Keberangkatan Ke KHAIBAR (8 Muharram, 7 H)
Senin, 17 Oktober 05
Sepulangnya dari Al-Hudaibiyah, Rasulullah SAW menetap di
Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulam Muharram. Pada akhir bulan
Muharram, beliau berangkat ke Khaibar’.”
Dari Abu Muattib bin Amr ia berkata, ‘Ketika Rasulullah melihat Khaibar, beliau
berkata kepada para sahabat –ketika itu aku bersama mereka–, ‘Berdirilah
kalian!’. Rasulullah berkata, ‘Ya Allah, Rabb langit dan Rabb segala yang
dinaunginya, Rabb bumi dan Rabb apa saja yang diangkutnya, Rabb setan dan apa
saja yang dianutnya, Rabb angin dan Rabb apa saja yang diterbangkannya,
sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikan kampung ini, penduduknya, dan apa
yang ada di dalamnya. Aku berlindung diri kepadaMu dari keburukan kampung ini,
penduduknya, dan yang ada di dalamnya. Majulah kalian dengan nama Allah!’ Doa
tersebut selalu diucapkan beliau setiap kali beliau memasuki per-kampungan”.
Dari Anas bin Malik yang berkata, “Jika Rasulullah hendak menyerang suatu kaum,
beliau tidak menyerang mereka hingga pagi hari. Jika beliau mendengar adzan di
satu tempat, beliau menahan diri tidak menyerbunya dan jika tidak mendengar
adzan di satu tempat, beliau menyerangnya. Kami berhenti di Khaibar pada malam
hari. Rasulullah bermalam hingga pagi hari, namun tidak mendengar adzan,
kemudian beliau berjalan dan kami mengikutinya. Ketika itu, aku berjalan di
belakang Abu Thalhah dan kakiku menyentuh kaki Rasulullah. Kita bertemu para
pekerja di Khaibar yang berangkat kerja dengan sekop dan keranjang. Ketika
mereka melihat Rasulullah dan pasukannya, mereka berkata, ‘Muhammad bersama
pasukannya’. Mereka lari tunggang lang-gang, kemudian Rasulullah bersabda,
‘Allah Maha Besar, hancurlah Khaibar. Jika kita tiba di halaman suatu kaum,
sungguh buruk pagi hari kaum yang telah diperingatkan’.”
Ibnu Ishaq berkata, “Ketika Rasulullah keluar dari Madinah menuju Khaibar,
beliau melintasi Ishr* dan membangun masjid di sana, kemudian melintasi Ash-Shahba’**.
Rasulullah dan pasukannya terus berjalan hingga menuruni Lembah Ar-Raji’ dan
berhenti di tempat antara penduduk lembah tersebut dengan Ghathafan untuk
menghalang-halangi mereka memberi bala bantuan kepada penduduk Khaibar, karena
orang-orang Ghathafan pernah membantu orang-orang Khaibar dalam menghadapi
beliau. Ketika orang-orang Ghathafan mendengar tempat beliau di Khaibar, mereka
bersatu untuk menghadapi beliau dan keluar untuk membantu orang-orang Yahudi
dalam menghadapi beliau. Ketika mereka baru berjalan beberapa meter, mereka
mendengar suara di belakang mereka tepatnya di kebun dan rumah mereka. Mereka
mengira kaum muslimin mengejar mereka. Oleh karena itu, mereka pulang dan
menetap di rumah dan kebun mereka, serta membiarkan Rasulullah SAW mengha-dapi
penduduk Khaibar”.
“Rasulullah SAW mendekati kebun-kebun secara berangsur-angsur dan menguasainya
satu demi satu. Benteng penduduk Khaibar yang pertama kali beliau taklukkan
ialah Benteng Na’im. Di benteng tersebut, Mahmud bin Maslamah terbunuh karena
dilempar batu penggiling dari atasnya hingga ia meninggal dunia.
Benteng kedua yang beliau taklukkan adalah Benteng Al-Qamush, benteng Bani Abu
Al-Huqaiq. Dari mereka, Rasulullah SAW mendapatkan tawanan-tawanan wanita, di
antaranya Shafiyah binti Huyai bin Akhthab –istri Kinanah bin Ar-Rabi’ bin Abu
Al-Huqaiq– dan dua putri pamannya dari jalur ayahnya. Beliau memilih Shafiyah
binti Huyai bin Akhthab untuk diri beliau sendiri. Tadinya, Dihyah bin Khalifah
Al-Kalbi memin-ta Shafiyah binti Huyai bin Akhthab kepada Rasulullah SAW, namun
karena beliau memilihnya untuk beliau sendiri, maka sebagai gantinya beliau
memberikan dua putri paman Shafiyah dari jalur pamannya kepada Dihyah bin
Khalifah Al-Kalbi. Tawanan-tawanan wanita Khaibar dibagikan secara merata kepada
kaum muslimin”.
“Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan kebun-kebunnya,
Rasulullah SAW meneruskan perjalanan hingga tiba di dua benteng, yaitu Al-Wathih
dan As-Sulalim. Kedua benteng Khaibar itulah yang paling akhir ditaklukkan kaum
muslimin”. Rasulullah mengepung mereka selama lebih kurang belasan hari.
‘Marhab si Yahudi keluar dari benteng Khaibar dengan senjata leng-kap. Ia
berkata,
‘Khaibar tahu aku Marhab
Penghunus senjata dan pahlawan yang teruji
Terkadang aku menikam dan memukul
jika singa-singa datang dalam keadaan marah
Sesungguhnya tanah perlindunganku adalah tanah yang tidak boleh di dekati.”
“Setelah itu, Marhab berkata, ‘Siapa yang siap bertarung denganku?
‘Ka’ab bin Malik menjawab:
‘Khaibar tahu bahwa aku adalah Ka’ab
Penghilang duka, pemberani, dan kokoh
Jika perang telah dikobarkan maka dilanjutkan dengan perang berikutnya
Aku mempunyai pedang tajam seperti kilat
Aku injak kalian hingga sulit melepaskan diri
Kami beri balasan atau mendapatkan rampasan’
Kami terus maju pantang mundur.”
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang siap menghadapi Marhab?’. Muhammad bin
Maslamah berkata, ‘Aku wahai Rasulullah. Demi Allah, aku harus balas dendam,
karena saudaraku terbunuh kemarin’. Rasulullah SAW bersabda, ‘Berdirilah dan
majulah kepadanya. Ya Allah, bantulah dia!’. Ketika masing-masing dari keduanya
telah mendekat kepada la-wannya, tiba-tiba pohon tua di antara pohon Usyar masuk
di antara ke-duanya. Masing-masing dari keduanya berlindung diri dari lawannya.
Setiap kali salah satu dari keduanya berlindung di pohon tersebut, lawannya
memotong pohon yang menghalanginya dengan pedang hingga masing-masing dari
keduanya terlihat oleh lawannya, kemudian keduanya seperti satu orang yang
berdiri dan di antara keduanya tidak ada lagi dahan pohon. Marhab menyerang
Muhammad bin Maslamah dan memukulnya dengan pedang, namun Muhammad bin Maslamah
terlindungi perisai kulit. Pedang Marhab masuk ke perisai kulit Muhammad bin
Maslamah, kemudian Muhammad bin Maslamah memukul Marhab hingga tewas”.
“Setelah Marhab, keluarlah saudara Marhab, yaitu Yasir. Ia berkata, ‘Siapa
berani bertarung denganku?’ Hisyam bin Urwah menduga bahwa Az-Zubair bin Awwam
keluar untuk menghadapi Yasir. Ibu Az-Zubair, Shafiyah binti Abdul Muththalib,
berkata, ‘Apakah ia akan membunuh anakku, wahai Rasulullah?’ Rasulullah SAW
bersabda, ‘Tidak, justru anak-mu yang akan membunuhnya, insya Allah’. Az-Zubair
bin Al-Awwan keluar. Keduanya bertemu kemudian terjadilah pergulatan di antara
keduanya dan di akhir pergulatan Az-Zubair bin Al-Awwam berhasil membunuh Tasir”.
Salamah bin Amr Al-Akwa’ yang berkata, ‘Rasulullah SAW mengirim Abu Bakar Ash-Shiddiq
RA dengan bendera beliau (Ibnu Hisyam berkata, “Bendera tersebut berwarna putih”)
ke salah satu benteng Khaibar. Abu Bakar berjuang menaklukkannya, kemudian
pulang tanpa hasil dan kelelahan. Esok harinya, Rasulullah mengirim Umar bin
Khaththab RA. Umar bin Khaththab pun berjuang menaklukkan benteng tersebut,
namun gagal dan juga mengalami kelelahan. Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda,
‘Esok pagi, bendera ini pasti akan aku berikan kepada orang yang mencintai Allah
dan RasulNya. Allah memberikan pertolongan melalui kedua tangannya dan ia bukan
orang yang melarikan diri’. Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib RA yang
ketika itu sakit mata, kemudian meludahi matanya dan bersabda, ‘Ambillah bendera
ini dan majulah dengannya hingga Allah memberi kemenangan kepadamu’. Demi Allah,
ketika itu Ali bin Abi Thalib lari-lari kecil dengan nafas terengah-engah.
