaubat).
- Diharamkan baginya Surga.
- Kekal
di dalam neraka.
- Membatalkan semua amalan-amalan
yang lalu.
b) Syirik Ashghar (kecil)
- Di
bawah kehendak Allah. Kalau Allah ampuni pelakunya maka tidak
diadzab dan kalau tidak diampuni, pelakunya masuk terlebih
dahulu di neraka meskipun setelah itu dimasukkan ke dalam
Surga.>
- Tidak kekal dalam neraka (kalau dia
dimasukkan ke dalam neraka).
- Tidak membatalkan semua
amalan tetapi sebatas yang dilakukan.
- Tidak
diharamkan baginya Surga.
Penjelasan Syirik
Akbar
Sebagaimana penjelasan di atas, syirik akbar
merupakan dosa yang terbesar yang tidak akan diampuni oleh
Allah apabila tidak bertaubat. Allah Ta’ala bberfirman
:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS. An Nisa’ : 48)[1]
Juga pelaku Syirik Akbar
tempat kembalinya adalah neraka dan diharamkan baginya
Surga.
Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata : ‘Sesungguhnya
Allah itu ialah Al Masih putera Maryam.’ Padahal Al Masih
(sendiri) berkata : ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang
dhalim itu seorang penolong pun.” (Al Maidah :
72)
Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa syirik akbar
menggugurkan amalan-amalan adalah firman Allah Ta’ala :
“Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya lenyaplah dari
mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am :
88)
Macam-Macam Syirik Akbar
Macam-macam dari
Syirik Akbar ini sangat banyak sekali, tetapi bisa kita
kelompokkan menjadi tiga bagian :
1) Syirik di dalam Al
Uluhiyyah
Yaitu kalau seseorang menyakini bahwa ada
tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak
mendapatkan sifat-sifat ubudiyyah). Yang mana Allah Subhanahu
wa Ta'ala dalam berbagai tempat dalam Kitab-Nya menyeru kepada
hamba-Nya agar tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya
kepada-Nya saja. Firman Allah Ta’ala :
“Wahai manusia
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang
yang sebelummu agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah
padahal kamu mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah :
21-22)
Perintah Allah dalam ayat ini agar semua
manusia[2] beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah yang
diperintahkan antara lain syahadat, shalat, zakat, shaum,
haji, sujud, ruku’, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja’
(berharap), raghbah (menginginkan sesuatu), rahbah
(menghindarkan dari sesuatu), khusu’, khasyah, isti’anah
(minta tolong), isti’adzah (berlindung), istighatsah
(meratap), penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari
berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Di sisi lain ada kerancuan yang terdapat di
kalangan umum dalam memahami ibadah. Mereka mengartikan ibadah
dalam definisi yang sempit sekali seperti shalat, puasa,
zakat, haji. Ada pun yang lainnya tidak dikategorikan di
dalamnya.
Sungguh indah perkataan Syaikhul Islam Abul
Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam mendefinisikan ibadah,
beliau berkata :
“Ibadah itu ialah suatu nama yang
mencakup semua perkara yang dicintai Allah dan diridhai-Nya,
apakah berupa perkataan ataupun perbuatan, baik dhahir maupun
yang bathin.”
Inilah pengertian ibadah yang
sesungguhnya, yaitu meliputi segala perkara yang dicintai dan
diridlai Allah, baik itu berupa perkataan maupun
perbuatan.
Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21
di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu, dimaksudkan untuk
mendekatkan pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang
wajib disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelum kamu, yang menciptakan langit dan bumi serta yang
mampu menurunkan air (hujan) dari langit. Yang dengan air
hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai rezeki
bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka janganlah
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan
meminta rezeki kepada selain-Nya. Apakah kalian tidak malu dan
berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang memberi rezeki
kemudian kalian tinggalkan untuk beribadah kepada
selain-Nya?
Firman Allah Ta’ala : “Dan mereka menyembah
selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada
mereka sedikitpun dari langit dan bumi dan tidak berkuasa
(sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 73-74)
2) Syirik
Di Dalam Ar Rububiyyah
Yaitu jika seseorang meyakini
bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki,
menghidupkan atau mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat
ar rububiyyah. Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat
dan lebih jelek daripada orang-orang kafir
terdahulu.
