Adab-Adab Ketika Minum Oleh : Ibnu Jamil Al Medani [ MUSLIMAH Edisi XIX/ Rabi’ul Awwal/ 1418 H/ 1997 M ] |
Dalam edisi yang lalu telah dibahas tentang satu adab yang dituntunkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika minum, yakni dianjurkan untuk duduk tatkala minum. Adapun yang kami paparkan berikut ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya, masih tentang adab-adab ketika minum. Bernafas Ketika Minum Telah dijelaskan di dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bernafas sebanyak tiga kali ketika beliau minum, sebagaimana yang diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata : Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bernafas ketika minum sebanyak tiga kali dan beliau bersabda : “Sesungguhnya yang demikian lebih memuaskan, lezat, dan mudah ditelan, serta lebih selamat.” (HR. Muslim, Ahmad, Bukhari, Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan selain mereka) Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bernafas tiga kali ketika minum. Dan tidaklah beliau bernafas di dalam bejana atau gelas yang dipakainya ketika minum melainkan beliau menjauhkan gelas atau yang semisalnya dari mulutnya dan bernafas di luarnya, kemudian beliau melanjutkan minumnya. Hal ini dijelaskan di dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kalian
minum maka janganlah ia bernafas di dalam gelas, akan tetapi hendaklah ia
menjauhkan tempat minumnya dari mulutnya.” (HR. Ibnu Majah, shahih dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu) Dari Abu Qatadah radhiallahu 'anhu
bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melarang bernafas di dalam
bejana (ketika minum, pent.). (Muttafaqun ‘Alaihi) Adab yang beliau Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam ajarkan kepada umatnya sangatlah berfaedah bagi mereka jika
mereka mau mengamalkannya, karena cara minum seperti ini lebih memuaskan
dan menghilangkan dahaga/haus dengan lebih sempurna. Dan cara ini juga
aman dari kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi dengan minum sekali teguk.
Karena minum hanya dengan sekali teguk hingga selesai tanpa diselingi
dengan bernafas dapat memadamkan suhu panas di dalam tubuh atau
melemahkannya sehingga bisa menyebabkan rusaknya kestabilan lambung dan
hati, kemudian mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang kronis
khususnya di negeri yang bersuhu panas atau pada musim-musim
panas. Selain dampak negatif yang telah dijelaskan tadi, minum dengan sekali teguk dapat menutup tempat jalan air karena banyaknya air yang melewatinya, sehingga menyebabkan tercekiknya tenggorokan. Maka apabila minum dengan beberapa kali teguk dampak negatif tersebut --Insya Allah-- tidak terjadi. Perlu diketahui tatkala seseorang sedang
minum, maka seketika itu pula naik/menguap uap panas yang ada di dalam
lambung dan hatinya karena masuknya air yang dingin ke dalamnya. Apabila
minum hanya dengan sekali teguk hingga selesai terjadilah benturan air
yang diminum yang turun ke lambung dengan uap panas yang naik yang berasal
dari dalam tubuhnya sehingga keduanya saling dorong yang dapat
mengakibatkan tercekiknya tenggorokan. Sungguh telah dilakukan percobaan ilmiyah bahwa masuknya air dalam jumlah yang banyak tanpa dilakukan dengan bertahap ke dalam limpa/hati dapat menyakitkan dan melemahkan suhu panasnya. Yang demikian dikarenakan terjadinya benturan uap panas di dalam tubuh dengan banyaknya air dingin yang memasukinya. Selain menjelaskan adab ketika minum, hadits di atas juga menganjurkan untuk hidup bersih, karena ludah, ingus, atau bau yang tidak enak terkadang keluar ketika bernafas, maka dilarang bernafas di dalam gelas ketika minum, terlebih lagi meniup air yang ada di dalam gelas. Termasuk adab yang paling penting ialah mengucapkan bismillah pada awalnya dan alhamdulillah pada akhirnya sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits-hadits yang dishahihkan oleh Asy Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali di dalam kitab Bahjatun Nadlirin Syarah Riyadlus Shalihin. Sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Wallahu A’lam. Maraji’ : 1. Zaadul Ma’ad. Al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyyah. 2. Bahjatun Nadlirin Syarah Riyadlus Shalihin. Asy Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali. |