| IP: 222.124.39.149
 
| Buletin | Berita Dari Aceh | Do'a | Fatwa | Hadits | Khutbah | Kisah | Mu'jizat | Qur'an | Sakinah | Tarikh | Tokoh | Aqidah | Fiqih | Tsaqofah | Sastra |
| Dunia Islam | Pustaka Sofwa | Kajian | Kaset | Kegiatan | Konsultasi | Materi KIT | Ekonomi Islam | Analisa | Senyum | Download |
 
Menu Utama
·Home
·Kontributor
·Tentang Kami
·Buku Tamu
·Produk Kami
·Formulir
·Jadwal Shalat
·Kontak Kami
·Download

Informasi !
·Anda bisa Membantu Korban Musibah dengan Mudah
·Ucapan terima kasih
·Info bagi muhsinin

Nama Islami
· Sha`idah(puteri)
· Musyirah(puteri)
· Hilalah(puteri)
· Imtidah(puteri)

Banner

Liputan Kegiatan
·Pelatihan Kependidikan di Aceh
·Siwakz telah membuka posko Banjir
·Masjid Jami’ Al-Sofwa Hidangkan 400 Porsi Buka Puasa per Hari

Analisa
· Islam Bukan Agama Kekerasan
· Hukum Kartu Kredit Dalam Jual Beli
· Buta Tentang Islam ! Bagaimana Mengobatinya ?
· Ada Apa Dengan Bulan Muharram..?

Info Khusus

Ada Apa Dengan Valentine's Day ?

Hukum Merayakan Hari Valentine


Fatawa seputar sholat

Berangkatnya Wanita Muslimah ke Masjid

Apa Hukum Shalat Wanita di Masjid

Haruskah Wanita Melaksanakan Shalat Lima Waktu di Dalam Masjid

Wanita di Rumah Berma'mum Kepada Imam di Masjid

Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram

Manakah yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Melaksanakan Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah

Shalatnya Kaum Wanita yang Sedang Umrah di Bulan Ramadhan

Apakah Shalat Seseorang di Masjidil Haram Bisa Batal Ketika Ia Ikut Berjama'ah Dengan Imam atau Shalat Sendirian Karena Ada Wanita yang Melintas di Hadapannya?

Bila Terdapat Pembatas (Tabir) Antara Kaum Pria dan Kaum Wanita, Maka Masih Berlakukah Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam (sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan)

Apakah Kaum Wanita Harus Meluruskan Shafnya Dalam Shalat

Benarkah Shaf yang Paling Utama Bagi Wanita Dalam Shalat Adalah Shaf yang Paling Belakang

Benarkah Shalat Jum'at Sebagai Pengganti Shalat Zhuhur

Hukum Shalat Jum'at Bagi Wanita

Hanya Membaca Surat Al-Ikhlas

Hukum Meninggalkan Shalat

Hukum Menangis Dalam Shalat Jama'ah

Jika seorang musafir masuk masjid di saat orang sedang shalat jama'ah Isya' dan ia belum shalat maghrib.

Bolehkah bagi kaum wanita untuk berkunjung ke rumah orang yang sedang terkena musibah kematian, kemudian melakukan shalat jenazah berjama'ah dirumah tersebut ?

Apabila seseorang tidak melakukan shalat fardlu selama 3 tahun tanpa uzur, kemudian bertaubat , apakah dia harus mengqodha shalat tersebut ?

Apabila suatu jama'ah melakukan shalat tidak menghadap qiblah, bagaimanakah hukumnya ?

Membangunkan Tamu Untuk Shalat Shubuh

Doa-Doa Menjelang Azan Shubuh

Bacaan Sebelum Imam Naik Mimbar Pada Hari Jum'at

Shalat Tasbih

Hukum Wirid Secara Jama'ah/Bersama-sama Setelah Setiap Shalat Fardhu

Hukum Meninggalkan Shalat Karena Sakit

Jika Telah Suci Saat Shalat Ashar atau Isya, Apakah Wajib Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Maghrib

Jika Wanita Mendapatkan Kesuciannya di waktu Ashar Apakah Ia Harus Melaksanakan Shalat Zhuhur

Mendapatkan Haidh Beberapa Saat Setelah Masuk Waktu Shalat, Wajibkah Mengqadha Shalat Tersebut Setelah Suci

Urutan Shalat yang Diqadha

Seorang Wanita Mendapatkan Kesuciannya Beberapa Saat Sebelum Terbenamnya Matahari, Wajibkah Ia Melaksanakan Shalat Zhuhur dan Ashar?