Orang-orang terdahulu beriman dengan tauhid
rububiyyah namun mereka menyekutukan Allah dalam uluhiyyah.
Mereka meyakini kalau Allah satu-satunya Pencipta alam semesta
namun mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-kuburan
seperti kuburan Latta.
Sebagaimana Allah kisahkan
tentang mereka :
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan
kepada mereka : “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan
menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab :
“Allah.” Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar). (QS. Al Ankabut : 61)
Firman Allah Ta’ala
: Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka :
“Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan
dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan
menjawab : “Allah.” Katakanlah : “Segala puji bagi Allah.”
Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al Ankabut
: 63)
Firman Allah Ta’ala : Dan sesungguhnya jika kamu
tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah.” Katakanlah :
“Segala puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya. (QS. Luqman : 25)
Firman Allah Ta’ala :
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab :
“Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Az Zukhruf : 9)
Ayat-ayat ini semua
menunjukkan kalau orang-orang musyrik terdahulu mengakui
Allah-lah satu-satunya pencipta yang menciptakan langit
dan bumi, yang menghidupkan dan mematikan, yang menurunkan
hujan dan seterusnya. Akan tetapi mereka masih memberikan
peribadatan kepada yang lainnya. Maka bagaimanakah dengan
orang-orang yang tidak menyakini sama sekali kalau Allah-lah
Penciptanya atau ada tuhan lain yang menciptakan,
menghidupkan, dan mematikan, yang menurunkan hujaan dan
seterusnya atau ada yang serupa dengan Allah dalam
masalah-masalah ini. Tentu yang demikian lebih jelek lagi.
Inilah yang dimaksud syirik dalam rububiyah.
3) Syirik
Di Dalam Al Asma’ wa Ash Shifat
Yaitu kalau seseorang
mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat
Allah yang khusus bagi-Nya. Contohnya, menyakini bahwa ada
makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara
ghaib.
Firman Allah Ta’ala : “(Dia adalah Tuhan) yang
mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorang pun tentang yang ghaib itu.“ (QS. Al Jin :
26)
Lihat pembahasan selengkapnya pada sub judul
Keyakinan Adanya Makhluk Yang Mengetahui Hal Yang Ghaib di
belakang tulisan ini.
Penjelasan Syirik
Asghar
Meskipun dalam masalah ini ada khilaf
(sebagaimana yang telah kita bahas di atas) akan tetapi wajib
bagi setiap Muslim untuk berhati-hati terhadap penyakit ini
dan jangan menganggap remeh. Pelakunya diwajibkan untuk
bertaubat. Di antara yang dikategorikan dalam Syirik Ashghar
antara lain :
a) Ar Riya’ (mengamalkan suatu ibadah
supaya dilihat manusia dalam rangka mendapatkan popularitas).
Meskipun syirik ini tidak membatalkan semua amalan secara
keseluruhan namun ia membatalkan amalan yang diniatkan untuk
manusia tersebut. Maka wajib bagi pelakunya untuk
bertaubat.
Firman Allah yang menerangkan bahwa
riya’ itu membatalkan amalan yang disertai riya’ tersebut
adalah sebagai berikut : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’
kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin
yang di atasnya ada tanah kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka
tidak berkuasa sedikit pun dari apa yang mereka usahakan dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
(QS. Al Baqarah : 264)
Sabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : Diriwayatkan dari Mahmud bin Labid bahwa
dia berkata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata :
“Suatu ketakutan yang paling aku takutkan dari kalian
adalah syirik kecil.” Kemudian ditanyakan tentang syirik itu,
beliau menjawab : “Riya’.” (HR. Ahmad)
Dan juga
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Dari Abu
Hurairah radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : “Allah Ta’ala berfirman : ‘Barang siapa
melakukan suatu amalan kemudian ia jadikan bersama Allah
sekutu dalam amalan itu maka Allah tinggalkan amalan tersebut
dan sekutunya.’” (HR. Muslim)
Dalam masalah membatalkan
amalan, riya’ ini terbagi menjadi dua bagian :
1.
Apabila riya’ sejak awal, yaitu bahwa orang tersebut dalam
melakukan amalannya sudah mempunyai niat untuk riya’. Yang
seperti ini membatalkan amalan.
