
Bantahan Arifin Ilham - Bid'ah 'Amaliyah Dzikir Taubat (5)
Penulis: Al Ustadz Abu Karimah 'Askari bin Jamal Al Bugisi Bid'ah-Bid'ah, 13 - April - 2004, 04:35:43
Bid'ah 'Amaliyah Dzikir Taubat
Kami paparkan sebagian contoh-contoh bid'ah dan hal-hal yang diharamkan dari perkara-perkara yang asalnya sebetulnya disyari'atkan, agar jangan ada orang yang tidak memahami kaidah ushul yang menjadi landasan syari'at Islam menyangka bahwa kami melarang manusia berdzikir kepada Allah, melakukan istighfar (minta ampunan), mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi dan sebagainya. Bukan demikian, karena asal dari semua amalan ini adalah ibadah yang disyari'atkan, bahkan termasuk amalan yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
فَاذْكُرُوْنِي أُذْكُرْكُمْ
"Maka ingatlah Aku, niscaya Aku mengingat kalian."(Al Baqarah 152).
Dan:
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
"Dan mengingat Allah adalah lebih besar."(Al 'Ankabut 45).
Dan:
وَاذْكُرُوْا اللهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, mudah-mudahan kalian beruntung."(Al Jumu'ah 10).
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الْرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ , سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
"Dua kalimat yang ringan diucapkan, berat dalam timbangan, sangat dicintai oleh Allah Yang Maha Pengasih, yaitu:"Subhanallahi wa bihamdihi. Subhanallahil 'Azhim."(HSR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Dan:
أَلاَ أَخْبَرَكُمْ بِأَحَبِّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ ؟ إِنَّ أَحَبَّ الْكَلاَمِ إلَِى اللهِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
"Maukah kamu saya terangkan satu kalimat yang sangat dicintai Allah? Sesungguhnya kalimat (ucapan) yang sangat dicintai Allah adalah:" Subhanallahi wa bihamdihi."
Dan:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَ خَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إنِْفَاقِ الْذَّهَبِ وَالفِضَّةِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُم وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوا: بَلَى قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى
"Maukah kalian saya sampaikan sebaik-baik amalan kalian dan yang paling sucinya di sisi Raja kalian (Allah), menaikkan derajat kalian dan lebih baik bagi kalian daripada infaq emas dan perak dan lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh lalu kamu menebas leher mereka atau mereka menebas leher kamu? Mereka berkata:"Tentu (ya Rasulullah)." Kata beliau:"Berdzikir (mengingat) Allah Ta'ala."
Syaikhul Islam Ibnu Qayyim rahimahullahu Ta'ala mengatakan bahwa di dalam dzikir ini terdapat lebih dari 100 faedah, beliau menyebutkan 78 di antara faedah-faedah tersebut. (Lihat Shahih Wabilus Shayyib 82-164).
Maka dengan berbagai dalil ini kita ketahui betapa besar keutamaan dzikir ini dan terangkatnya derajat orang yang mengamalkannya.
Namun yang kita ingkari di sini adalah menempatkan dzikir-dzikir ini dengan tata cara aturan tertentu yang dikhususkan dan diberinama dengan nama yang khusus pula, dalam hal ini adalah apa yang dinamakan oleh 'Arifin Ilham dengan "Adzkar 'Amaliyah At Taubah". Di mana amalan (bid'ah) ini dikerjakan dengan suara keras dan bersamaan, disertai tangisan serta ikhtilath (campur baur) laki-laki dan perempuan atau hal-hal lain yang sama sekali tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan para sahabatnya ataupun orang-orang sesudah mereka yang dikenal mengikuti Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, dan jauh dari bid'ah dari kalangan imam-imam pembawa petunjuk seperti Imam Asy Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, Sufyan Ats Tsauri, 'Abdullah bin Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan salafus shaleh lainnya.
Dan bahkan belum pernah kita kenal selama ini tatacara dzikir dengan nama ini kecuali setelah datangnya laki-laki Banjar ini, seorang sufi ahli bid'ah, Muhammad 'Arifin Ilham.
Bahkan sesungguhnya yang kita dapatkan adalah pengingkaran dari salafus shaleh terhadap orang yang membuat aturan atau tatacara dzikir berjama'ah dengan suara keras.
