Message: 1
Date: Wed, 28 Apr 2004 09:04:26
+0700
From: andrip@jsx.co.id
Subject: MENJAWAB SYUBHAT
SEKITAR MAULID NABI [1]
-----Original Message-----
From:
Agung Priadi [mailto:apriadi27@yahoo.com]
Sent: 10 Maret 2004
10:28
MENJAWAB SYUBHAT
SEKITAR MAULID NABI
Bagian
1/5
Pengantar
Syubhat adalah kesamaran, dan dia
adalah sekondan dari 2 partner dalam menggerogoti hati manusia.,sebagai virus
penyakit penghasung manusia menuju kebinasaan.
Al-Imam Ibnu
Abil 'Izzi menguraikan tentang penyakit hati ini: Penyakit hati itu ada dua
macam: Penyakit syahwat dan penyakit syubhat. Keduanya
tersebut dalam Al-Qur'an. Allah berfirman, artinya:
v "Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara (melembut-lembutkan bicara) sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya. " (Al-Ahzab:32) Ini yang disebut penyakit syahwat.
Allah juga berfirman, artinya:
v "Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya..."(Al-Baqarah : 10)
Allah juga berfirman, artinya:
v "Dan adapun
orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
Penyakit
di sini adalah penyakit syubhat. Penyakit ini lebih
parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit
syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah
terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau
Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.[ "Tahdzib Syarh
Ath-Thahawiyah..." karya Syeikh Abdul Akhir Hammad Alghunaim]
Apa
akibatnya bila syubhat dan kesamaran ini melanda bercampur aduk dalam pemahaman
agama dan ibadahnya? Tentu secara nyata dan terbuktikan bahwa
sebagian besar dari produk ibadah bid'ah adalah akibat dari kesamaran alias
syubhat. Dan pada kesempatan ini,kami hadirkan
syubhat-syubhat seputar perayaan Maulid Nabi Shalallahu alaihi wa sallam
yang merupakan sebuah risalah kelanjutan dari postingan
<http://us.f603.mail.yahoo.com/ym/NAPAK%20TILAS%20PERAYAAN%20MAULID%20NABI.d
oc> Napak Tilas Perayaan Maulid.
Pada bagian postingan terdahulu berbicara mengenai sejarah
dan penggagasnya, berikut adalah kerancuan yang dijadikan dalih untuk tetep
melangsungken acara ini beserta jawabannya agar tersingkap kesamaran dan
jelaslah jalan siapa yang patut ditempuh. Salah satu contoh syubhat
tersebut pernah hadir dalam sebuah catatan lama dibawah ini:
#########
07 jun 2001 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
.....Sebagaimana yg telah saya sebutkan
kemarin, memang tidak ada satu pun
hadits yang secara eksplisit memerintahkan
perayaan Maulid Nabi Shalallahu
'alaihi wasallam. Akan tetapi al-Hafidh Ibnu
Hajar al-Asqalani dan al-Hafidh
as-Suyuthi telah MEMBOLEHKAN peringatan
Maulid Nabi Shalallahu
'alaihi
wasallam............
Dalil-dalil:
al-Hafidh Jalaludin
al-Suyuthi telah menulis di dalam kitab "al-Haawii lil-Fatawaa", bhw al-Hafidh
ibnu Hajar al-Asqalani telah ditanya mengenai perayaan menyambut Maulidurrasul
(Shalallahu 'alaihi wasallam) dan beliau telah memberi jawaban sbb.
Adapun perbuatan menyambut Maulid Nabi Shalallahu 'alaihi
wasallam merupakan bid'ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para Salafusshaleh
pada 300 tahun pertama sesudah hijrah. Walaupun begitu, hal itu penuh
dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji,meskipun kadangkala dinodai oleh perbuatan-perbuatan yang
tidak seharusnya. Jika peringatan Maulid Nabi Shalallahu
'alaihi wasallam itu terpelihara dari
perkara-perkara yang melanggar syari'ah
maka ia tergolong perbuatan BID'AH HASANAH, tetapi jika peringatan tersebut
diisi perkara-perkara yang melanggar syari'ah maka bukan tergolong bid'ah
hasanah.
