Diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com
Message: 19
Date: Wed, 04 May 2005 13:02:11 +0700
From: "Abu Abdillah" <abdullah_abu@hotmail.com>
Subject: Re: Benarkah Ibu dan Bapak Nabi di Neraka ?
>From: "qonita_kgs <qonita_kgs@yahoo.com>"
>Date: Fri, 17 Jan 2003 11:55:36
>Assalamu'alaikum Wr Wb
>Saudara-saudaraku, saya minta bantuan. Saya membutuhkan informasi
>tentang keterangan bahwa ibunda Nabi berada dalam neraka. Benarkah?
>Bagaimanakah para ulama salaf mengenai hal ini. Atas informasinya
>saya ucapkan jazakumullahu khoir.
>Wassalam
-----------------------------------
>From: IEI_Calibration <iei_calibration@exc.epson.co.jp>
>Date: Wed, 19 Feb 2003 07:41:00 +0700
>Saya ada sedikit pertanyaan nich, pada masa Ibunda Nabi masih hidup
>bukankah belum ada petunjuk mengenai agama yang disempurnakan (Islam), lalu
>Nabi sendiri menjadi Nabi umur 40 th, sedangkan orang tua Beliau otomatis
>kan sudah meninggal. Mohon diterangkan. Terima kasih.
Ada sebagian dari kaum muslimin yang tidak mempercayai hadits ibunda dan
ayahanda Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam di neraka, dengan alasan
bahwa cerita tersebut (menurut mereka) rekayasa orang-orang yang tidak suka
terhadap Islam. Namun sangat disayangkan, alasan mereka itu atau sikap
ketidakpercayaanya terhadap hadits tersebut tidak didukung dengan dalil,
hujjah atau referensi dan argumentasi yang jelas dan akurat, dan
hanya berdasarkan kepada persangkaan dan dugaan saja, yang tentunya
jauh dari ilmu.
DALIL SHAHIH TENTANG IBU DAN BAPAK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM MASUK
NERAKA.
Hadits Pertama.
"Artinya : Dari Anas, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya, "Ya
Rasulullah ! Di manakah tempat ayahku ?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, "Di Neraka!" Maka tatkala orang itu berpaling hendak pergi, beliau
memanggilnya, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya bapakku dan bapakmu
tempatnya di neraka" [Hadits shahih Riwayat Muslim juz I halaman 132 dan
133]
Periksa kitab Qaa'idatun Jalilah At-Tawassul wal Wasilah, halaman 8 cetakan
tahun 1977 Lahore-Pakistan, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Hadits Kedua.
"Artinya : Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah ziarah ke kubur ibunya, lalu ia menangis yang menyebabkan
orang-orang disekelilingnya (para shahabat) turut menangis. Lalu beliau
bersabda, 'Aku meminta izin kepada Tuhanku supaya aku dibolehkan untuk
memohonkan ampun baginya, tapi tidak diizinkan bagiku. Lalu aku meminta izin
supaya aku dibolehkan menziarahi kuburnya, maka diizinkan bagiku. Oleh
karena itu ziarahilah kubur-kubur itu, karena menziarahi kubur itu dapat
mengingat mati" [Hadits shahih Riwayat Muslim (3/65), Abu Daud (no 3234),
Nasa'i (2/72), Ibnu Majah (no. 1572), Baihaqi (4/76), Ahmad dan Thahawi
(3/189).
Periksalah kitab : Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 halaman 393, 394 dan 395,
Ahkamul Janaaiz halam 187, 188 masalah ke-121 oleh Muhaddits Syaikh
Muhammadn Nashiruddin Al-Albani.
Hadits Ketiga.
"Artinya : Dari Buraidah, ia berkata, "Kami pernah bersama Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan/safar, lalu beliau turun bersama
kami, sedangkan kami pada waktu itu mendekati seribu orang. Kemudian beliau
shalat dua rakaat (mengimami kami), setelah selesai beliau menghadapkan
wajahnya kepada kami sedangkan kedua matanya mengalir air mata. Lalu
bangkitlah Umar bin Khaththab menghampirinya dan berkata. 'Ya Rasulullah,
mengapakah engkau (menangis)?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku telah
meminta kepada Tuhanku Azza wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, akan
tetapi Ia tidak memberiku izin kepadaku, maka dari itulah mengalir air
mataku karena kasihan kepadanya yang ia termasuk (penghuni) neraka". [Hadits
shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Hakim (1/376), Ibnu Hibban (no.
791), Baihaqi (4/76) dan Tirmidzi]
Tiga hadits diatas jadi dalil yang kuat dan shahih serta tegas dan terang
bahwa ibu-bapak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk neraka. Kemudian
mengapakah kaum yang keras kepala itu masih bertahan atas pendirian mereka
yang salah itu ?