2. Apabila datang
dengan tiba-tiba di tengah-tengah atau di akhir amalan
dan orang tersebut berusaha untuk menolak atau menghilangkan
dari hatinya. Maka yang seperti ini tidak sampai membatalkan
amalannya.
b) Sum’ah (mengamalkan suatu ibadah
supaya didengar orang lain dalam rangka mendapatkan
popularitas). Pada hakekatnya sum’ah merupakan riya’
juga.
Dua penyakit ini yang sangat rawan dalam hati
karena sangat samar tidak terlihat oleh mata sehingga seorang
Muslim harus sangat berhati-hati. Ayat Al Qurr’an dalam surat
Al Baqarah 264 serta hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam dari shahabat Mahmud bin Labid di atas menjadi
perhatian bagi kita bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memanggil
dengan panggilan ‘Wahai orang-orang yang beriman’ dan
Rasulullah mengkhawatirkan riya’ tersebut akan menimpa para
shahabat. Hal ini menunjukkan bahwa orang Mukmin pun apabila
tidak hati-hati akan terkena penyakit ini. Mudah-mudahan
Allah selamatkan kita darinya.
Pembaca yang semoga
dimuliakan Allah, Syirik Akbar dan Syirik Ashghar memiliki
cabang yang sangat banyak dan memerlukan pembahasan yang
sangat panjang. Tidak mungkin kita paparkan dalam satu kali
pertemuan. Tetapi yang penting untuk kita ketahui adalah
sifat atau ciri-ciri dari keduanya serta bahayanya sehingga
kita berhati-hati terhadap kedua-duanya. Barangsiapa yang
jatuh ke dalam salah satu di antara dua jenis syirik ini
hendaknya ia segera bertaubat.
Firman Allah Ta’ala
:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan
kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran :
133)
Firman Allah Ta’ala :
“Kecuali orang-orang
yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal shalih maka
kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al
Furqan : 70)
Firman Allah Ta’ala :
Katakanlah :
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az
Zumar : 53)
Keyakinan Adanya Makhluk Allah Yang
Mengetahui Hal Ghaib
Meyakini adanya makhluk Allah
yang mengetahui perkara-perkara ghaib termasuk salah satu
dari bentuk-bentuk kesyirikan. Karena salah satu dari aqidah
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah meyakini bahwa tidak ada satu
pun dari makhluk Allah yang ada di langit (seperti malaikat)
ataupun di bumi (seperti Nabi-Nabi dan manusia atau jin) yang
mengetahui hal ghaib.
Di antara dalil-dalil yang
menunjukkan keyakinan Ahlus Sunnah ini adalah sebagai berikut
:
1) Secara Umum Tidak Ada Satu Makhluk Pun Yang
Mengetahui Hal Ghaib
Dalil-dalil yang menunjukkan
secara umum tidak adanya satu makhluk pun yang mengetahui
hal-hal ghaib. Seperti ucapan Allah dalam surat Hud : “Dan
kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya. Maka
sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud :
123)
Dan firman Allah dalam surat Al Jin : “(Dia adalah
Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.”
(QS. Al Jin : 26)
2) Malaikat Tidak Mengetahui Hal Yang
Ghaib
Para malaikat walaupun mereka adalah makhluk
Allah yang paling dekat dengan-Nya juga tidak mengetahui hal
yang ghaib kecuali terhadap masalah-masalah yang Allah
beritahukan kepada mereka. Di antara dalilnya adalah ucapan
Allah dalam surat Al Baqarah 32 : Mereka menjawab : “Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah :
32)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat As
Saba’ 23 : Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah
melainkan bagi orang yang telah diijinkan-Nya memperoleh
syafaat itu. Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari
hati mereka, mereka berkata : “Apakah yang telah difirmankan
oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab : “(Perkataan) yang benar.” Dan
Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. As Saba’ :
23)
Dalam ayat ini dioceritakan bahwa malaikat
bertanya-tanya tentang apa yang baru dikatakan oleh Rabbnya.
Ini menunjukkan kalau malaikat pun tidak mengetahui yang
ghaib.
3) Rasulullah Serta Para Nabi Tidak Mengetahui
Tentang Hal Ghaib
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam serta para Nabi dan Rasul tidak ada satu pun dari
mereka yang mengetahui hal ghaib kecuali perkara-perkara ghaib
yang telah Allah beritakan kepadanya.
