Message: 2
Date: Thu, 2 Dec 2004 12:47:50 +0800 (CST)
From: abah naufal <abahnaufal@yahoo.com.sg>
Subject: Manhaj Ahlus Sunnah di dalam Berakhlak dan Berperilaku·
Manhaj Ahlus Sunnah di dalam Berakhlak dan Berperilaku·
Di antara pokok-pokok aqidah Ahlus Sunnah : memerintahkan yang ma’ruf, mencegah
kemungkaran dan beriman bahwa kebaikan umat akan terealisasi ketika
mereka berada padanya. Amar ma’ruf nahi munkar termasuk diantara syiar-syiar islam
yang paling agung dan penyebab terpeliharanya jama’ah kaum muslimin. Amar
ma’ruf nahi munkar hukumnya wajib sesuai dengan kemampuan dan dijalankan dengan
memperhatikan maslahah nyata yang dihasilkannya.
Firman Alloh:
كُنْتُمْ خَيْرَ
أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ
عَنْ
الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلَوْ
آمَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا
لَهُمْ
مِنْهُمْ
الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمْ
الْفَاسِقُونَ(110)
Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia memerintahkan
yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Alloh
(S. Ali Imron 110).
Dan sabda nabi sholallohu alaihi wasalam :
Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran hendaknya mengubah dengan tangannya,
maka apabila tidak mampu maka dengan lidahnya, apabila tidak mampu maka dengan
hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman (HR. Muslim)
Ahlus Sunnah mendahulukan kelembutan di dalam memerintah dan melarang. Berdakwah
dengan hikmah serta nasehat yang baik. Firman Alloh :
ادْعُ إِلَى
سَبِيلِ
رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي
هِيَ
أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ
أَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ
عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ
أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ(125)
Serulah kepada jalan Rabb kalian dengan hikmah dan mauidhoh hasanah dan
debatilah mereka dengan yang lebih baik. (S. An-Nahl 125).
Dan mereka memandang wajibnya bersabar terhadap gangguan makhluk di dalam
menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mengamalkan firman Alloh :
يَابُنَيَّ
أَقِمْ
الصَّلَاةَ
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ
وَانْهَ عَنْ
الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ
عَلَى مَا
أَصَابَكَ
إِنَّ ذَلِكَ
مِنْ عَزْمِ
الْأُمُورِ(17)
perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah yang mungkar dan bersabarlah atas
musibah yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu merupakan perkara yang
diwajibkan (QS. Lukman 17).
Ahlus Sunnah wal Jamaah ketika menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar
memperhatikan waktu sebagai salah satu pokok menjaga keutuhan jama’ah,
menyatukan hati-hati, mempersatukan kalimat, menghindarkan perpecahan dan
perselisihan. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menegakkan nasehat kepada setiap muslim
dan saling tolong menolong di atas kebaikan dan takwa.
Sabda rasululloh sholallohu alaihi wasalam agama itu adalah nasehat. Kami
berkata untuk siapa? Beliau berkata untuk Alloh, kitabNya, rasulNya, pemimpin
kaum muslimin dan orang awamnya. (HR. Muslim).
Ahlus Sunnah menjaga tegaknya syiar-syiar islam seperti menunaikan sholat Jumat
dan jamaah; haji, jihad, I’ed bersama para pemimpin yang baik atau yang jelek
sebagai hal yang menyelisihi ahlul bid’ah. Bersegera menunaikan sholat yang
wajib dan menunaikannya di awal waktu bersama jamaah. Mengerjakan sholat di
awal waktu lebih utama daripada di akhirnya. Mereka menganjurkan untuk khusyu
dan tuma’ninah di dalam sholat, dalam rangka mengamalkan firman Alloh :
قَدْ
أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ(1)الَّذِينَ
هُمْ فِي
صَلَاتِهِمْ
خَاشِعُونَ(2)
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman yaitu mereka yang khusyu di dalam
sholat mereka. (S. Al-Mukminun 1-2).
