
Bid'ahkah
ucapan “Shodaqallahul adzim” ? Penulis: Ustdaz Abu Hamzah Yusuf Aqidah, 21
- Juli - 2003, 02:43:34
Dasar agama Islam ialah hanya beramal dengan
Kitabullah dan Sunnah rasulNya. Keduanya adalah sebagai marja’
–rujukan- setiap perselisihan yang ada di tengah-tengah kaum
muslimin. Siapa yang tidak mengembalikan kepada keduanya maka
dia bukan seorang mukmin. Allah berfirman, “Maka demi Rabmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (QS An Nisa : 65). Telah mafhum bersama bahwa
Allah menciptakan manusia bukan untuk suatu urusan yang
sia-sia, tetapi untuk satu tujuan agung yang kemaslahatannya
kembali kepada manusia yaitu agar beribadah kepadaNya.
Kemudian tidak hanya itu saja, tetapi Allah juga mengutus
rasulNya untuk menerangkan kepada manusia jalan yang lurus dan
memberikan hidayah –dengan izin Allah- kepada sirotil azizil
hamid. Allah berfirman, “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al
Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan
kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS An Nahl :
64). Sungguh, betapa besar rahmat Allah kepada kita, dengan
diutusnya Rasulullah, Allah telah menyempurnakan agama ini.
Allah telah berfirman, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu dan
telah Kuridhoi islam itu jadi agama bagimu…” (QS Al Maidah :
3). Tak ada satu syariatpun yang Allah syariatkan kepada kita
melainkan telah disampaikan oleh rasulNya. Aisyah berkata
kepada Masyruq, “Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad
itu telah menyembunyikan sesuatu yang Allah telah turunkan
padanya, maka sungguh ia talah berdusta !” (HR. Bukhori
Muslim). Berkat Al Imam As Syatibi, “Tidaklah Nabi
meninggal kecuali beliau telah menyampaikan seluruh apa yang
dibutuhkan dari urusan dien dan dunia…” Berkat Ibnu Majisyun,
“Aku telah mendengar Malik berkata, “Barang siapa yang membuat
bid’ah (perkara baru dalam Islam), kemudian menganggapnya
baik, maka sungguh dia telah mengira bahwa Muhammad telah
menghianati risalah, karena Allah telah berfirman, “Pada hari
ini telah Kusempurnakan unutukmu agamamu…””” (QS Al Maidah :
3). Kaum muslimin –rahimakumullah-, sahabat Ibnu Mas’ud
telah berkata, “Ikutilah, dan jangan kalian membuat perkara
baru !”. Suatu peringatan tegas dimana kita tidak perlu untuk
menambah–nambah sesuatu yang baru atau bahkan mengurangi
sesuatu dalam hal agama. Banyak ide atau atau
anggapan–anggapan baik dalam agama yang tidak ada contohnya
bukanlah perbuatan terpuji yang akan mendatangkan pahala,
tetapi justru yang demikian itu berarti menganggap kurang atas
syariat yang telah dibawa oleh rasulullah, dan bahkan yang
demikian itu dianggap telah membuat syariat baru. Seperti
perkataan Iman Syafi’i, ”Siapa yang membuat anggapan-anggapan
baik dalam agama sungguh ia telah membuat syariat
baru.” Ucapan “sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran
atau satu ayat darinya bukanlah hal yang asing di kalangan
kita kaum muslimin -sangat disayangkan-. Dari anak kecil
sampai orang tua , pria atau wanita sudah biasa mengucapkan
itu. Tak ketinggalan pula –sayangnya- para qori Al Quran dan
para khotib di mimbar-mimbar juga mengucapkannya bila selesai
membaca satu atau dua ayat AlQuran. Ada apa memangnya dengan
kalimat itu ? Kaum muslimin –rahimakumullah-, mengucapkan
“sodaqollahul adzim” setelah selasai membaca Al Quran baik
satu ayat atau lebih adalah bid’ah, perhatikanlah keterangan-
keterangan berikut ini.
Pertama Dalam shahih
Bukhori no. 4582 dan shahih Muslim no. 800, dari hadits
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Berkata Nabi kepadaku,
“Bacakanlah padaku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah
aku bacakan kepadamu sedangkan kepadamu telah diturunkan?”
beliau menjawab, “ya”. Maka aku membaca surat An Nisa hingga
ayat “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila
Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat
dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas
mereka itu (sebagai umatmu).” (QS An Nisa : 41) beliau
berkata, “cukup”. Lalu aku (Ibnu Masud) menengok kepadanya
ternyata kedua mata beliau berkaca-kaca.” Sahabat Ibnu
Mas’ud dalam hadits ini tidak menyatakan “sodaqollahul adzim”
setelah membaca surat An Nisa tadi. Dan tidak pula Nabi
memerintahkannya untuk menyatakan “sodaqollahul adzim”, beliau
hanya mengatakan kepada Ibnu Mas’ud
“cukup”.