Adapun apa yang
dikecualikan oleh Allah setelah ayat 26 dalam surat Al Jin di
atas adalah tidak mutlak. Ketika Allah mengatakan kecuali
Rasul yang diridlai artinya kecuali Rasul yang diberitahu
sebagian tentang hal-hal ghaib. Adapun yang tidak
diberitahukan oleh Allah kepadanya, Rasul pun tidak
mengetahuinya. Dengan demikian Rasulullah tidak mengetahui hal
yang ghaib secara mutlak. Yang mengetahui hal-hal ghaib secara
keseluruhan dan mutlak hanyalah Allah. Tidak ada satupun
makhluk yang mengetahuinya. Allah berfirman memerintahkan
kepada Nabi-Nya untuk menyatakan bahwa dirinya tidak
mengetahui hal yang ghaib : Katakanlah : “Aku tidak berkuasa
menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raf :
188)
Beliau hanya mengetahui apa-apa yang diberitakan
oleh Allah dalam wahyu-Nya sebagaimana apa yang Allah katakan
dalam firman-Nya : Katakanlah : “Aku tidak mengatakan
kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku dan tidak
(pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku
mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah :
“Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Maka
apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS. Al An’am :
50)
Demikian pula ketika Allah Ta’ala berfirman
menceritakan tentang ucapan Nabi Nuh ‘Alaihis Salam kepada
kaumnya, juga meniadakan dari dirinya ilmu ghaib :
“Dan
aku tidak mengatakan kepada kamu bahwa aku mempunyai
gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah dan tidak
mengatakan bahwa aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)
aku mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat dan
tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang
hina oleh penglihatanmu (( : sekali-kali Allah tidak akan
mendatangkan kebaikan kepada mereka)). Allah lebih mengetahui
apa yang ada pada diri mereka, sesungguhnya aku kalau begitu
benar-benar termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Hud:
31)
4) Jenis Jin Pun Tidak Mengetahui Hal
Ghaib
Bahkan makhluk dari jenis jin pun tidak
mengetahui hal yang ghaib. Ini sebagai bantahan langsung dari
Allah kepada para dukun-dukun yang mengaku mengetahui hal
ghaib :
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian
Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya
kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka
mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa
yang menghinakan.” (QS. Saba’ : 14)
5) Kahin (Dukun),
Ahli Nujum, Dan Musya’widzin (Tukang Sihir) Tidak Mengetahui
Hal Ghaib
Kalau kita sudah mengetahui bahwa
malaikat-malaikat dan Nabi-Nabi kemudian jin-jin tidak ada
yang mengetahui perkara ghaib apalagi para kahin[3],
dukun-dukun, ahli nujum[4], tukang ramal, musya’widzin (tukang
sihir), dan lain-lain.
Berikut ini firman Allah Ta’ala
yang menerangkan bahwa mereka tidak mengetahui hal
ghaib.
Firman Allah Ta’ala : “Dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib.”
(QS. Ali Imran : 179)
Firman Allah Ta’ala : “Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang
ada di daratan dan di lautan dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh
sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang
basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfudh).” (QS. Al An’am : 59)
Firman Allah
Ta’ala : “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan
di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan semua urusan. Maka
sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali
Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud :
123)
Ayat-ayat ini semuanya mengajak bicara orang kedua
dengan lafadh kamu tidak mengetahui atau tidak memperlihatkan
kepadamu dan seterusnya. Ini menunjukkan kalau semua manusia
tidak mengetahui hal yang ghaib termasuk dukun, tukang sihir,
paranormal, dan lain-lain.