Atsar 'Ulama Salaf dan Para Imam
1. Diriwayatkan oleh Ad Darimi (1/79), Al Bazzar (Tarikh Wasith 1/198) dari 'Amru bin Salamah Al Hamdani, katanya:"Kami pernah duduk di pintu 'Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu sebelum shalat zhuhur. Kalau dia keluar, kami berangkat bersamanya menuju Masjid. Tiba-tiba datanglah Abu Musa Al Asy'ari radliyallahu 'anhu sambil berkata:"Apakah sudah keluar bersama kalian Abu 'Abdirrahman? Kami katakan:"Belum." Tatkala beliau keluar, kami berdiri, dan Abu Musa berkata:"Ya Abu 'Abdirrahman, sungguh aku baru saja melihat sesuatu yang pasti kau ingkari di Masjid itu. Dan saya tidak melihat –alhamdulillah- kecuali kebaikan."
Ibnu Mas'ud berkata:"Apa itu?" Katanya pula:"Kalau kau panjang umur akan kau lihat pula sendiri. Saya lihat di masjid itu sekelompok orang dalam beberapa halaqah sedang menunggu shalat, dan masing-masing halaqah dipimpin satu orang, di tangan mereka tergenggam kerikil, dia berkata:"Bertakbirlah seratus kali!" Maka yang lainpun bertakbir seratus kali. Pemimpinnya mengatakan:"Bertahlil seratus kali!" Merekapun bertahlil (mengucapkan laa ilaaha illallaahu). Pemimpinnya mengatakan:"Bertasbihlah seratus kali!" Merekapun bertasbih seratus kali. Ibnu Mas'ud bertanya:"Lalu apa yang kau katakan kepada mereka?"
Abu Musa berkata:"Saya tidak mengatakan sesuatu karena menunggu pendapatmu."
Ibnu Mas'ud berucap:"Mengapa tidak kau perintahkan mereka menghitung dosa-dosa mereka, dan kau jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan mereka sedikitpun?"
Kemudian dia berjalan, dan kamipun mengikutinya sampai tiba di tempat halaqah-halaqah itu. Beliau berhenti dan berkata:"Apa yang sedang kalian kerjakan ini?"
Mereka berkata:"Ya Abu 'Abdirrahman, kerikil yang kami gunakan untuk bertakbir, bertahlil dan bertasbih."
Beliau berkata:
تَخَافُوْنَ أَلاَّ يَضِيْعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ فَعْدُّوا سَيِّئَتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ لِحَسَنَاتِكُمْ أَلاَ يَضِيعَ مِنْهَا شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صلّى الله عليه وعلى آله وسلم مُتَوَافِرُوْنَ وَهَذِهِ آنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُونَ بَابِ ضَلاَلَةٍ
"Coba kalian hitung dosa-dosa kalian, saya jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan kalian sedikitpun. Celaka kalian, wahai ummat Muhamamd! Alangkah cepatnya kalian binasa. Ini, mereka para sahabat Nabi kalian shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, masih banyak di sekitar kalian. Pakaian beliau belum lagi rusak, mangkok-mangkok beliau beliau lagi pecah. Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya. Sesungguhnya kalian ini berada di atas millah (ajaran) yang lebih lurus daripada ajaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, ataukah sedang membuka pintu kesesatan?"
Mereka berkata:"Demi Allah, wahai Abu 'Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan."
Beliau berkata:"Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak pernah mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam telah menyampaikan kepada kami satu hadits, kata beliau:
أَنَّ قَوْمًا يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تََرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنْ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُوْنَ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
"Sesungguhnya ada satu kaum mereka membaca Al Quran tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panah dari sasarannya."
Demi Allah, saya tidak tahu, barangkali sebagian besarnya adalah dari kalian." Kemudian beliau berpaling meninggalkan mereka.
'Amru bin Salamah mengatakan:"Sesudah itu kami lihat sebagian besar mereka ikut memerangi kami di Nahrawand bersama Khawarij."(Ash Shahihah no 2005).
Dalam riwayat Ibnu Wadldlah, dia mengatakan:"Sungguh kalian betul-betul berpegang dengan kesesatan ataukah kalian merasa lebih terbimbing daripada sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam?" (Al Bid'ah wan Nahyu 'anha 27).