Untuk menjadi dalil bagi perayaan Maulid Nabi
Shalallahu 'alaihi wasallam, hadits di bawah ini boleh digunakan, yakni hadits
riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim: Semasa Nabi berada di Madinah, beliau
mendapati bahwa kaum Yahudi berpuasa pada hari kesepuluh Muharranm ('Asyura) dan
beliau (Shalallahu 'alaihi wasallam) bertanya ttg perbuatan mereka.
Kata mereka, mereka berpuasa karena pada hari tersebut Nabi Musa telah diselamatkan (oleh Allah Subhanahu wa ta'ala ) dan Firaun telah ditenggelamkan. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam berkata, "Justru kamilah yang lebih pantas berpuasa untuk menyatakan kesyukuran kami." Perkara ini menjadi dalil untuk menyatakan kesyukuran karena Allah SWT telah merahmati hari tersebut dan menjauhkan bala, dan seseorang sepatutnya bersyukur akan datangnya hari tersebut pada setiap tahun,bersyukur melalui berbagai jenis 'ibadah, seperti solat, memberi sedekah, membaca Quran, dsb.
Lantas,RAHMAT apakah yang lebih besar daripada kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam--yang menjadi rahmat bagi seluruh alam?al-Hafidh as-Suyuthi juga menyatakan perayaan Maulid tsb hukumnya sunnat/manduub (lih. kitab beliau: Husnul-Maqashid fii 'Amalil-Maulid, hal. 54, 62, 64,65).......
######
Nah itulah sederetan syubhat yang ditebar,..bagaimanakah kedudukannya terhadap syariat yang
mulia ini??? Dan bagaimana pula amalan para salaful ummah
menyikapinya???
Ini adalah risalah episode 2 dari rencana (Insya Allah) trilogi ttg
Maulid:
1. Napak
Tilas Perayaan Maulid
2. Menjawab Syubhat seputar
Maulid
3. Ulama
berbicara tentang Maulid
Semoga bermanfaat
adanya.
Mukaddimah
Ketika bid'ah
peringatan Maulid Nabi Shalallahu alaihi wa sallam terjadi pada masa Ubadiyyun
dan menyebar dikalangan manusia karena adanya kekeringan jasmani dan
rohani,disamping itu orang-orang Islam telah meninggalkan jihad dijalan
Allah,maka tertanamlah bid'ah tersebut dalam jiwa mereka dan menjadi bagian
akidah kebanyakan orang bodoh.Sehingga sebagian ilmuwan seperti
AsSuyuthi rahimahullahu tidak mempunyai celah untuk
melakukan pembahasan khusus tentang syubhat (keragu-raguan) yang mungkin bisa
ditunjukkan dari pembolehan peringatan Maulid Nabi ini.Hal itu dilakukan karena
demi kebaikan umum dan khusus disatu sisi,disisi lain karena untuk menjaga
perasaan ulama dan takut kepada penguasa dan orang awam.
1. SYUBHAT PERTAMA :
AsSuyuthi
rahimahullahu berkata,"Imam al Huffadz Abu Fadhl Ahmad bin Hajar
-Al
Asqalani-[1] telah mentakhrij mengenai masalah Maulid yang didasarkan kepada Sunnah,maka
saya
mentakhrijnya sebagai sumber kedua,"Syaikhul Islam Hafidz Al Ashr Abu Al
Fadhl Ahmad bin Hajar -Al Asqalani- ditanya tentang peringatan Maulid,maka dia
menjawab:
"Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid'ah karena tidak
seorangpun dari ulama salafusholih 3 abad pertama yang melakukannya.Akan tetapi
,bagaimanapun peringatan itu telah mencakup kebaikan dan juga kejelekan,maka
barangsiapa bisa mengambil baiknya dan membuang jeleknya ,peringatan Maulid itu
menjadi bid'ah hasanah; jika memang tidak maka tidak menjadi bid'ah
hasanah."