Bahkan manusia itu sendiri
tidak mengetahui berapa lamanya ia tidur sebagaimana yang
Allah kisahkan tentang ashabul kahfi yang tidur di dalam gua
selama 309 tahun :
Katakanlah : “Allah lebih
mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua),
kepunyaan-Nya-lah semua yang ghaib (tersembunyi) di langit dan
di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam
pendengaran-Nya dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi
sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi :
26)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda
berkaitan dengan masalah di atas : Dari Abdullah bin Umar
radliyallahu 'anhuma berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam : “Kunci-kunci keghaiban ada lima. Tiada
yang mengetahui kelimanya kecuali Allah. Tiada seorang pun
yang mengetahui apa-apa yang dalam rahim kecuali Allah dan
tiada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati, tiada seorangpun yang mengetahui
kapan datangnya hujan kecuali Allah dan tiada seorang pun yang
mengetahui kapan datangnya hari kiamat kecuali Allah.” (Telah
mengeluarkan hadits ini, Al Bukhari dan Imam Ahmad dengan
sanad yang shahih)
Maka para pembaca sekalian hendaknya
mengambil pelajaran dan menyampaikannya kepada orang yang
belum mengetahui bahwa kita tidak perlu datang ke dukun-dukun,
tukang ramal, tukang sihir, ‘orang pintar’ atau ahli nujum,
dan lain-lain dengan tujuan untuk mengetahui perkara-perkara
ghaib seperti siapa jodohnya, darimana rezekinya, kapan
ajalnya, dan seterusnya. Karena dua sebab :
Pertama,
perbuatan itu sia-sia karena sesungguhnya kita telah menyakini
bahwa tidak ada yang mengetahui hal-hal ghaib kecuali
Allah.
Kedua, kita telah berbuat suatu kesyirikan
karena meyakini adanya ‘alimul ghaibi atau yang mengetahui
keghaiban selain Allah yang berarti menyamakan makhluk dengan
khaliqnya dalam masalah mengetahui ilmu
ghaib.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
mengancam : “Barangsiapa yang mendatangi dukun-dukun kemudian
mempercayainya maka dia telah kafir dengan apa yang telah
diturunkan pada Muhammad.”
Demikianlah, semoga Allah
memberikan hidayah kepada kita dan seluruh kaum Muslimin
kepada jalan yang lurus dan selamat. Selamat dari kesyirikan
dan kesesatan di dunia dan selamat dari adzab Allah di
akhirat.
(Ditulis oleh Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin
Al Atsari dengan sedikit perubahan dari redaksi)
------------------------------------------------------ [1]
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan secara
mutlak (umum). Artinya, semua jenis syirik yang besar ataupun
yang kecil kalau pelakunya mati dan tidak sempat bertaubat
tidak akan diampuni dosanya. Dalam masalah ini ulama berbeda
pendapat. Yang benar adalah pendapatnya jumhur ulama yaitu
membedakan antara syirik besar dan kecil. Sedang yang
dimaksudkan oleh Allah dalam ayat ini adalah syirik akbar
(besar). Adapun syirik ashghar (kecil) menurut mereka di bawah
kehendak Allah (kalau Allah menghendaki mengampuni, pelakunya
tidak akan diadzab tetapi kalau Allah menghendaki untuk
mengadzab, ia harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam neraka
meskipun setelahnya akan dimasukkan ke dalam Jannah). Wallahu
a’lam. Syaikh Shalih Al Utsaimin berkata : “Meskipun dalam hal
ini terdapat perbedaan tetapi yang wajib bagi setiap individu
adalah berhati-hati terhadap kedua-duanya (syirik besar maupun
syirik kecil).”
[2] Manusia di sini mencakup yang
Muslim ataupun yang kafir, pria ataupun wanita, tua atau pun
muda.
[3] Kahin (dukun) yaitu orang yang selalu
mengabarkan kepada manusia tentang sesuatu yang ghaib yang
belum terjadi atau arraf (paranormal) yaitu yang selalu
memberitahukan tentang tempat barang-barang yang hilang, sihir
dan kecurian, atau nama pencurinya, siapa yang menyihir, dan
lain-lainnya dari semua kejadian yang telah lewat dan manusia
tidak mengetahuinya.
[4] Orang yang mengatakan dirinya
tahu tentang hal yang ghaib melalui perbintangan dengan
mempelajari gerak-geriknya untuk mengetahui kejadian-kejadian
yang ada di bumi.
(Dikutip dari Majalah SALAFY
XXXVI/1421/2001, judul asli Membersihkan Diri Dari Noda
Syirik, tulisan Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Al Atsari.
Sumber http://www.assunnah.cjb.net).
Peringatan :
Mengenai majalah Salafy terbitan Degolan, Jogjakarta,
semenjak adanya kasus Ambon & Poso - Sekarang, layak
berhati-hati darinya, terutama tentang politik, mukernas,
fiqhul waqi', tulisan Ja'far Umar Thalib, dll, yang hingga
kini masih mengidap penyakit sufi dan semisalnya. Allahu
a'lam.
| |
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel
ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel :
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=672
|