Keutamaan Shaf Wanita Dalam Shalat Berjama'ah

Berkumpulnya Wanita Untuk Shalat Tarawih

Bolehkah Seorang Wanita Shalat Sendiri dibelakang Shaf

Bolehkah kaum Wanita Menetapkan Seorang Wanita Untuk Mengimami Mereka Dalam Melakukan Shalat di Bulan Ramadhan

Wajibkah Kaum Wanita Melaksanakan Shalat Berjama'ah di Rumah

Apa hukum Shalat Berjama'ah Bagi Kaum Wanita

Apakah Ada Niat Khusus Bagi Imam Yg Mengimami Shalat Kaum Pria & Wanita

Shalatnya Piket Penjaga ( Satpam )

Gerakan Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Hukum Gerakan Sia-Sia Di Dalam Shalat

Keengganan Para Sopir Untuk Shalat Jama’ah

Hukum Menangguhkan Shalat Hingga Malam Hari

Hukum Meremehkan Shalat

Hukum Menangguhkan Shalat Subuh Dari Waktunya

Dampak Hukum Bagi yang Meninggalkan Shalat

Hukum Shalat Seorang Imam Tanpa Wudhu Karena Lupa

Hukum Orang yang Tayammum Menjadi Imam Para Makmum yang Berwudhu

Posisi Kedua Kaki Ketika Berdiri Dalam Shalat

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat

Jika Ketika Shalat Ragu Apakah Ia Meninggalkan Salah Satu Rukun

Shalat Bersama Imam, Tapi Lupa Berapa Rakaat Yang Telah Dikerjakan

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Menulis Tamimah Untuk Orang Lain

Hukum Shalat di Belakang Orang yang Berinteraksi Dengan Tamimah dan Sihir

Mengumumkan Barang Hilang Di Dalam Masjid, Bolehkah?

   


Anda bisa Membantu Korban Musibah dengan Mudah, klik di sini

Artikel Buletin An-Nur :

Kedudukan Shalat Dan Hukum Meninggalkannya
Sabtu, 03 April 04

Kedudukan Shalat dalam Islam

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (An-Nisaa’ :103)
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. 2:43)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,

“Islam dibangun atas 5 hal: Syahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah kemudian mendirikan shalat, menunai-kan zakat, melaksanakan hajji ke Tanah Haram (Makkah) dan shaum di Bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan tingginya posisi shalat dalam Islam dan sebagai salah satu rukunnya yang terpenting setelah syahadatain. Shalat juga merupakan amal yang paling afdhal setelah syahadatain, hal ini dikarenakan shalat adalah satu-satunya ibadah yang paling lengkap dan paling indah yang mengumpulkan berbagai macam bentuk ibadah. Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada seorang muslim.
Shalat lima waktu hukumnya fardhu ‘ain berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Allah memfardhukan shalat di malam mi’raj dari langit ketujuh. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kewajiban shalat.
Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan roka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir.

HUKUM ORANG MENINGGALKAN SHALAT DI TINJAU DARI PENYEBABNYA

A. Karena Udzur, seperti tertidur , pingsan dan lupa termasuk mabuk.

Para ulama sepakat tentang udzur-nya orang yang ketiduran, sehingga lupa tidak mengerjakan shalat, atau dalam keadaan sadar, namun lupa mengerja-kannya, maka dalam kedua keadaan tersebut, ia wajib mengqadha’nya bila ingat, berdasarkan hadits,

“Barangsiapa tertidur sehingga tidak mengerjakan shalat atau lupa, maka ia wajib mengqadha’nya ketika dia ingat. “ (H.R. Muslim)
Adapun orang yang pingsan para ulama berbeda pendapat tentang wajib tidaknya dia mengqadha’ shalat. Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i tidak wajib mengqadha’, kecuali bila ia pingsan ketika shalat , sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan tidak wajib mengqadha, jika pingsannya lebih dari sehari semalam, sedangkan menurut madzhab Ahmad bin Hambal, ia wajib mengqadha’ nya secara mutlak karena orang pingsan biasanya tidak lama.

