Abu Salwa

============

HUKUM MENGANGKAT SUARA KETIKA BERDZIKIR SETELAH SHALAT.

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Bagaimana hukum mengeraskan suara dalam dzikir setelah shalat?"

Jawaban.
Ada suatu hadits dalam Shahihain dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:

"Artinya : Dahulu kami mengetahui selesainya shalat pada masa Nabi karena  suara dzikir yang keras".

Akan tetapi sebagian ulama mencermati dengan teliti perkataan Ibnu 'Abbas  tersebut, mereka menyimpulkan bahwa lafal "Kunnaa" (Kami dahulu), mengandung isyarat halus bahwa perkara ini tidaklah berlangsung terus menerus.

Berkata Imam Asy-Syafi'i dalam kitab Al-Umm bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan suaranya ketika berdzikir adalah untuk  mengajari orang-orang yang belum bisa melakukannya. Dan jika amalan tersebut untuk hanya pengajaran maka biasanya tidak dilakukan secara terus menerus.

Ini mengingatkanku akan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tentang  bolehnya imam mengeraskan suara pada bacaan shalat padahal mestinya dibaca  perlahan dengan tujuan untuk mengajari orang-orang yang belum bisa.

Ada sebuah hadits di dalam Shahihain dari Abu Qatadah Al-Anshari bahwa Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang memperdengarkan kepada para  shahabat bacaan ayat Al-Qur'an di dalam shalat Dzuhur dan Ashar, dan Umar  juga melakukan sunnah ini.

Imam ASy-Syafi'i menyimpulkan berdasarkan sanad yang shahih bahwa Umar  pernah men-jahar-kan do'a iftitah untuk mengajari makmum ; yang menyebabkan  Imam ASy-Syafi'i, Ibnu Taimiyah dan lain-lain berkesimpulan bahwa hadits di  atas mengandung maksud pengajaran. Dan syari'at telah menentukan bahwa  sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi.

Walaupun hadits : "Sebaik-baik dzikir adalah yang tersembunyi (perlahan)".  Sanad-nya Dhaif akan tetapi maknanya 'shahih'.

Banyak sekali hadits-hadits shahih yang melarang berdzikir dengan suara yang keras, sebagaimana hadits Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain  yang menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi  wa sallam.

Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun  mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi  wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian  sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula  ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha  Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian  sendiri".

Kejadian ini berlangsung di padang pasir yang tidak mungkin mengganggu  siapapun. Lalu bagaimana pendapatmu, jika mengeraskan suara dzikir itu  berlangsung dalam masjid yang tentu mengganggu orang yang sedang membaca  Al-Qur'an, orang yang 'masbuq' dan lain-lain. Jadi dengan alasan mengganggu  orang lain inilah kita dilarang mengeraskan suara dzikir.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat  (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian  men-jahar-kan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain.

Al-Baghawi menambahkan dengan sanad yang kuat.


"Artinya : Sehingga mengganggu kaum mu'minin (yang sedang bermunajat)".

[Fatwa-Fatwa AlBani, hal 39-41, Pustaka At-Tauhid]
------------------------------------------------------------------------