Kedua Diriwayatkan oleh Bukhori dalam
shahihnya no. 6 dan Muslim no. 2308 dari sahabat Ibnu Abbas
beliau berkata, “Adalah Rasulullah orang yang paling giat dan
beliau lebih giat lagi di bulan ramadhan, sampai saat Jibril
menemuinya –Jibril selalu menemuinya tiap malam di Bulan
Ramadhan- bertadarus Al Quran bersamanya”. Tidak dinukil
satu kata pun bahawa Jibril atau Nabi Muhammad ketika selesai
qiroatul Quran mengucapkan “sodaqollahul
adzim”.
Ketiga Diriwayatkan oleh Bukhori dalam
shahihnya no. 3809 dan Muslim no. 799 dari hadits Anas bin
Malik –radiyallahu anhuma-, “Nabi berkata kepada Ubay,
“Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membacakan kepadamu “lam
yakunil ladzina kafaru min ahlil kitab” (“Orang-orang kafir
yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa
mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)…”) (QS Al Bayyinah
: 1). Ubay berkata , ”menyebutku ?” Nabi menjawab, “ya”, maka
Ubay pun menangis”. Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul
adzim” setelah membaca ayat
itu.
Keempat Diriwayatkan oleh Bukhori dalam
shahihnya no. 4474 dari hadits Raafi’ bin Al Ma’la
–radiyallahu anhuma- bahwa Nabi bersabda, “Maukah engkau
kuajari surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum aku
pergi ke masjid ?” Kemudian beliau (Nabi) pergi ke masjid,
lalu aku mengingatkannya dan beliau berkata, “Alhamdulillah,
ia (surat yang agung itu) adalah As Sab’ul Matsaani dan Al
Quranul Adzim yang telah diberikan kepadaku.” Beliau tidak
mengatakan “sodaqollahul adzim”.
Kelima Terdapat
dalam Sunan Abi Daud no. 1400 dan Sunan At Tirmidzi no. 2893
dari hadits Abi Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Ada satu
surat dari Al Quran banyaknya 30 ayat akan memberikan syafaat
bagi pemiliknya –yang membacanya/ mengahafalnya- hingga ia
akan diampuni, “tabaarokalladzii biyadihil mulk” (“Maha Suci
Allah yang ditanganNyalah segala kerajaan…”) (QS Al Mulk :
1). Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah
membacanya.
Keenam Dalam Shahih Bukhori no. 4952
dan Muslim no. 494 dari hadits Baro’ bin ‘Ajib berkata, “Aku
mendengar Rasulullah membaca di waktu Isya dengan “attiini waz
zaituun” , aku tidak pernah mendengar seorangpun yang lebih
indah suaranya darinya”. Dan beliau tidak mengatakan
setelahnya “sodaqollahul adzim”.
Ketujuh Diriwatkan
oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 873 dari hadits Ibnat
Haritsah bin An Nu’man berkata, “Aku tidak mengetahui/hafal
“qaaf wal qur’aanil majiid” kecuali dari lisan rasulullah,
beliau berkhutbah dengannya pada setiap Jumat”. Tidak
dinukil beliau mengucapkan setelahnya “sodaqollahul adzim” dan
tidak dinukil pula ia (Ibnat Haritsah) saat membaca surat
“qaaf” mengucapkan “sodaqollahul adzim”. Jika kita mau
menghitung surat dan ayat-ayat yang dibaca oleh Rasulullah dan
para sahabatnya serta para tabiin dari generasi terbaik umat
ini, dan nukilan bahwa tak ada satu orangpun dari mereka yang
mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membacanya maka akan
sangat banyak dan panjang. Namun cukuplah apa yang kami
nukilkan dari mereka yang menunjukkan bahwa mengucapkan
“sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat
darinya adalah bid’ah –perkara yang baru- yang tidak pernah
ada dan di dahului oleh genersi pertama. Kaum muslimin
–rahimakumullah-, satu hal lagi yang perlu dan penting untuk
diperhatikan bahwa meskipun ucapan “sodaqollahul adzim”
setelah qiroatul Quran adalah bid’ah, namun kita wajib
meyakini dalam hati perihal maknanya bahwa Allah maha benar
dengan seluruh firmannya, Allah berfirman, “Dan siapa lagi
yang lebih baik perkataanya daripada Allah”, dan Allah
berfirman, “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya dari
pada Allah”. Barang siapa yang mendustakanya –firman Allah-
maka ia kafir atau munafiq. Semoga Allah senantiasa
mengokohkan kita diatas Al Kitab dan Sunnah dan Istiqomah
diatasnya. Wal ilmu
indallah.
| |
Silahkan menyalin & memperbanyak artikel
ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel :
http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=125
|