Ketika itu, aku di belakang untuk mengikutinya hingga ia menancapkan bendera di
batu yang ditumpuk di bawah benteng. Salah seorang Yahudi melihat ke arah Ali
bin Abi Thalib dari atas benteng, kemudian bertanya, ‘Siapa engkau?’. Ali bin
Abi Thalib menjawab, ‘Aku Ali bin Abi Thalib’. Orang Yahudi tersebut berkata,
‘Kalian menang, demi sesuatu yang diturunkan kepada Musa. Ali bin Abi Thalib
baru pulang ketika berhasil menaklukkan benteng tersebut’.
“Rasulullah SAW mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng mereka, yaitu Al-Wathih
dan As-Sulalim. Ketika mereka yakin kalah, mereka meminta beliau mengusir mereka
ke salah satu tempat dan tidak membunuh mereka. Beliau mengabulkan permintaan
mereka. Ketika itu, beliau berhasil menguasai seluruh kebun penduduk Khaibar;
As-Syiqq, Nathah, dan Al-Katibah. Beliau juga menguasai seluruh benteng mereka
kecuali kedua benteng; Benteng Al-Wathih dan As-Sulalim. Ketika orang-orang
Fadak mendengar apa yang diperbuat penduduk Khaibar, mereka mengutus wakil untuk
menemui Rasulullah guna meminta beliau mengusir mereka ke satu tempat, tidak
membunuh mereka, dan menyerahkan kekayaan mereka kepada beliau. Rasulullah
mengabulkan permin-taan mereka. Di antara orang yang mondar-mandir ke tempat
Rasulullah ialah Muhayyishah*** bin Mas’ud saudara Bani Haritsah. Penduduk
Khaibar meminta Rasulullah membagi dua kebun mereka. Mereka berkata, ‘Kami lebih
tahu tentang kebun tersebut dan lebih mampu memak-murkannya daripada kalian’.
Akhirnya, Rasulullah SAW berdamai dengan mereka dengan syarat kebun mereka
dibagi dua dengan beliau dan jika beliau ingin mengusir mereka maka beliau
berhak melakukannya. Rasulullah juga berdamai dengan orang-orang Fadak seperti
itu. Jadi, Khaibar adalah harta fa’i kaum muslimin, sedang Fadak milik khusus
Rasulullah, karena mereka tidak menaklukkannya dengan pasukan berku-da atau
pasukan pejalan kaki”.
“Ketika Rasulullah merasa kondisi telah nyaman, beliau dihadiahi kambing bakar
oleh Zainab binti Al-Harits istri Sallam bin Misykam. Sebelum itu, Zainab
bertanya kepada beliau, ‘Apa yang paling engkau sukai dari kambing, wahai
Rasulullah?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Lengan’. Zainab membubuhkan racun
sebanyak mungkin ke lengan kambing, meracuni semua daging kambing, dan
menghidangkan kepada Rasulullah. Beliau mengambil lengan kambing, mengunyah
sedikit daripadanya, tidak menelannya, dan memuntahkannya. Sedang Bisy bin Al-Barra’
bin Ma’rur yang ketika itu bersama beliau mengambil seperti beliau dan
menelannya. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tulang kambing tersebut memberitahuku
bahwa ia beracun’. Beliau memanggil Zainab dan ia mengakui meracuni kambing
bakar tersebut. Beliau bertanya kepada Zainab, ‘Kenapa engkau berbuat seperti
itu?’. Zainab menjawab, ‘Engkau telah bertindak terhadap kaumku seperti engkau
ketahui. Oleh karena itu, aku berkata, ‘Jika ia (Muhammad) seorang raja maka aku
bisa membunuhnya dan jika seorang nabi maka ia akan diberitahu’. Rasu-lullah
memaafkan Zainab, sedang Bisyr meninggal dunia karena makanan yang dimakannya”.
Ketika Rasulullah meninggalkan Khaibar, beliau pergi menuju lembah Qurs, lalu
beliau mengepung penduduknya bebera-pa malam, kemudian pergi meninggalkannya
menuju Madinah.