Secara singkat ada dua pendapat mengenai wajib tidaknya orang pingsan mengqadha’ shalat;

  • Menurut jumhur ulama:
    Tidak wajib mengqadha’ berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa beliau pernah pingsan selama sehari semalam dan tidak mengqadha’ shalat-shalat yang ditinggalkannya. (H.R. Malik)

  • Menurut ulama mutaakhkhirin dari madzhab Hambali :
    Wajib mengqadha’ berdasarkan hadits ‘Ammar bin Yasir bahwa beliau pernah pingsan selama 3 malam lalu setelah sehat beliau mengqadha’ shalat-shalat yang ditinggalkannya.
    Menurut syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin rahimahullah bahwa pendapat yang benar adalah tidak perlu mengqadha’nya bagi orang yang pingsan, adapun orang yang hilang akalnya karena bius maka dia harus mengqadha’ shalat yang ditinggalkannya karena pembiusan itu atas pilihannya pribadi.
B. Karena sengaja, terbagi menjadi beberapa golongan yaitu;
  • Orang yang meniggalkannya karena malas atau merasa berat tanpa meremehkannya dan dengan keyaki-nan bahwa shalat itu wajib atas dirinya, maka orang tersebut tidak dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam kecuali setelah terpenuhinya dua syarat ;
    a. Imam atau penguasa setempat telah memperingatkannya untuk shalat dan dia menolak.
    b. Dia tetap tidak mau shalat sampai waktu shalat berikutnya hampir habis.
    Oleh karena itu seseorang yang meninggalkan shalat sekali saja tidak serta merta dihukumi sebagai kafir karena boleh jadi orang tesebut mengira bahwa dia boleh menjama’ shalatnya di waktu shalat berikutnya.

  • Orang yang meninggalkannya karena tidak tahu bahwa shalat itu wajib atasnya. Orang tersebut tidak dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam namun ia harus diberitahu tentang hukum meninggalkan shalat tersebut sampai menjadi jelas baginya.

  • Orang yang menentang wajibnya shalat atas dirinya (yaitu shalat 5 waktu dan shalat jum’at), baik dia mengerjakan atau meninggalkannya, maka orang tersebut dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam karena dia menentang sesuatu yang telah disepakati oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ kaum muslimin.
    Para ulama mengecualikan orang-orang yang baru masuk Islam yang menentang wajibnya shalat, namun orang itu harus diberitahu sejelas mungkin, sehingga apabila setelah itu dia masih menentang, selanjutnya dia dihukumi sebagai orang kafir yang keluar dari agama Islam.
    Dalil-dalil yang dipergunakan oleh para ulama dalam hal ini ialah sebagai berikut;
    Firman Allah dalam surat at-Taubah : 11
    “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menuaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (Q.S.9:11)
    Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ,

    Dari Jabir bin Abdillah Radhiallaahu anhu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “ Pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah dengan meninggalkan shalat” (H.R. Muslim)

    “Perjanjian antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya sungguh dia telah kafir.” (H.R. Ahmad, At-Turmudzi, An-Nasa’i dan yang lainnya)
    Allah mensyaratkan dalam ayat di atas bahwa taubatnya orang kafir yang ingin diterima oleh Allah harus disertai dengan mendirikan shalat dan menunai-kan zakat. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka orang tersebut tidak dianggap sebagai muslim.
    Dan dalam hadits tersebut Rasu-lullah menyebut kata-kata kufur dengan lafadh ma’rifah yang menunjukkan, bahwa kufur tersebut adalah kufur yang hakiki dan bukannya kufur duuna kufrin (kufur kecil).
    Dengan demikian jelaslah, bahwa yang dimaksudkan oleh hadits di atas adalah kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari millah (Islam). Demikianlah yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
    Adapun dalil dari perkataan para shahabat adalah banyak sekali, bahkan diriwayatkan dari 16 sahabat, di antaranya Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu , bahwa beliau berkata,
    “Tidak ada bagian sedikit pun dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat’
    Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq meriwayatkan pendapat para shahabat Nabi secara umum tentang orang yang meninggalkan shalat, beliau berkata,