Silakan pembaca perhatikan kisah ini –semoga Allah membimbing anda untuk mentaatinya-. Bagaimana sikap sahabat yang mulia 'Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu yang mengingkari halaqah (majelis dzikir) tersebut di masjid. Apakah anda mengira bahwa beliau mengingkari amalan dzikrullah dan mengingkari majelis dzikir ini, atau apakah anda menyangka bahwa beliau mengingkari tahlil, tasbih dan takbir? Apakah pantas kita katakan bahwa sahabat yang mulia ini mengingkari orang-orang yang ingin beribadah dan berlomba-lomba kepada kebaikan?
Tentunya, sekali-kali tidak demikian. Hal itu tidaklah diingkari oleh 'Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu. Dan bagaimana mungkin beliau mengingkarinya, sementara beliau termasuk rawi yang banyak menyampaikan hadits-hadits tentang keutamaan (fadlilah) tasbih, tahlil dan takbir. Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullahu Ta'ala.
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda:
لَقِيْتُ إِبْرَاهِيْمَ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أُقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلاَمَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ الْتُرْبَةِ, عَذْبَةُ المَاءِ, وَأَنَّهَا قِيْعَانٌ, وَأَنَّ غِرَاسَهَا: سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ وَلاَإِلَهَ إلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
"Saya bertemu dengan Nabi Ibrahim pada malam ketika saya diIsra`-kan. Dia bekata:"Ya Muhammad, sampaikan salamku kepada ummatmu, sampaikan bahwa surga itu harum tanahnya, airnya manis qa'ian dan tanaman-tanamannya adalah Subhanallahi, walhamdulillah, walaa ilaaha illallahu wallahu akbar."
Dan bagaimana mungkin Abu Musa Al Asy'ari mengingkarinya, padahal beliau juga termasuk sahabat yang meriwayatkan tentang keutamaan dzikir ini. Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim:"Katanya:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berkata kepadaku:
أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوْزِ الْجَنَّةِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ .قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قَوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
"Maukah kamu saya tunjukkan salah satu simpanan dari simpanan-simpanan surga?"Saya menjawab:"Tentu, ya Rasulullah." Kata beliau:"(Yaitu ucapan): لاحول ولا قوة إلا بالله(Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)."
Dan riwayat Bukhari dalam shahihnya dari Abu Musa radliyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam, beliau bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَيَذْكُرُهُ, مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepda Allah dengan orang yang tidak berdzikir kepada-Nya adalah seperti orang hidup dan orang yang mati."
Hadits-hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa keduanya sama mengetahui keutamaan dzikir ini dan keutamaan orang yang mengamalkannya dan melaksanakan tuntutan (konsekuensi) dari (kalimat) dzikir tersebut. Adapun yang ditentang oleh Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu adalah tatacaranya yang dilakukan bersamaan dengan suara keras bersama seorang amir (pemimpin, pengatur) yang memerintahkan mereka demikian. Kemudian ditambah lagi mereka menggunakan kerikil-kerikil untuk menghitung jumlah dzikir yang telah ditentukan, di mana tidak pernah dikerjakan seperti itu oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan para sahabatnya.
Dan tidak cukup dengan alasan mereka bahwa niat mereka baik. Beliau membantah dengan ungkapan yang sangat tepat yang selaras dengan prinsip pokok dan kaidah (pedoman) yang ditetapkan oleh syari'at yang mudah ini, kata beliau:"Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak mendapatkannya."
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً لَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
"Katakanlah:"Maukah kamu, kami terangkan tentang orang-orang yang paling merugi amalannya, sia-sia usaha mereka di dunia, dalam keadaan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya." (Al Kahfi 103).
Syaikh Abdurrazzaq bin 'Abdul Muhsin Al 'Abbad hafizhahullah Ta'ala setelah menyebutkan hadits Ibnu Mas'ud ini mengatakan:"Perhatikan bagaimana 'Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu mengingkari peserta halaqah itu, padahal mereka dalam majelis dzikir dan ibadah, hanya karena mereka berdzikir dan beribadah kepada Allah tidak dengan tuntunan syari'at. Di dalam hadits ini kita dapatkan dalil bahwasanya yang jadi ukuran atau standar suatu ibadah itu bukanlah jumlahnya, tetapi sesuai atau tidak dengan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud juga:"Sederhana dalam Sunnah lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam kebid'ahan."