Dia berkata,"Adapun saya mengembalikan masalah ini
kepada sumber pokoknya ,yaitu sebuah hadits yang
diriwayatkan dalam Shahihain dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam ,
ü Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiallahu anhu berkata, Sewaktu Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tiba di
Madinah,baginda mendapati orang-orang Yahudi berpuasa
pada hari AsySyura.Ketika ditanya tentang puasa mereka,mereka menjawab,"Hari ini
adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa alaihi
salam dan kaum Bani Israel dari Fir'aun.Kami merasa perlu berpuasa pada hari ini
sebagai ucapan terima kasih kami kepadaNya
.Lalu Raslullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:"Kami lebih berhak daripada kamu dan Nabi Musa dalam hal ini.Kemudian baginda memerintahkan para shahabat supaya berpuasa pada hari tersebut." (Mutafak alaihi)
[BM__Hlt60545070 <http://us.f603.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=22378#satu>
2]BM__Hlt60545059
Dari hadits diatas dapat ditarik benang merah
bahwa untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita
pada hari tertentu atau untuk mencegah musibah dan bencana tertentu; Rasulullah
Shalallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita agar memperbanyak ibadah
didalamnya dengan berbagai macam bentuknya,seperti shalat,puasa,shadaqoh,membaca
al Qur'an dan sebagainya.Nikmat mana yang lebih besar daripada nikmat datangnya
nabi yang penuh rahmat pada hari kelahirannya.
Maka dari itu ,hendaknya pada hari kelahirannya itu dirayakan dengan
ibadah,sehingga sama dengan kisah Musa alaihi salam pada bulan AsySyura.Orang
yang tidak memperhatikan masalah ini ,tidak akan peduli hari apa dan bulan apa
melakukan perayaan Maulid,bahkan ada sekelompok orang yang memindahkan hari
peringatan Maulid itu pada satu hari ,kapanpun dalam satu tahun itu.Ini sudah
meniyimpasng dari pokok persoalan." [Al Haawi I:196,buku nomor 24]
Pernyataan
syubhat diatas dapat dijawab dari berbagai sisi.
ط SISI PERTAMA
Pada awal
jawabannya,Ibnu Hajar dengan terus terang mengatakan bahwa pada dasarnya
peringatan Maulid itu adalah BID'AH karena dalam 3 abad pertama Islam ,tidak
seorangun ulama salaf yang melakukannya.Jawaban ini sebenarnya cukup untuk
mencela peringatan maulid,karena jika peringatan Maulid itu baik,tentu sudah
dilakukan oleh para shahabat ,tabi'in dan para imam sesudahnya <http://us.f603.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=22378#dua>
[3].
ط SISI KEDUA
Takhrij
Ibnu Hajar dalam fatwa-fatwanya tentang peringatan Maulid yang didasarkan pada
hadits tentang puasa AsySyura adalah TIDAK PAS, karena itu (adalah) persoalan
yang berbeda dan tidak mungkin disatukan.Pada awal fatwanya,Ibnu Hajar berkata
bahwa tidak seorangpun ulama salaf dari 3 abad pertama yang mengadakan
peringatan Maulid.Jika para salafushsholih tidak mengadakan peringatan Maulid
berdasarkan pemahaman nash yang difahami orang-orang yang sesudahnya,maka
pemahaman mereka (orang-orang sesudah para salaf) itu, tidak bisa disebut
pemahaman yang benar,karena jika pemahaman itu benar,tentu tidak bertentangan
dengan pemaham salafussholih.
