Hukum Merayakan Malam Isra' Mi'raj
Kategori Bid'ah Dan Bahayanya
Selasa, 23 Agustus 2005
07:46:07 WIB
HUKUM MERAYAKAN MALAM ISRA' MI'RAJ
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba'du,
Tidak diragukan lagi bahwa isra' mi'raj termasuk tanda-tanda kebesaran Allah
yang menunjukkan kebenaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
keagungan kedudukan beliau di sisiNya, juga menujukkan kekuasaan Allah yang
Mahaagung dan ketinggianNya di atas semua makhlukNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman.
"Artinya : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam
dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran
Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. " [Al-Isra’: 1]
Telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara
mutawatir, bahwa beliau naik ke langit, lalu dibukakan baginya pintu-pintu
langit sehingga mencapai langit yang ketujuh, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala
berbicara kepadanya dan mewajibkan shalat yang lima waktu kepadanya. Pertama-tama
Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkannya lima puluh kali shalat, namun Nabi kita
tidak langsung turun ke bumi, tapi beliau kembali kepadaNya dan minta
diringankan, sampai akhirnya hanya lima kali saja tapi pahalanya sama dengan
lima puluh kali, karena suatu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Fuji
dan syukur bagi Allah atas semua nik'matNya.
Tentang kepastian terjadinya malam isra mi'raj ini tidak disebutkan dalam
hadits-hadits shahih, tidak ada yang menyebutkan bahwa itu pada bulan Rajab dan
tidak pula pada bulan lainnya. Semua yang memastikannya tidak benar berasal dari
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian menurut para ahli ilmu. Allah
mempunyai hikmah tertentu dengan menjadikan manusia lupa akan kepastian tanggal
kejadiannya. Kendatipun kepastiannya diketahui, kaum muslimin tidak boleh
mengkhususkannya dengan suatu ibadah dan tidak boleh merayakannya, karena Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya dan
tidak pernah mengkhususkannya. Jika perayaannya disyari'atkan, tentu Rasulullah
telah menerangkannya kepada umat ini, baik dengan perkataan maupun dengan
perbuatan. Dan jika itu syari’atkan, tenu sudah diketahui dan dikenal serta
dinukilkan dari para sahabat beliau kepada kita, karena mereka senantiasa
menyampaikan segala sesuatu dari Nabi mereka yang dibutuhkan umat ini, bahkan
merekalah orang-orang yang lebih dulu melaksanakan setiap kebaikan jika perayaan
malam tersebut disyari'’atkan, tentulah merekalah manusia pertama yang
melakukannya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling loyal terhadap
sesama manusia, beliau telah menyampaikan risalah dengan sangat jelas dan telah
menunaikan anamat dengan sempurna. Seandainya memuliakan malam tersebut dan
merayakannya termasuk agama Allah, tentulah nabi tidak melengahkanya tidak
menyembunyikan. Namun karena kenyataannya tidak demikian, maka diketahui bahwa
merayakannya dan memuliakannya sama sekali bukan termasuk ajaran Islam, dan
tanpa itu Allah telah menyatakan bahwa dia telah menyempurnakan untuk umat ini
agamanya dan telah menyempurnakan nimatnya serta mengingkari orang yang
mensyariatkan sesuatu dalam agama ini yang tidak diizinkannya. Allah telah
berfirman.
"Artinya : Pada Hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah
kucukupkan kepadamu nikmat Ku" [Al-Ma’idah :3 ].
Kemudian dalam ayat lain disebutkan.
"Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah sekiranya ada
ketetapan yang menentukan (dariAllah) tentulah mereka telah binasa. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih
.” [Asy-Syura : 21]
Telah diriwayatkan pula dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
hadits-hadits shahih peringatan terhadap bid’ah dan menjelaskan bahwa
bid’ah-bid’ah itu sesat. Hal ini sebagai peringatan bagi umatnya tentang
bahayanya yang besar dan agar mereka menjahukan diri dari melakukannya,
diantaranya adalah yang disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Aisyah Radhiyallahu
'anha, dari nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam
Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.".
Dalam riwayat Musliim disebutkan.
