Diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com
Message: 12
Date: Fri, 13 May 2005 10:15:12 +0800 (CST)
From: abah naufal <abahnaufal@yahoo.com.sg>
Subject: >>Etika Amar Maruf Nahi Mungkar<<
Etika Amar Maruf Nahi Mungkar
Oleh :Syeikh Islam Ibnu Taimiyah -rahimuhullah -
(diambil dari majmu fatawa, jilid 14 hal : 479 - 483)
Alih Bahasa : Muhammad Elvi Syam. L.c.
Allah Taala yang Maha Tinggi dan Maha Besar berfirman: Artinya:"Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu; tiada orang yang sesat itu akan memberi mudharat
kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk". ( Q.S: 5;105 ),
Ayat ini tidak bermakna larangan atau perintah untuk meninggalkan amar maruf (kebaikan)
dan nahi mungkar (kejelekan), sebagaimana yang terdapat dalam hadits masyhur di
Kutubus Sunan, dari Abu Bakr As-Shidiq, (Ia) berkhutbah di atas mimbar
Rasulullah saw dan berkata : " Wahai manusia sesungguhnya kalian membaca ayat
ini dan menerapkannya bukan pada tempatnya, sungguh saya telah mendengar
Rasulullah saw bersabda :
Artinya : " Sesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran, kemudian tidak
merubahnya, maka hampir-hampir Allah menimpakan azab dari-Nya kepada mereka
semua". (H.R. Ahmad dimusnadnya dari Abi Bakr, dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani
di kitab Shohih Al Jami , no: 1974, juz; 1/ 398.)
Dan demikian juga dalam hadits Abi Tsalabah Al-Khusyani yang marfu (yang sampai
ke Rasulullah ) dalam menafsirkan ayat ini :
Artinya:" Apabila kamu melihat kebakhilan yang ditaati, dan hawa nafsu yang
dituruti, dan setiap orang yang memiliki pendapat taajub dengan pendapatnya,maka
uruslah (sibuklah) dengan kepentingan dirimu sendiri" ( H.R. Tirmizi dari Abi
salabah Al Khusyani, no 3058 ).
Hadits ini ditafsirkan oleh hadits Abi Said di kitab Muslim :
Artinya: "Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka hendaklah dia
merubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, apabila tidak sanggup, (rubahlah)
dengan lisannya, apabila tidak sanggup, (rubahlah) dengan hatinya, yang demikian
adalah selemah-lemah keimanan ". (H.R. Muslim dan lainnya dari Abi Said Al
Khudri.)
Dan apabila ahli fujur (pelaku maksiat) kuat, sehingga mereka tidak lagi mau
mendengarkan kebaikan, bahkan mereka menyakiti orang yang melarang kemungkaran,
karena mereka itu telah dikuasai oleh rasa kikir dan hawa nafsu serta rasa
sombong, maka pada keadaan seperti ini, merubah dengan lisanpun gugur dan yang
tinggal merubah dengan hati.(assyuhhu) adalah rasa sangat ambisi yang
mengakibatkan kepada kebakhilan dan kezoliman, yaitu menolak kebaikan dan
membencinya. (alhawa al muttaba) hawa nafsu yang dituruti terwujud dalam
keinginan terhadap keburukan dan mencintainya. (al ijab bir rayi) takjub (bangga)
dengan pendapat sendiri yaitu (bangga) pada akal dan ilmu.
Maka (pada hadits di atas) Beliau saw telah menyebutkan rusak tiga kekuatan
yaitu : ilmu, cinta dan benci. Sebagaimana dalam hadits lain : Artinya : " Tiga
hal yang mencelakakan; rasa kikir yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti dan
rasa takjub seseorang dengan dirinya sendiri" dan di hadapan tiga hal yang
mencelakakan ini, terdapat tiga hal yang menyelamatkan :
Artinya: " Rasa takut kepada Allah dalam keadaan sunyi dan keramaian, dan sikap
sederhana di waktu miskin dan kaya dan berkata benar di waktu marah dan ridho "
( H.R. Tharoni di Mujam Ausath dari Anas dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani di
kitab Shohih Al-Jami, no : 3039, juz ; 1/ 583 )
Itulah yang selalu dimohon Rasulullah r dalam doanya, seperti pada hadits lain :
Artinya : " Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu rasa takutan akan
diri-Mu di waktu sunyi dan keramaian, dan saya memohon kepada-Mu untuk (mampu)
berkata benar di waktu marah dan ridho, dan saya memohon kepada-Mu untuk sikap
sederhana di waktu miskin dan kaya" ( H.R. Nasai dari Amar bin Yasir, no: 1304
dan dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani di kitab Shohih Jami no : 1301, 1/279 ).