Saya paparkan hal ini lebih dahulu dari dalil yang lain karena kemiripannya dengan perbuatan 'Arifin Ilham dan para pendukungnya ini –semoga Allah memberi taufik kepada kita dan mereka untuk mengikuti al haq-.
2. Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari-Muslim dari Barra` bin 'Azib radliyallahu 'anhu, katanya:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berkata kepadaku:
إِذَا أَتَيْتَ مَضَجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ.وَقَلْ: اِللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبِةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ.اِللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ. فَإِنْ مُتَّ مُتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ, فَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُوْلُ. فَقُلْتُ أَسْتَذْكِرُهُنَّ. وَبِرَسُوْلِكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ. قَالَ: لاَ, وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ
"Kalau kamu hendak tidur, berwudlu`lah seperti wudlu` untuk shalat, kemudian berbaringlah ke arah kanan, dan ucapkanlah:"Ya Allah, aku pasrahkan wajahku (diriku) kepada-Mu, dan saya serahkan kepada-Mu urusanku dan aku sandarkan kepada-Mu punggungku dalam keadaan berharap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada para Nabi-Mu yang telah Engkau utus. Maka kalau kamu mati, engkau mati di atas fithrah (Islam) dan jadikanlah dia sebagai akhir dari perkataanmu. Saya pun mengulanginya, saya katakan:"Dan dengan Rasul-Mu yang Engkau utus. Beliau berkata:"Bukan, (tapi) dengan Nabi-Mu yang Engkau utus."
Perhatikanlah –semoga Allah merahmati anda- bagaimana pengingkaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam terhadap Al Barra` bin 'Azib radliyallahu 'anhu ketika dia mengganti kalimat Nabi dengan Rasul karena lupa bukan sengaja.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan:"Yang lebih utama untuk dikatakan tentang hikmah bantahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam terhadap orang yang mengatakan Rasul sebagai ganti kata "Nabi" menunjukkan kepada kita bahwa lafaz kalimat yang diucapkan dalam dizikir adalah amalan yang sifatnya tauqifiyah (sesuai dengan contoh, aturan syari'at (Al Quran dan As Sunnah)–ed), dan kalimat-kalimat tersebut mengandung berbagai keistimewaan dan rahasia yang tidak tersentuh oleh kias (analogi), sehingga harus dihafal sebagaimana adanya." ('Aunul Ma'bud 13/265).
Al Mubarakfuri mengomentari penjelasan Al Hafizh ini, ia mengatakan:"Ini juga pilihan Imam Al Maziri, katanya:"Maka dzikir-dzikir ini dibatasi pada ketentuan harus sesuai dengan lafazh (teks) yang ada (yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam), dan biasanya pahalanya juga berkaitan dengan huruf-huruf dzikir itu. Atau boleh jadi kalimat-kalimat ini merupakan wahyu yang diwahyukan kepada beliau sehingga wajib pula untuk ditunaikan sesuai dengan bagaimana datangnya."(Tuhfatul Ahwadzi 10/20).
Imam An Nawawi mengatakan bahwa pendapat ini sangat baik. (Syarh Shahih Muslim 13/33).
Maka, bagaimana penilaian anda dengan orang yang mengajarkan tata cara dan lafaz-lafaz tertentu dengan tambahan dan perubahan lafaz-lafaz dzikir yang tidak diajarkan oleh Allah, Rasul-Nya dan para sahabat ataupun salafus shaleh dari ummat ini? Dan caranya atau lafaz-lafaznya justeru baru diajarkan oleh laki-laki sufi ini (Muhammad 'Arifin Ilham -ed)?
Alangkah tepat ucapan Imam Asy Syafi'i rahimahullahu yang mengatakan:
مَنْ اِسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
"Barangsiapa yang menganggap baik (istihsan) suatu perbuatan, berarti telah menetapkan satu syari'at."
3. Sa'id bin Al Musayyab rahimahullahu melihat seorang laki-laki shalat sunnah setelah terbit fajar (sunnah sebelum Shubuh) lebih dari dua raka'at, dan dia memperbanyak ruku' dan sujudnya dalam shalat itu, beliaupun melarangnya, tetapi orang itu berkata:"Wahai Abu Muhammad apakah Allah akan menyiksaku karena shalatku ini?" Beliau menjawab: "Tidak. Tetapi Dia akan menyiksamu karena kamu menyelisihi Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam."
