Al-Imam Asy-syeikh
Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy (Ibnu Qudamah)
Pengantar:
Duhai betapa beruntung
pembaca e-mail ini dan betapa rugi penulisnya. Antum mendapatkan air jernih
darinya sementara penulisnya mendapat air keruh. Tapi inilah perdagangan yang
saya tawarkan. Bila hati pembaca lebih bersih maka itulah yang diharapkan,
dengan tanpa terkotorinya hati penulis tentunya. Bila yang terjadi adalah
sebaliknya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tempat meminta pertolongan, dan
segala kebaikan yang ada berasal dari Allah Yang Maha Tunggal
semata.
Al-'alamah Ibnu Qudamah memberikan uraian tentang Riya', Hakekat,
Pembagian dan Celaannya, termasuk keterangan riya' yang menggugurkan amal dan
yang tidak, obat dan cara mengobati riya' dan sebagainya. Uraiannya yang
berdasar keterangan dari qur'an dan sunnah cukup jelas, dapat membuat takut
orang yang terlalu beharap hingga meremehkan dan memberikan harapan kepada orang
yang terlalu takut. Berikut ini saya kutipkan beberapa paragraf dari nasehat
beliau yang bisa di jadikan perhatian agar kita bisa hati-hati, karena ini
masalah hati. (ALS)
Ketahuilah bahwa kata riya' itu
berasal dari kata ru'yah (melihat), sedangkan sum'ah (reputasi)
berasal dari kata sami'a (mendengar). Orang yang riya' menginginkan agar
orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya.
Riya' itu ada yang tampak
dan ada pula yang tersembunyi. Riya' yang tampak ialah yang dibangkitkan amal
dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah riya' yang tidak
dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi Allah menjadi
ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan merasa berat
melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya tatkala ada tamu
di rumahnya. Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak berpengaruh terhadap
amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi sekalipun begitu riya' itu
tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara pasti kecuali lewat
tanda-tanda.
Tanda yang paling jelas
adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya. Berapa banyak
orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya' dan
bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada
orang-orang yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya,
maka kesenangan ini dinamakan riya' yang tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak
melihatnya, maka dia tidak merasa senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya'
itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu. Jika
orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini
tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan
gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya,
secara tidak langsung maupun secara langsung.
Kesenangan atau riya' ini
sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk mengatakannya, tapi cukup
dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan kurus, suara parau, bibir
kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang menunjukkan bahwa dia banyak
shalat malam.
Yang lebih tersembunyi
lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan untuk diketahui orang lain,
tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia merasa suka merekalah yang
lebih dahulu mengucapkan salam, menerima kedatangannya dengan muka berseri dan
rasa hormat, langsung memenuhi segala kebutuhannya, menyuruhnya duduk dan
memberinya tempat. Jika mereka tidak berbuat seperti itu, maka ada yang terasa
mengganjal di dalam hati.
Orang-orang yang ikhlas
senantiasa merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi, yaitu yang berusaha
mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang
disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang
menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap agar
diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat.
Noda-noda riya' yang
tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung jumlahnya. Selagi
seseorang menyadari darinya yang terbagi antara memperlihatkan ibadahnya kepada
orang-orang dan antara tidak memperlihatkannya, maka di sini sudah ada
benih-benih riya'. Tapi tidak setiap noda itu menggugurkan pahala dan merusak
amal. Masalah ini harus dirinci lagi secara detail.
Telah disebutkan dalam
riwayat Muslim, dari hadits Abu Dzarr Radliyallahu Anhu, dia berkata,
"Ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang
orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?"
Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar gembira bagi orang Mukmin yang diberikan
lebih dahulu di dunia."
Namun jika dia ta'ajub agar orang-orang tahu
kebaikannya dan memuliakannya, berarti ini adalah riya'.
Dipetik
dari: Al-Imam
Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy , "Muhtashor Minhajul
Qoshidin, Edisi Indonesia: Minhajul Qashidhin Jalan Orang-orang yang
Mendapat Petunjuk", penerjemah: Kathur Suhardi, Pustaka al-Kautsar, Jakarta
Timur, 1997, hal. 271-286.