Dalil tentang puasa Asy Syura tidak tepat bila digunakan untuk dalil
peringatan Maulid,karena jika itu bisa dijadikan dalil,tentu para salafusholih
melakukannya.Dengan demikian istimbath (kesimpulan) Ibnu Hajar tentang bolehnya
peringatan Maulid Nabi dari hadits tentang puasa AsySyura, bertentangan dengan
ijma' (kesepakatan) para salaf,baik dari sisi pemahaman maupun praktisnya.Segala
sesutu yang bertentangan dengan ijma' mereka adalah SALAH,karena mereka tidak
membuat kesepakatan kecuali dengan petunjuk.[Al Qaul Al Fashl,hal.78]
AsySyatibi rahimahullahu telah memaparkan masalah ini dalam bukunya Al
Muwafaqaat fi Ushul Al Ahkaam.[III,41-44,masalah ke-12 bab Al Adillah
asySyar'iyyah"]
ط SISI
KETIGA
Membolehkan peringatan Maulid dengan dalil puasa AsySyura merupakan
pembebanan ibadah yang tertolak,karena ibadah harus didasarkan pada syariat dan
ittiba' , bukan pada beda pendapat, ISTIHSAN , dan BID'AH. (Ar Radd al Qawi,hal
32)
ط SISI KE-EMPAT
Puasa
AsySyura telah dilakukan Nabi Shalallahu alaihi wa sallam dan disunnahkan,lain
halnya dengan peringatan Maulaid dan perayaannya.Nabi Shalallahu alaihi wa
sallam tidak melakukannya dan tidak menyunahkannya.Seandainya dalam hal ini ada
sisi kebaikannya bagi umat,tentu beliau telah menjelaskannya kepada
umatnya,karena tidak ada kebaikan kecuali semuanya telah dijelaskan dan
disunnahkan, sebaliknya tidak ada kejelekan kecuali semuanya telah dilarang dan
diingatkan.Bid'ah termasuk kejelekan
yang dilarang dan diingatkan.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
ü "Jauhilah
kalian setiap yang perkara yang baru,karena setiap perkara
baru adalah bid'ah
dan setiap bid'ah adalah sesat."(diriwayatkan Mutafak
alaihi)
ü Amma
ba'du.Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
Kitabullah,sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad,sejelek-jelek
perkara dalah yang baru,dan
setiap perkara yang baru ,setiap bid'ah adalah
sesat."
[BM__Hlt60547580
<http://us.f603.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=22378#tiga>
4]
Catatan kaki;
satunol
[1] Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad al Kannani al Asqalani,Abu Fadhl, Syihabuddin,seorang ilmuwan dan sejarawan terkemuka,serta salah seorang pembesar huffaz.Dia berasal dari Asqalani,dilahirkan di Mesir tahun 733H,menjabat sebagai qadhi Mesir kemudian turun,meninggal dunia di Mesir pada tahun 852H.Memiliki banyak karya tulisan,diantaranya Fathul Bari Bisyarh Shahih Al Bukhari, Ad Durar al Kaminah Fi A'yaan Al Mi'ah AtsTsaminah, Tahdzibut Thadzib, Al Ishabah fi Tamyiz Asma' AshShahabah.Biografi lengkapnya lihat Thabaqat Al Huffadz hal 552, biogarfi no.1190, Kitab Sadzaraat AdzDzahab VII hal 270, dan Al Badr Ath Thali' I hal 87.
[2] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahih-Nya
yang dicetak bersama Fathul Bari IV,244,kitab Ash Shaum,hadits
no.2004.Diriwayatkan Mulsim dalam ShahihNya ,II,729,kitab Puasa,hadits
1130.
dua
[3] Ya! Kalau sekiranya perbuatan
itu baik tentulah para Shahabat telah mendahului kita mengamalkannya.
(Lau kaana khoiron lasabaquuna ilaihi) Dan cara-cara untuk mendekatkan diri
kepada Rabb harus dibatasi pada cara yang berlandaskan pada nash-nash saja,tidak boleh dilakukan berdasarkan ukuran dan pemikitran
belaka (lih. Tafsir Ibnu Katsir
[4] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya III,310;
Muslim dalam ShahihNya II,592, Kitab Al Jum'ah hadits no.867; An Nasai dalam
Sunannya III,188-189, Kitab Shalat al Idain bab Kaifa al Khutbah"; Ibnu Majah
dalam Sunannya I,17,bab Al Muqaddimah, hadits
45.
========================================================
Dari Al Bida'
Al Hauliyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri Darul
Fadhilah-Riyadh cet 1,1421H-2000M hal 146-206 Edisi Indonesia: Ritual Bid'ah
dalam Setahun ,penerjemah Muniril Abdidin Penerbit Darul Falah cet 1 Januari
2003 Dzulqo'dah 1423H, hal 150-221