"Artinya : Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan
maka ia tertolak." [1]
Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan, dari Jabir, ia mengatakan, bahwa dalam
salah satu khutbah Jum'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan.
"Artinya : Amma ba ‘du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah,
sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah
hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat." [2]
An-Nasa'i menambahkan pada riwayat ini dengan ungkapan.
"Artinya : Dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka." [3]
Dalam As-Sunan disebutkan, dari Irbadh bin Sariyah , ia berkata, "Rasulullah
mengimami kami shalat Shubuh, kemudian beliau berbalik menghadap kami, lalu
beliau menasehati kami dengan nasehat yang sangat mendalam sehingga membuat air
mata menetes dan hati bergetar. Kami mengatakan, 'Wahai Rasulullah, tampaknya
ini seperti nasehat perpisahan, maka berwasiatlah kepada kami. Beliau pun
bersabda.
"Artinya : Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, ta’at dan
patuh, walaupun yang memimpin adalah seorang budak hitam. Sesungguhnya siapa di
antara kalian yang masih hidup setelah aku tiada, akan melihat banyak
perselisihan, maka hendaklah kalian memegang teguh sunnahku dan sunnah
Khulafa'ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah itu dengan geraham, dan
hendaklah kalian menjauhi perkara-perakara yang baru, karena setiap perkara baru
itu adalah bid 'ah dan setiap bid'ah itu sesat'."[4]
Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini.
Telah disebutkan pula riwayat dari para sahabat beliau dan para salaf shalih
setelah mereka, tentang peringatan terhadap bid'ah. Semua ini karena bid'ah itu
merupakan penambahan dalam agama dan syari'at yang tidak diizinkan Allah serta
merupakan tasyabbuh dengan musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nashrani
dalam penambahan ritual mereka dan bid'ah mereka yang tidak diizinkan Allah, dan
karena melaksanakannya merupakan pengurangan terhadap agama Islam serta tuduhan
akan ketidaksempurnaannya. Tentunya dalam hal ini terkandung kerusakan yang
besar, kemungkaran yang keji dan bantahan terhadap firman Allah SUbhanahu wa
Ta'ala.
"Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu." [Al-Ma'idah:
3]
Serta penentangan yang nyata terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam yang memperingatkan perbuatan bid'ah dan peringatan untuk menjauhinya.
Mudah-mudahan dalil-dalil yang kami kemukakan tadi sudah cukup dan memuaskan
bagi setiap pencari kebenaran untuk mengingkari bid'ah ini, yakni bid'ah
perayaan malam isra' mi'raj, dan mewaspadainya, bahwa perayaan ini sama sekali
tidak termasuk ajaran agama Islam. Kemudian dari itu, karena Allah telah
mewajibkan untuk loyal terhadap kaum muslimin, menerangkan apa-apa yang
disyari'atkan Allah kepada mereka dalam agama ini serta larangan menyembunyikan
ilmu, maka saya merasa perlu untuk memperingatkan saudara-saudara saya kaum
muslimin terhadap bid'ah ini yang sudah menyebar ke berbagai pelosok,
sampai-sampai dikira oleh sebagian orang bahwa perayaan ini termasuk agama.
Hanya Allah-lah tempat meminta, semoga Allah memperbaiki kondisi semua kaum
muslimin dan menganugerahi mereka pemahaman dalam masalah agama. Dan semoga
Allah menunjuki kita dan mereka semua untuk senantiasa berpegang teguh dengan
kebenaran dan konsisten padanya serta meninggalkan segala sesuatu yang
menyelisihinya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas itu. Shalawat, salam dan berkah
semoga dilimpahkan kepada hamba dan utusanNya, Nabi kita, Muhammad, keluarga dan
para sahabatnya.
[At-Tahdzir minal Bida’, hal.16-20, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. HR. Muslim dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
[2]. HR. Muslim dalam Al-Jumu’ah (867).
[3]. HR. An-Nasa’I dalam Al-Idain (1578).
[4]. HR. Abu Dawud dalam As-Sunnah (4607). Ibnu Majjah dalam Al-Muqaddimah (42).
Sumber :
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1546&bagian=0