Message: 16
Date: Fri, 7 May 2004 09:43:49 -0700
(PDT)
From: Ummu 'Abbas <ary_kinkin@yahoo.com>
Subject:
Mengenal Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Mengenal Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
“Pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu Agama
kamu.” (Al-Maaidah:3)
Didalam ayat yang mulia ini Allah Subhanahu
wa Ta'ala menegaskan bahwa agama ini (Islam) sudah sempurna dan lengkap. Oleh
sebab itu agama ini tidak membutuhkan tambahan ataupun pengurangan dalam
mengikuti manhaj rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dalam beraqidah
ataupun beragama, yang kemudian dapat menyebabkan perpecahan ditubuh umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan bahwa ikhtilaf
(perbedaan) adalah suatu hal yang pasti, tidak mungkin dipungkiri. Karena ia
adalah sunnatullah yang akan selalu terjadi pada setiap ummat dan seluruh
manusia. Namun karena rahmat Allah, ada di antara para hamba-Nya yang tidak
berselisih dan ada yang melakukan perselisihan namun tidak sampai pada taraf
iftiraq (perpecahan) yang berakibat mendapatkan celaan dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
“Jika Rabbmu menghendaki, tentu ia menjadikan umat manusia
umat yang satu, tetapi mereka selalu berselisih pendapat, kecuali orang yang
diberi rahmat oleh Rabbmu.” (Hud:118)
Karena hal itu, maka perlu
bagi kita untuk mengetahui metode yang benar dalam memahami syariat Islam pada
umumnya dan prinsip-prinsip aqidah khususnya agar tidak terjerumus pada
pemahaman yang salah yang pada akhirnya membawa pelaksanaan yang salah pula
dalam beraqidah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu
bercerai-berai.” (Ali Imran:103)
Dari Auf bin Malik radhiyallahu
anhu, ia berkata: “ Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: “Kaum
Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu di surga dan tujuh
puluh di neraka. Kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan,
tujuh puluh satu di neraka dan satu di surga. Dan demi jiwa Muhammad yang ada di
tangan-Nya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu di surga
dan tujuh puluh dua di neraka. Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka?”
Beliau bersabda: “Al Jama’ah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, lafadz dari riwayat Ibnu
Majah, Kitab Al Fitan no.3982)
Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam
menamakan “Jama’ah” , yaitu jama’ah para shahabat. Yang di dalam riwayat
Tirmidzi dan Hakim Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam menegaskan bahwa golongan
yang selamat itu disebutkan dengan lafazh: Maa Ana ‘alaihi wa Ashaabi (Yang
mereka mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku) (HR. Tirmidzi, Kitab Al Iman
no.2565, Hakim Juz I hal 128)
Kata Jama’ah berarti orang-orang yang
berkumpul. Tapi yang dimaksud dengan jama’ah dalam terminologi syari’at Islam
(khususnya dalam hadits yang disebutkan di atas) adalah Rasulullah shallallahu
'alayhi wa sallam, para sahabatnya, para tabi’in, dan semua generasi yang
mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Rasulullah
shallallahu 'alayhi wa sallam telah ditanya tentang siapakah yang termasuk
‘golongan yang selamat’. Maka beliau terkadang menjawab : “Yang mereka mengikuti
jalan hidupku dan para sahabatku”, tapi di lain waktu beliau menjawab: “Al
Jama’ah.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anh berkata: “Jama’ah adalah apa
yang sesuai dengan kebenaran meski engkau sendirian.” (1)
Al Laalikai
juga berkata, “Jama’ah adalah apa yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah meski
engkau sendirian.” (2)
Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan
kelanjutan dari jalan hidup rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dan para
sahabatnya. Kalaupun bangkit seorang imam –pada zaman fitnah dan keterasingan
ahlus sunnah- yang menyeru manusia kepada aqidah yang benar dan memerangi
pendapat yang menentangnya, maka ia tidaklah membawa sesuatu yang baru. Ia hanya
memperbaharui mahdzab Ahlus Sunnah yang sudah usang dan menghidupkan ajaran yang
sudah terkubur. Sebab aqidah dan sistemnya (manhaj) walau bagaimanapun tak
akan pernah berubah.
Dan jika pada suatu masa atau disuatu tempat
terjadi penisbatan madzhab Ahlus Sunnah terhadap seorang ulama atau mujaddid
(pembaharu), maka hal itu bukan karena ulama tersebut telah menciptakan sesuatu
yang baru atau mengada-ada. Pertimbangannya semata-mata karena ia selalu
menyerukan manusia agar kembali kepada As Sunnah.
Dengan demikian
maka yang dimaksud “Ahlus Sunnah wal Jama’ah” sebagai kata ganti majemuk adalah
orang-orang yang mengikuti aqidah Islam yang benar, komitmen dengan manhaj
Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersama para sahabat, tabi’in, dan
semua generasi yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari
kiamat.
Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang hidup di antara kamu sesudahku (yakni sepeninggalku), niscaya
dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang dengan
Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin(1). Berpeganglah dengannya
dan gigitlah dengan gigi gerahammu!
Dan jauhilah olehmu segala urusan yang
baru/muhdats! Karena sesungguhnya setiap urusan yang baru itu adalah bid’ah dan
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad,
Darimi, Hakim dan lain-lain dari hadits Irbadl bin Sariyah).
Para
ulama seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Imam Al Isfirayaini menyebutkan
bahwa dinamakan Ahlus Sunnah karena mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu
'alayhi wa sallam. Nama tersebut sebagai pembeda dari firqah-firqah sesat yang
menyimpang dari apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi
wa sallam. Allahu a’lam.
Footnote:
1.Manhajul istidlal ‘ala
masail I’tiqad ‘inda ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 38-39
2.Syarh Ushulil
I’tiqad ahlis Sunnah wal Jama’ah I/109
3.Mereka adalah: Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali
Sumber:
1.Dirasatul Firaq, Tim Ulin Nuha Ma’had
‘Aly. Pustaka Arafah
2.Risalah Bid’ah
= Ummu 'Abbas =
www.geocities.com/buletin_ti