Maka rasa takut kapada Allah, lawan dari menuruti hawa nafsu, karena rasa takut
mencegah perbuatan tersebut (menuruti hawa nafsu). Sebagaimana firman Allah :
Artinya : "Dan adapun orang yang takut akan kedudukan Robnya, dan mencegah
dirinya dari hawa nafsu ".( Q.S. 79 ;40 )
Sikap sederhana diwaktu miskin dan kaya, lawan dari rasa ambisi yang ditaati.
Berkata benar diwaktu marah dan ridho, lawan dari rasa takjub (bangga) seseorang
dengan dirinya.
Apa yang dikatakan oleh As-Shiddiq sangat jelas, karena sesungguhnya Allah
berfirman : (aaikum anfusakum) artinya: pegang teguhlah dan sibuklah dengan diri
kalian. Dan termasuk dalam kemashlahatan diri, mengerjakan apa yang
diperintahkan kepadamu, baik perintah (yang harus dikerjakan) atau larangan
(yang harus ditinggalkan). Dan berfirman : Artinya : "Orang yang sesat tidak
akan membahayakanmu apabila kamu mendapat petunjuk (hidayat) " ( Q.S. 5;105 ).
Hidayah itu akan terwujud, bila Allah ditaati dan kewajiban ditunaikan, baik
berupa perintah atau larangan dan yang lainnya.
Di dalam ayat tersebut di atas, terdapat beberapa faidah yang agung:
Pertama : Hendaknya seorang mukmin tidak takut terhadap orang-orang kafir dan
munafik, karena mereka itu tidak akan membahayakannya, selama dia telah mendapat
petunjuk.
Kedua : Janganlah dia bersedih dan gelisah terhadap mereka, sebab kemaksiatan
mereka tidak akan membahayakannya apabila dia telah mendapat petunjuk. Sebab
bersedih terhadap apa yang tidak membahayakan merupakan hal yang sia-sia. Kedua
makna ini disebutkan dalam firman Allah :
Artinya : " Dan bersabarlah dan tiada kesabaranmu kecuali dengan Allah, dan
janganlah kamu bersedih terhadap mereka dan janganlah kamu merasa sempit
terhadap tipu daya yang mereka " ( Q.S. 16;127 ).
Ketiga : Hendaknya seorang mukmin tidak cenderung kepada mereka dan tidak
menujukan pandangannya (tertarik) kepada apa yang mereka miliki dari kekuasaan,
harta dan syahwat, seperti firman Allah :
Artinya : " Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenimatan
hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang
kafir itu ) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka ". (QS;15;88).
Maka Allah melarang Nabi Muhammad saw untuk bersedih terhadap mereka dan
mengharapkan apa yang mereka miliki disatu ayat, dan melarangnya untuk bersedih
serta takut kepada mereka di ayat yang lain. Karena, kadang-kadang seseorang itu
merasa sedih dan merasa takut kepada mereka, baik disebabkan karena rasa harap
atau rasa cemas.
Keempat : Janganlah melampaui batas yang telah disyariatkan terhadap pelaku
maksiat, dengan sikap berlebih-lebihan dalam membenci dan menghina, atau
melarang dan menghajr ( mengisolir ) atau menghukumi mereka. Akan tetapi
dikatakan kepada orang bersikap yang melampaui batas terhadap mereka itu, "
Uruslah dirimu sendiri, orang yang sesat tidak akan memudoratkanmu, selama kamu
telah mendapat petunjuk".
Sebagaimana firman Allah : Artinya : " Dan janganlah sekali kali kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorongmu "(Q.S: 5;8 ).
Dan firman Allah : Artinya : " Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak
mencintai orang yang melampaui batas" (QS:2;190)
Dan firman Allah : Artinya: "Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu) maka
tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim".
(QS:2;193).
Maka sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang melakukan amar maruf nahi
mungkar, kadang-kadang melampaui batas ketentuan-ketentuan Allah, mungkin
disebabkan kebodohan dan mungkin pula disebabkan kezoliman. Permasalahan ini
seseorang wajib tatsabbut ( selektif / berhati-hati ) baik dalam mengingkari
orang-orang kafir, munafik, fasiq atau maksiat.