Ahlul Sunnah wal Jamaah mewasiatkan untuk menegakkan sholat malam sebagai
petunjuk nabi sholallohu alaihi wasalam. Allah pun memerintahkan nabinya
untuk sholat malam dan bersungguh-sungguh di dalam ketaatan kepadaNya.Aisyah
berkata bahwa nabi sholallohu alaihi wasalam melakukan sholat malam sampai kaki
beliau bengkak,
maka berkata Aisyah mengapa engkau lakukan yang demikian ya Rasululloh? sungguh
Alloh telah mengampunkan dosamu yang terdahulu dan yang akan datang. Beliau
bersabda apakah aku tidak suka menjadi seorang hamba yang bersyukur? (HR.
Bukhori).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah tegar di dalam menghadapi ujian, dengan cara
bersabar di atas bencana, bersyukur pada kelapangan, dan ridha dengan
takdir. Firman Alloh Ta’ala :
قُلْ يَاعِبَادِ
الَّذِينَ
آمَنُوا
اتَّقُوا
رَبَّكُمْ
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا
فِي هَذِهِ
الدُّنْيَا
حَسَنَةٌ
وَأَرْضُ
اللَّهِ
وَاسِعَةٌ
إِنَّمَا
يُوَفَّى
الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُمْ
بِغَيْرِ
حِسَابٍ(10)
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar 10)
Sabda rasululloh sesungguhnya besarnya ganjaran bersama besarnya cobaan, dan
sesungguhnya Alloh apabila mencintai suatu kaum maka Alloh akan memberikan
cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan dan
barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan.
(HR. Tirmidzi dishohehkan oleh Albani).
Ahlus Sunnah tidaklah mengharap dan meminta kepada Alloh ditimpakan cobaan,
karena tidak mengetahui apakah mereka ditetapkan padanya atau tidak. Akan
tetapi, apabila mereka mendapatkan cobaan maka bersabar. Sabda nabi sholallohu
alaihi wasalam
janganlah kalian berangan-angan untuk bertemu musuh dan mintalah kepada Allah
keselamatan maka apabila kalian bertemu musuh maka bersabarlah.
(HR. Bukhori Muslim).
Ahlus Sunnah tidak berputus asa terhadap rahmat Alloh di dalam ujian, karena
sesungguhnya Allah mengharamkan hal tersebut. Mereka menghadapi hari-hari
cobaan dengan memandang akan datangnya kelapangan dan pertolongan yang dekat.
Hal ini disebabkan mereka percaya dengan janji Alloh dan mengetahui bahwa
bersama kesulitan ada kemudahan. Mereka pun mencari penyebab terjadinya ujian
itu pada diri mereka sendiri dan mereka memandang bahwa ujian dan musibah
tidaklah menimpa kecuali karena perbuatan mereka sendiri. Pertolongan terkadang
diakhirkan dengan sebab seseorang terjerumus di dalam dosa atau lemah di
dalam berittiba’ sebagaimana firman Alloh :
وَمَا
أَصَابَكُمْ
مِنْ
مُصِيبَةٍ
فَبِمَا
كَسَبَتْ
أَيْدِيكُمْ
وَيَعْفُو
عَنْ كَثِيرٍ(30)
Dan apa-apa musibah yang menimpa kalian maka disebabkan oleh tangan kalian
sendiri. (Asy-Syura 30).
Ahlus sunnah tidak menyandarkan diri dalam menghadapi ujian dan menolong agama
dengan sebab-sebab duniawiyah, walaupun tidak lalai terhadap sunnah kauniyah. Dan
mereka memandang bahwa taqwa kepada Alloh, istighfar dari dosa-dosa, bersandar
kepada Alloh dan bersyukur di dalam kebahagian merupakan sebab yang terpenting
di dalam menyegerakan kelapangan setelah kesempitan.