Hadits ini juga mengandung hukum bahwa kita boleh menziarahi kubur
orang-orang kafir asalkan tidak mendo'akannya. Karena sabda Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, "Ziarahhilah kubur-kubur, karena menziarahi kubur itu
dapat mengingat mati", ini bersifat umum, baik kubur muslim maupun kubur
kafir, karena semuanya itu dapat mengingatkan kita kepada mati dan
akhirat.[Ditulis pada tanggal 15-6-1986]
[Al-Masail-2, oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hal 165-168 Darul
Qalam]
-------------------
Kemudian, apabila kita perhatikan hadits-hadits diatas tidaklah berarti
merendahkan atau
menghinakan diri Rasulullah, akan tetapi dari hadits-hadits tersebut banyak
faedah dan
pelajaran yang dapat kita ambil. Kisah yang sama dengan itu ada dalam
Al-Qur'an, yaitu kisah bagaimana sikap Nabi Ibrahim kepada orang tuanya yang
kafir, lengkapnya akan saya salinkan secara ringkas dari kitab Birrul
Walidain oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
SIKAP ANAK KEPADA ORANG TUA YANG MASIH KAFIR
.....Timbul pertanyaan, "Bolehkah mendo'akan orang tua yang masih kafir ?"
Jawabnya adalah ; baik kafir harbi [kafir yang menentang dan memerangi
Islam] atau bukan kafir harbi tidak diperbolehkan mendoakannya untuk
memintakan ampun dan kasih sayang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ketika
keduanya masih hidup maupun sudah meninggal. Dasarnya adalah surat At-Taubah
ayat 113, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan
ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu
kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik
itu adalah penghuni neraka jahannam"
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala supaya mengampuni dosa ibunya, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak
mengabulkannya karena ibunya mati dalam keadaan kafir[1]. Kedua orang tua
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir[2].
Kalau ada yang bertanya, "Bukankah pada saat itu belum diutus Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ?". Saat itu sudah ada millah Ibrahim.
Sedangkan kedua orang tua Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak masuk
dalam millah Ibrahim sehingga keduanya masih dalam keadaan kafir[3].
Nabi Ibrahim juga pernah memintakan ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk kedua orang tuanya yang masih kafir, karena waktu itu Ibrahim belum
tahu dan belum turun wahyu tentang adanya larangan tersebut. Setelah turun
wahyu, Ibrahim kemudian menahan diri. Kisah ini bisa di lihat dalam surat
At-Taubah ayat 114.
"Artinya : Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya
tidak lain hanyalah karena janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya
itu maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah
maka Ibrahim berlepas diri daripadanya, sesungguhnya Ibrahim adalah seorang
yang sangat lembut hatinya dan lagi menyantun".
Walaupun tidak boleh memintakan ampunan dan rahmat kepada orang tua yang
masih kafir tetapi masih diperbolehkan memintakan hidayah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan mendakwahkannya jika bukan kafir harbi. Jadi dakwah
kepada orang tua yang masih kafir harus tetap dilakukan dan dengan cara yang
baik. Dapat kita lihat bagaimana dakwahnya Ibrahim 'alaihis shalatu wasalam
kepada orang tuanya. Beliau mendakwahkan dengan kata-kata yang lemah lembut.
Dakwah kepada orang tua yang masih kafir saja harus dilakukan dengan
kata-kata yang lemah lembut, terlebih lagi jika orang tuanya tidak kafir
tetapi masih suka melakukan bid'ah, harus didakwahkan dengan kata-kata lemah
lembut lagi.
Sikap Ibrahim terhadap bapaknya yang kafir dapat dilihat dalam surat Maryam
ayat 41-48.
"Artinya :
[41] Ceritakanlah wahai Muhammad kisah Ibrahim di dalam kitab Al-Qur'an,
sesungguhnya dia seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.
[42] Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai bappakku, mengapa
engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak
dapat menolongmu sedikitpun juga".
[43] "Wahai bapakku sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku niscaya aku akan
menunjukkan kamu ke jalan yang lurus"
[44] "Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan sesungguhnya syaithan
itu durhaka kepada Allah Yang Maha Pemurah".
[45] "Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa adzab dari
Allah Yang Maha Pemurah maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".
[46] Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku hai Ibrahim jika
kamu tidak berhenti niscaya akan aku rajam dan tinggalkanlah aku buat waktu
yang lama".
[47] Ibrahim berkata, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu aku akan
meminta ampun bagimu kepada Allah sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku".
[48] "Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau seru
selain Allah dan aku akan berdo'a kepada Rabb-ku mudah-mudahan aku tidak
kecewa dengan berdo'a kepada Rabb-ku".
[Birrul Walidain oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hal 93-99, Darul
Qalam]
---------------------
Foote Note
[1] Hadits Riwayat Muslim Kitabul Janaaiz 2 hal 671 No. 976-977, Abu Dawud
3234, Nasa'i no 4, hal 90, dll.
[2] Dalilnya, ada seorang bertanya , "Ya Rasulullah ! Dimana Ayahku ?" Jawab
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ayahmu di Neraka", Ketika orang
itu akan pergi, dipanggil lagi, beliau bersabda, "Ayahku dan ayahmu di
neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim Kitabul Iman I/191 No. 203, Abu Dawud
No. 4718, Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra 7/190]. Pada riwayat yang lain, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada kedua anak Mulaikah, "Ibu kamu
di Neraka", keduanya belum bisa menerima, lalu Nabi panggil dan beliau
bersabda, "Sesungguhnya ibuku bersama ibumu di Neraka"[Thabrani dalam Mu'jam
Kabir 10/98-99 No. 10017, Hakim 4/364.
[3] Lihat, Adillah Mu'taqad Abi Hanifah fil A'zham fii Abawayir Rasul
alaihis shalatu wa salam ta'lif Al'Alamah Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qary
(wafat 1014).