Kelima : Hendaklah dia melaksanakan amar maruf nahi mungkar dalam batas yang
disyariatkan yaitu berilmu, lemah-lembut, sabar, dan niat yang baik serta
menempuh jalan tengah (meletakkan sesuatu pada tempatnya). Karena hal tersebut
masuk di dalam firman Allah (alaikum anfusakum) uruslah diri kamu dan di firman
Allah (idza ihtadaitum) jika kamu mendapatkan petunjuk.
Lima point ini disimpulkan dari ayat di atas, bagi siapa yang diperintahkan
untuk amar maruf dan nahi mungkar. Di dalam ayat tersebut juga terdapat makna
yang lain, yaitu; perhatian seseorang terhadap mashlahat dirinya sendiri, dalam
segi ilmu dan amal serta memalingkan dirinya dari hal yang tidak bermanfaat,
sebagaimana yang dikatakan oleh sohibus-syariah ( Rasulullah saw ):
Artinya : " Merupakan baiknya islam seseorang meninggalkan apa yang tidak ia
butuhkan" ( H.R. Ahmad di Musnadnya dari Hasan bin Ali , dishohihkan oleh Syeikh
Al-Albani di Shohih Al Jami no: 5911, juz : 2/1027 ).
Apa lagi banyaknya hal yang tidak penting, yang tidak dibutuhkan oleh seseorang
dari urusan agama orang lain dan dunianya, terutama apabila pembicaraan tersebut
karena hasad dan kedudukan (kepemimpinan).
Begitu juga dalam beramal, mungkin orang yang melaksanakannya melampaui batas
dan zolim, atau bodoh dan berbaut sia-sia. Alangkah banyaknya amalan yang
digambarkan syeitan seakan-akan dia melakukan amar maruf dan nahi mungkar serta
jihad di jalan Allah, padahal sebenarnya perbuatan tersebut merupakan kezoliman
dan tindakkan yang berlebih-lebihan (melampaui batas).
Oleh karena itu, merenungkan ayat tersebut di dalam masalah ini, merupakan hal
yang paling bermanfaat bagi seseorang. Apabila anda memperhatikan perselisihan
yang terjadi di kalangan umat ini ; ulama, ahli ibadah, dan penguasa serta
pemimpin mereka, anda akan menemukan, kebanyakan termasuk dalam jenis ini, yaitu:
kezoliman yang disebabkan karena takwil atau bukan takwil.
Seperti orang Jahmiyah, zolim terhadap ahli Sunnah dalam masalah sifat Allah dan
Al quran ; seperti, bencana yang menimpa Imam Ahmad dan lainnya. Seperti
Rafidhoh (syiah) selalu zolim terhadap ahli sunnah . Seperti Nashibah (orang
membenci Ali) zolim terhadap Ali dan Ahli baitnya (keluarga dan keturunannya).
Seperti Musyabbih (orang yang mengatakan sifat Allah seperti sifat makhluk)
zolim terhadap munazzih (orang yang mensucikan Allah dari sifat yang serupa
dengan sifat makhluk). Seperti sebagian Ahli sunnah kadang-kadang zolim, mungkin
terhadap sebagian mereka, dan mungkin terhadap sejenis ahli bidah, dengan
melebihi apa yang telah diperintah Allah, yaitu tindakan yang berlebih-lebihan,
yang disebutkan dalam firman Allah :
Artinya : " Ya Robb kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami
yang berlebih-lebihan dalam urusan kami.." (Q.S. 3 : 147).
Di samping sikap melampaui batas (tindakan yang berlebih-lebihan) ini,terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh yang lain terhadap apa yang diperintahkan kepada
mereka, dari kebenaran atau amar maruf dan nahi mungkar dalam seluruh aspek.
Alangkah baiknya apa yang dikatakan sebagian salaf: " Tidaklah Allah
memerintahkan suatu urusan, kecuali syeitan menghalanginya dengan dua perkara :
-dia tidak menghiraukan apapun dari dua perkara itu yang akan dilakukannya-
ghulu (berlebih-lebihan) dan takshir (kelalaian).
Maka orang yang membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan sama dengan orang
yang tidak membantu dalam perbuatan baik dan takwa. Orang yang melakukan yang
diperintahkan dan melebihi (apa yang diperintahkan padahal itu) dilarang, sama
dengan orang yang meninggalkan yang dilarang dan sebagian yang diperintahkan.
Semoga Allah menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Tiada upuya dan kekuatan
kecuali dengan Allah.
Sumber: www.perpustakaan-islam.com