Ahlus Sunnah takut terhadap balasan kufur nikmat, sehingga terlihatlah mereka
sebagai orang yang paling bersemangat untuk bersyukur,memuji Alloh dan kontinu
di atas hal yang demikian pada setiap kenikmatan, yang kecil maupun yang
besar. Sabda rasululloh sholallohu alaihi wasalam
lihatlah kepada orang yang di bawah kalian dan jangan melihat kepada orang yang
di atas kalian. (HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia dan
kebaikan amalan. Sabda nabi sholallohu alaihi wasalam
orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling beriman dan yang terbaik
diantara mereka adalah yang terbaik akhlaknya.
(HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).
Dan sabda beliau
tidak ada sesuatu yang diletakkan di dalam mizan lebih berat daripada kebaikan
akhlak dan sesungguhnya pemilik akhlak yang baik akan meraih dengannya derajat
orang-orang yang berpuasa dan sholat. (HR. Tirmidzi dishohihkan oleh Albani).
Di antara akhlak salafus sholeh Ahlul Sunnah wal Jama’ah
· Ikhlas di dalam berilmu dan
beramal. takut terhadap masuknya riya’ pada keduanya. Firman Alloh :
أَلَا
لِلَّهِ
الدِّينُ
الْخَالِصُ
ketahuilah hanya untuk Alloh agama yang murni. (QS. Az-Zumar 3).
· Mengagungkan batasan-batasan Allah
dan merasa cemburu apabila batasan-batasan Allah dilanggar. Menolong agama
Allah dan syariatNya, banyak mengagungkan kehormatan kaum muslimin serta cinta
apabila kaum muslimin memperoleh kebaikan . Firman Alloh :
ذَلِكَ
وَمَنْ
يُعَظِّمْ
شَعَائِرَ
اللَّهِ
فَإِنَّهَا
مِنْ تَقْوَى
الْقُلُوبِ(32)
barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati (QS. Al-Hajj 32).
· Berusaha meninggalkan sifat nifak,
dengan menyamakan antara lahir dan batin di dalam kebaikan, memandang
bahwa amalan mereka masih sangat sedikit, dan selalu mendahulukan amalan
akhirat di atas amalan dunia.
· Kelembutan hati, banyak
menangis atas kekurangan dalam menunaikan hak-hak Allah ,mereka
lakukan hal ini dengan harapan agar Allah menyayangi mereka. Banyak
mengambil pelajaran dan menangis. Perhatian dengan perkara kematian
apabila menyaksikan jenazah, atau mengingat kematian,
sekaratnya dan su’ul khatimah sehingga bergoncang dada mereka.
· Bertambah tawadhu’
ketika bertambah dekat kepada Allah ta’ala
· Banyak bertaubat, memohon
ampun siang dan malam karena mengetahui bahwa mereka
tak selamat dari dosa sampai di dalam amalan ketaatan mereka. mereka
memohon ampun atas kekurangan di dalam ketaatan,kekhusukan
dan kedekatan kepada Allah. Tiadanya rasa ujub /bangga dengan
sesuatu dari amal-amal mereka , benci dengan ketenaran, bahkan selalu
melihat kekurangan dan kelemahan di dalam ketaatan terlebih di dalam
kejelekan mereka
· sangat menekankan terhadap
permasalahan taqwa dan tiada mendakwakan diri sebagai orang yang
bertaqwa, dan banyaknya ketakukan mereka terhadap Allah azza wa jalla
· ketakutan yang sangat
terhadap Allah, kalau akhir kehidupan mereka ditutup dengan su’ul khatimah. mereka
tidak lalai dari dzikrullah. Merasakan kehinaan dunia di sisi
mereka, kuatnya penolakan mereka terhadap dunia dan tidak
membangun (kediaman)dunia kecuali sesuai kebutuhan tanpa
menghias-hiasinya. Sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam “ demi
Allah tidaklah dunia ini dibandingkan akhirat kecuali seperti
seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke laut maka lihatlah apa
yang menetes (Hr Muslim)