“Rasulullah SAW menyelenggarakan pesta pernikahan dengan Shafiyah binti Huyai di
Khaibar atau di salah satu jalan. Wanita yang merias Shafiyah binti Huyai untuk
Rasulullah, menyisir rambutnya, dan merapikannya adalah Ummu Sulaim binti Milhan,
ibu Anas bin Malik. Rasulullah bermalam dengan Shafiyah binti Huyai di kemah
beliau, sedang Abu Ayyub Khalid bin Zaid saudara Bani An-Najjar semalam suntuk
menghunus pedang menjaga dan mengelilingi kemah beliau. Keesokan harinya,
Rasulullah melihat Abu Ayyub di sekitar kemah, kemudian bersabda, ‘Ada apa
denganmu wahai Abu Ayyub?' Abu Ayyub menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku khawatir
wanita ini (Shafiyah) men-celakakanmu, karena kita telah membunuh ayah, suami,
dan kaumnya. Ia baru saja masuk Islam, jadi, aku khawatir ia mencelakakanmu’.
Para ulama meyakini bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Ya Allah, jagalah Abu Ayyub,
sebagaimana ia semalam suntuk menjagaku’.”
“Dalam perjalanan pulang dari Khaibar, Rasulullah SAW bersabda di salah satu
jalan di akhir malam, ‘Siapa orang yang siap menunggu Shubuh untuk kita sehingga
kita bisa tidur?’. Bilal berkata, ‘Aku siap menunggu Shubuh untukmu, wahai
Rasulullah’. Rasulullah berhenti diikuti kaum muslimin, kemudian tidur. Sedang
Bilal, ia mengerjakan shalat beberapa raka’at. Usai shalat, ia bersandar pada
untanya untuk menunggu waktu Shubuh, namun rasa kantuk menyerangnya dan ia pun
tertidur. Tidak ada yang membangunkan Rasulullah dan kaum muslimin melainkan
sengatan sinar matahari. Beliau orang yang pertama kali bangun. Beliau bersabda,
‘Apa yang engkau perbuat terhadap kita, hai Bilal?’ Bilal menjawab, ‘Wahai
Rasulullah, aku tertidur sepertimu’. Rasulullah SAW bersabda, ‘Engkau berkata
benar’. Rasulullah menuntun unta tidak terlalu jauh kemudian menghentikannya.
Beliau berwudhu diikuti kaum muslimin, lalu menyuruh Bilal mengumandangkan
iqamah shalat, dan mengerjakan shalat bersama kaum muslimin. Setelah salam,
Rasulullah menghadap kepada para sahabat dan bersabda, ‘Jika kalian lupa shalat,
shalatlah jika kalian telah ingat karena Allah SWT berfirman, ‘Shalatlah karena
ingat kepadaKu’.”
“Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Khaibar, beliau memberi Ibnu Luqaim Al-Absi
hadiah yang di dalamnya terdapat ayam atau salah satu binatang jinak. Penaklukan
Khaibar terjadi pada bulan Shafar.
Ibnu Luqaim Al-Absi berkata tentang Perang Khaibar,
“Benteng Nathah dilumpuhkan Rasul
dengan pasukan besar yang bersenjata lengkap
yang mempunyai pundak dan punggung
Benteng Nathah merasa kalah ketika berita kematiannya disebarkan
Di tengah-tengah mereka terdapat orang-orang Aslam dan Ghifar
Pasukan tersebut menyerbu Bani Amr bin Zur’ah pada suatu pagi
Dan benteng Asy-Syiqq, penduduknya merasa kegelapan di siang hari
Setiap benteng mempunyai kesibukan dari pasukan berkuda
Yang berasal dari Abdul Asyhal atau Bani An-Najjar
Dan kaum Muhajirin yang ciri-ciri mereka diketahui dari atas pelindung kepala
mereka
Mereka tidak berniat melarikan diri
Sungguh aku tahu Muhammad pasti menang
Dan ia pasti menetap di sana hingga bulan Shafar
Orang-orang Yahudi membuka pelupuk matanya ke perang tersebut
Di bawah debu dengan pandangan yang gelap.”
CATATAN:
* Gunung yang terletak antara Madinah dan lembah Al-Far'u
** Nama sebuah tempat yang terletak di antara Madinah dan Khaibar
*** Silakan lihat kitab Jamharatun Ansaabul Arab karangan Ibnu Hazm halaman 341