    “Para sahabat Nabi tidak pernah memandang suatu amalan pun yang bila ditinggalkan akan menyebabkan pelakunya menjadi kafir kecuali shalat.” (H.R. At-Turmudzi 2624)
    Oleh karena itu, Imam Ishaq bin Rahawaih mengatakan,

    “Orang-orang di zaman sahabat senantiasa mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.”
    Sedangkan dalil menurut akal pikiran, sesungguhnya setiap manusia yang berakal yang di hatinya masih tersisa iman meski sebesar atom, tidak akan mungkin terus menerus mening-galkan shalat, padahal dia tahu hukumnya dan tahu bahwa shalat tersebut diwajibkan di tempat yang paling mulia (sidratul muntaha) dan sudah diringankan dari 50 waktu menjadi 5 waktu sehari semalam, dan diharuskan untuk bersuci sebelumnya berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya. Demikian pula bagi orang yang akan shalat dianjurkan untuk mengenakan perhiasan (khusus laki-laki), maka bagaimana mungkin seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah terus menerus meninggalkan shalat? Sesungguhnya syahadat yang telah ia ikrarkan seharusnya mendorong dia untuk beribadah kepada Allah dengan ibadah yang paling utama.
    Karena tidak mungkin seseorang mengaku-aku sesuatu namun dia meninggalkannya, orang seperti itu adalah pendusta! Maka sangat beralasan apabila yang meninggalkan shalat di hukumi dengan kafir, karena nash-nash al-Qur’an dan hadits jelas-jelas menyatakan kafirnya orang tersebut.
Penutup
Demikianlah pembahasan sepintas mengenai hukum orang yang meninggakkan shalat. Oleh karena itu, hendaklah kita perhatikan betul-betul ibadah yang satu ini dan kita peringatkan orang -orang yang meremehkan atau bahkan meninggalkannya karena dalih apa pun, sebab perbuatannya tersebut akan dapat membawanya kepada kekafiran yang nyata. Wallaahu a’lamu bisshawaab.

Penyusun : Sufyan Baswaidan
Maraji’ :
o Haasyiyah ar-raudhul murbi’ syarh zaadul mustaqni’ oleh Abdurrahman an-Najdi al Hambaly
o Syarhul mumti’ ala zaadil mustaqni’ oleh syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
o Mulakhkhos ahkam sujud sahwi.
o Jaami’ul uluum wal hikam oleh al-Imam Ibnu Rajab .

Hit : 713 | Index Annur | kirim ke teman | versi cetak |

| Index Shalat

 
   
Statistik Situs
Minggu,5-3-2006 -- 5:25:38
Hits ...: 5209933
Online : 16 users

Pencarian

cari di  

 

Iklan

Jajak Pendapat
Rubrik apa yang paling anda sukai di situs ini ?

Buletin
Ekonomi
Fatwa
Fiqih
Firaq
Kajian
Khutbah
Kisah
Konsultasi
Nama Islami
Quran
Tarikh
Tokoh


Hasil Jajak Pendapat

Kajian Islam
· Kitab Tauhid 2
· Tuntunan Shalat Menurut Al-Qur'an dan As Sunnah
· Pendidikan Anak Dalam Islam
· Jalan Golongan Yang Selamat

Mutiara Hikmah

Laranglah anak tidur tertelungkup dan dibiasakan tidur dengan miring ke kanan. Melarang anak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.

( Index Mutiara )


Penerimaan Posko Banjir
Abdul Aziz
= Rp 100.000,-
Hamba Allah
= Rp 50.000,-
Leni Yusliana
= Rp 50.000,-
Hamba Allah
= Rp 1.000.000,-
NN
= Rp 100.000,-
Yayasan (Al-Sofwa)
= Rp 5.000.000,-
Syahrial bin Abbas
= Rp 500.000,-
Fulan
= Rp 15.000,-
Hamba Allah
= Rp 200.000,-

Total Penerimaan =
Rp 7.015.000,-

 
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info @alsofwah.or.id | website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa
Artikel yang dimuat di situs ini boleh di copy & diperbanyak dengan syarat tidak untuk komersil.