· Tidak ridha dengan
kesalahan yang ditujukan kepada agama atau kepada orang yang
mengamalkannya, bahkan membantahnya dan memberi udzur
kepada orang yang berkata tentangnya. Banyak menutupi
kekurangan kaum muslimin, kuatnya munaqosah(berdialog) terhadap pribadi mereka
sebagai bukti wara’, tidak suka membuka aib seseorang, sibuk dengan
kekurangan diri daripada aib orang lain, bersungguh-sungguh
menutupi kekurangan orang lain, menutupi yang tersembunyi tidak melebihkan
seseorang dari yang ia dengar pada haknya, meninggalkan permusuhan
terhadap manusia dan banyak bersahabat dengan mereka. Tidak
menanggapi seseorang dengan kejelekan dan tidak memusuhi seorang
pun. Sabda nabi sholallohu alaihi wasalam “ tidak akan masuk
surga tukang fitnah/adu doma pada riwayat muslim nammam/
tukang adu domba
· menutup pintu ghibah pada majelis
mereka , menjaga lidah dari ghibah agar tidak menjadi
majelis dosa. Firman Allah
وَلَا
تَجَسَّسُوا
وَلَا
يَغْتَبْ
بَعْضُكُمْ
بَعْضًا
أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ
لَحْمَ
أَخِيهِ
مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ
(12)
“ Janganlah seorang menghibahi yang lain, sukakah seorang
diantara kalian memakan bangkai saudaranyan tentu dia
akan benci (QS Al Hujurat 12)
· Penuh dengan rasa
malu, adab, kecintaan, ketenangan, sedikit bicara, sedikit
tertawa, banyak diam, berbicara dengan hikmah tidak merasa gembira
dengan dunia. Yang demikian ini dikarenakan sempurnanya akal mereka.
Sabda rasulullah sholallohu alaihi wasalam “ Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya berkata yang
baik atau diam. dan bersabda barangsiapa diam
maka beruntung/ menang (HR Tirmizi)
· Banyak memaafkan terhadap setiap
orang yang mengganggu, mengambil harta, kehormatan
mereka atau yang semisalnya firman Allah
الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ
فِي
السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ
الْغَيْظَ
وَالْعَافِينَ
عَنْ
النَّاسِ
وَاللَّهُ
يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ(134)
“ Dan orang-orang yang menahan kemarahan, dan memaafkan manusia dan
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan (QS Ali Imran
134)
· Tidak lalai
dengan serangan iblis, bersungguh-sunguh
mengetahui tipu daya dan jebakan-jebakannya, tidak merasa
was-was di dalam wudlu, sholat dan ibadah yang lain karena yang demikian
adalah tipu daya syaithan
· Banyak bersedekah dengan
apa-apa yang lebih dari kebutuhan mereka siang dan malam,
sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Banyak bertanya tentang
keadaan sahabatnya , yang demikian karena sederhananya mereka dalam
kebutuhan makan, pakaian dan mereka tidak berlebihan dalam
hal-hal yang halal
· Mencela
kekikiran; Bersikap dermawan, memberikan harta ,
berkasihsayang dengan saudara mereka dalam safar dan mukim
sebagai pengokoh dalam menolong dien dan inilah maksud
utama mereka. Kuatnya kecintaan untuk berbuat makruf kepada
saudaranya dan memberikan kebahagiaan satu dengan yang lain,
mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri
· Memuliakan
tamu dan melayaninya kecuali dengan uzur syar’I. kemudian
mereka tidak memandang bahwa mereka telah mencukupi dan melayani tamu
tersebut di saat tinggal bersama mereka, dan mereka
berhusnudhon dengan tamu. Menerima undangan
saudaranya kecuali bila makanannya haram atau bila
dikhususkan pada orang kaya atau pada tempat walimah