Syaikh Al 'Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullahu (dalam Irwa`ul Ghalil 2/236) setelah menguraikan atsar ini, mengatakan:
وَهَذَا مِنْ بَدَائِعِ أَجْوِبَةِ سَعِيْدٍ بْنِ المُسَيْبِ رحمه الله تعالى, وَهُوَ سِلاَحٌ قَوِيٌّ عَلَى المُبْتَدِعَةِ الَّذِينَ يَسْتَحْسِنُونَ كَثِيرًا مَنْ الْبِدَعِ بِاسْمٍ أَنَّهَا ذِكْرٌ وَ صَلاَةٌ !! ثُمَّ يُنْكِرُونَ عَلَى أَهْلِ السُنَّةِ إِنْكَارَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ, وَيَتَّهِمُونَهُمْ بِأَنَّهُمْ يُنْكِرُونَ الذِّكْرَ وَ الصَّلاَةَ !!وَهُمْ يُنْكِرُونَ خِلاَفَهُمْ لِلسُنَّةِ فِي الذِّكْرِ وَ الصَلاَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ
"Ini adalah jawaban yang tepat dari Sa'id bin Al Musayyab rahimahullahu, sekaligus senjata ampuh terhadap ahli bid'ah yang menganggap baik berbagai kebid'ahan dengan istilah bahwa ini adalah dzikir dan shalat (atau ibadah dan lain-lain -ed). Kemudian mereka mengingkari sikap Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang menyalahkan mereka, bahkan menuduh Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengingkari shalat dan dzikir. Padahal yang diingkari pada diri mereka adalah penyelisihan mereka terhadap As Sunnah dalam masalah shalat dan dzikir atau ibadah lainnya."
4. Sufyan bin 'Uyainah mengatakan:"Saya mendengar Malik bin Anas rahimahullahu didatangi seseorang yang bertanya:"Wahai Abu 'Abdillah, dari mana saya harus melakukan ihram (untuk haji atau 'umrah)?" Imam Malik mengatakan:"Dari Dzul Hulaifah. Dari tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berihram." Orang itu berkata:"Saya ingin berihram dari Masjid (Masjid Nabi) dekat kuburan beliau."
Imam Malik mengatakan:"Jangan. Saya khawatir kamu tertimpa fitnah."
Orang itu berkata pula:"Fitnah apa? Bukankah saya hanya sekedar menambah beberapa mil saja?"
Imam Malik menegaskan:"Fitnah apalagi yang lebih hebat dari sikapmu yang menganggap engkau telah mengungguli Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam mendapatkan keutamaan di mana beliau telah menetapkan demikian sementara kau menambahnya? Dan saya mendengar firman Allah Ta'ala:
فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."(An Nuur 63).
Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim (Al Hilyah 6/326) dan Al Baihaqi (Al Madkhal 236).
Maka perhatikanlah bagaimana sikap Imam Darul Hijrah (Madinah) Malik bin Anas rahimahullahu terhadap laki-laki yang ingin melebihkan jarak ihramnya dari tempat yang biasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam berihram. Dia mencoba mengedepankan ra`yunya; dengan memulai ihram dari Masjid yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam sebagai tempat paling baik di muka bumi ini. Namun demikian, Imam Malik mengingkari perbuatannya walaupun jarak Masjid itu dengan Dzul Hulaifah kurang lebih satu mil. Beliau tidak menerima alasan orang itu karena tindakannya adalah penyelisihan terhadap Sunnah Rasulullah. Lalu, bagaimana dengan orang yang menambah dzikir-dzikir bid'ah dan tata cara yang dibuat-buat yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam dan para pendahulu ummat ini?
(Disalin dari "Bid'ah 'Amaliyah Dzikir Taubat, Bantahan terhadap 'Arifin Ilham Al Banjari", Penulis: Al Ustadz Abu Karimah 'Askari bin Jamal Al Bugisi, Murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i, Yaman.Diterbitkan dalam buku berjudul "Bid’ahnya Dzikir Berjama’ah Bantahan Ilmiah Terhadap M. Arifin Ilham Dan Para Pendukungnya" oleh penerbit Darus Salaf Darus Salaf Press, Wisma Harapan Blok A5 No. 5 Gembor, Kodya Tangerang HP. 081316093831 Email: darussalafpress@plasa.com).
|
|
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=620
|