ada hal yang diharamkan
· Beradab dengan kebaikan terhadap
yang lebih muda terlebih kepada yang lebih tua, terhadap orang yang jauh
terlebih kepada yang dekat, kepada yang bodoh terlebih kepada yang alim
· Mendamaikan sesama
sebagai sebuah pintu kebaikan yang nyata, menegakkan yang ma’ruf, karena
perdamaian merupakan pembatal langkah syaitan yang
menghendaki timbulnya permusuhan, kebencian di kalangan muslimin, dan kerusakan
diantara mereka
· Melarang dari dengki, karena
kedengkian mewariskan permusuhan dan kebencian, kelemahan iman dan kecintaan
terhadap dunia tanpa tujuan syar’I
· Memerintahkan untuk berbakti
kepada kedua orang tua dan berbuat kebaikan kepada keduanya firman Allah
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ
حُسْنًا (8)
” Dan kami wasiatkan manusia untuk berbuat kebaikan kepada kedua orang
tua (QS Al Ankabut 8)
· memerintahkan berbuat baik kepada
tetangga, lembut kepada para hamba, menyambung silatur rahim, menebarkan
salam, menyayangi fakir miskin, yatim dan ibnu sabil
· melarang berbangga diri,
sombong, ujub, melampaui batas dan memerintahkan berbuat adil
pada setiap sesuatu
· Tidak meremehkan sesuatu pun
dari keutamaan yang dianjurkan syara’ . sabda rasulullah sholallohu alaihi
wasalam “Janganlah kalian meremehkan suatu kebaikan pun
walaupun hanya bertemu dengan saudara kalian dengan wajah yang ceria ( HR
Muslim)
· Melarang dari buruk
sangka, memata-matai, mencari kekurangan muslimin karena yang
demikian merusak hubungan persatuan, memisahkan persaudaraan dan menumbuhkan
kerusakan. Mereka tidak marah pada muslimin karena mereka mengilmui fiqih
kemarahan firman Allah “ dan orang yang menahan marahnya, memaafkan manusia dan
Allah mencintai orang yang berbuat ihsan
· ….. dan yang selainnya dari
akhlaq-akhlaq nubuwah ·
<diterjemahkan bebas oleh; Ahmad Wahyudi>
---------------------------------
· diterjemahkan dari kitab al wajiz fi aqidatis salafis shalih ahlis
sunnati wal jama’ah karya syaikh Abdullah bin abdul hamid al
atsary. Disampaikan dalam daurah islamiyah dasar “membentuk jati diri muslim”
selasa 10 juli 2001 di masjid pogung raya yogyakarta.
· dakwah kepada
manhaj salaf salih bertujuan membangun generasi yang
sesuai dengan generasi pertama yang berguru kepada rasulullah
sholallohu alaihi wasalam . Allah telah memuji rasulNya dengan firmanNya
“ sesungguhnya engkau diatas akhlaq yang agung) dan bukanlah maksud dari dakwah
salaf sekadar sesuai dalam hal aqidah saja meskipun aqidah
adalah pokok yang awal dan terpenting- namun tujuannya
adalah mencocoki salaf dalam segala sesuatu dalam urusan
agama yang agung. Karena manhaj salaf yang kita menyeru manusia kepadanya
bukanlah sekedar ilmu di pikiran saja namun meliputi manhaj
dalam aqidah, pemikiran(pandangan), perilaku dan akhlaq . sangat
disayangkang kita dapatkan- di waktu kini- perkara yang penting
dari manhaj salaf ini tidak mendapatkan haknya dalam hal prioritas,
perhatian dan tarbiyah. Tentang urgensinya rasulullah bersabda “
sesunguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlaq yang baik. Dan
para salaf mengikuti
rasulullah, berakhlaq dengan akhlaq beliau dan mengikuti perintahnya.
Mereka sebagaimana firman Allah “Kalian adalah sebaik-baik umat
yang dikeluarkan untuk manusia” Apabila kita menginginkan
keselamatan maka kita wajib berada diatas hal yang salaf berada
diatasnya. ·