Message: 18
Date: Mon, 26 Jul 2004 20:07:33 -0700 (PDT)
From: Akhi Rony <iron_zebs027@yahoo.com>
Subject:
Mengenal Para Imam Ahlussunnah (Ahli Hadits)
Mengenal Para Imam
Ahlussunnah (Ahli Hadits)
[Print View] [kirim ke
Teman]
Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti
Kitab dan Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah. Tapi kita tidak mungkin
mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para
rawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil
Dien kalian. Sedangkan yang paling mengerti tentang sanad adalah Ashabulhadits.
Maka dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
"Allah membuat cerah
(muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian menyampaikannya."
(Hadits Shahih, H.R. Ahmad, Abu Dawud)
Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali
hafidzahullah berkata : "Hadits ini adalah Shahih, diriwayatkan oleh : Imam
Ahmad dalam Musnad 5/183,Imam Abu Dawud dalam As Sunan 3/322, Imam Tirmidzi
dalam As Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As Sunan 1/84, Imam Ad Darimi dalam
As Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As Sunan 1/45, Ibnul Abdil Barr dalam
Jami' Bayanil Ilmi wa Fabhilihi 1/38-39, lihat As Shahihah oleh Al 'Alamah Al
Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit,
Jubair bin Muth'im dan Abdullah Bin Mas'ud Radhiallahu 'Anhu"
Hadits ini
dinukil oleh Beliau (Syaikh Rabi') dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu
Ahlil Hadits (Kedudukan Ahli Hadits), yaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu
Bakar Ahmad bin Ali Al Khatib Al Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu
Ashabil Hadits yang artinya "Kemuliaan Ashabul Hadits." Dalam kitab tersebut,
beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits.
Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka
dalam membela Dien ini, serta menjaganya dari berbagai macam bid'ah. Diantara
pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan : "Sungguh Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syariat.
Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid'ah.
Merekalah kepercayaan Allah Subhanahu wa Ta'ala diantara makhluk-makhluk-Nya,
sebagai perantara antara Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan umatnya. Dan
merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka
terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka
unggul, hujjah mereka tegas. ."
Setelah mengutip hadits di atas, Al
Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan Bin Uyainah rahimahullah dengan
sanadnya bahwa dia mengatakan : "Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari
hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan Nabi Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam : (Kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah
meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
untuk memuliakan Ashabul Hadits, Beliau meriwayatkan hadits berikut
:
"Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing,maka
berbahagialah orang-orang yang (dianggap) asing." (H.R. Muslim, Ahmad, Tirmidzi
dan Ibnul Majah)
Syaikh Rabi' berkata : "Hadits ini shahih. Diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnad-nya 1/398, Imam
Tirmidzi dalam Sunan-nya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnah-nya 2/1319, dan Imam
Ad Darimi dalam Sunan-nya 2/402."
Setelah meriwayatkan hadits ini, Al
Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud
Radhiallahu 'Anhu : "Mereka adalah Ashabulhadits yang pertama." Kemudian
meriwayatkan hadits :
"Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian
firqah, semuanya dalam neraka kecuali satu."
Syaikh Rabi' berkata :
"Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/332. Imam Abu Dawud
dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalam Al Mustadrak 1/128. Lihat Ash Shahihah oleh
Syaikh kita Al 'Alamah Al Albani (203)."
Beliau (Al Khatib) kemudian
mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahwa
dia berkata : "Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits,
saya tidak tahu siapa mereka." (Hal. 13, Syaraful Ashhabil Hadits oleh Al
Khatib). Kemudian Syaikh Al Khatib menyebutkan hadits tentang Thaifah yang
selalu tegak dengan kebenaran :
"Akan tetap ada sekelompok dari umatku di
atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan,
tidak menolong)mereka sampai datangnya hari kiamat." (H.R. Muslim, Ahmad,Abu
Dawud)
Syaikh Rabi' berkata : "Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahih-nya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu
Dawud dalam Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam
Mustadrak 4/449-450, Thabrani dalam Mu'jamul kabir 76643, dan Ath Thayalisi
dalam Musnad halaman 94 no.689. lihat Ash Shahihah oleh Al 'Alamah Al Abani
270-1955."
Kemudian berkata (Al Khatib Al Baghdadi) : Yazid bin Harun
berkata : "Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka."
Setelah itu beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin
Mubarak, dia berkata : "Mereka menurutku adalah Ashabul Hadits." Kemudian
meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini
bahwa mereka berkata : "Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, Ahli Ilmu dan
Atsar" (Hal. 14 - 15)
Demikianlah para ulama mengatakan bahwa Firqah
Naajiah (golongan yang selamat) yaitu golongan yang selalu tegak dengan
kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), yaitu orang-orang yang
asing(Ghuraba') di tengah-tengah kaum Muslimin yang sudah tercemar dengan
berbagai macam bid'ah dan penyelewengan dari Manhaj As Sunnah dan Ashabul
Hadits.
Siapakah Ashabul Hadits ?
Hadits yang pertama yang kita
sebutkan menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu mendengarkan Hadits
kemudian menyampaikannya. Dengan demikian, mereka bisa kita katakan sebagai para
ulama yang mempelajari Hadits, memahami sanad, meneliti mana yang Shahih mana
yang Dha'if, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela As
Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam serta
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mewariskan dinar dan dirham,
tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa Ahlulhadits ini. Seorang ahli fiqih
tanpa ilmu hadits adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli tafsir tanpa ilmu hadits
adalah ahli takwil.
Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah
(wafat 276 H) berkata : ".Adapun Ashabul Hadits, sesunggguhnya mereka mencari
kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya.
Mereka
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengikuti sunnah Rasul
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya
(Hadits), baik itu di darat dan di laut, di Barat maupun di Timur. Salah seorang
dari mereka bahkan mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk
mencari berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya
(secara dialog langsung).
Mereka terus membahas dan menyaring
berita-berita (riwayat-riwayat) tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih
dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang manshuk, dan mengetahui dari kalangan
fuqaha' yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra'yu-nya),
lalu memperingatkan mereka. Dengan demikian, Al Haq yang tadinya redup kembali
bercahaya, yang tadinya kusam menjadi cerah, yang tadinya bercerai berai menjadi
terkumpul.
Demikian pula orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah,
menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat kepadanya, dan yang
dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam " (Ta'wil Mukhtalafil Hadits dalam
Muqaddimah)
Imam Abu Hatim Muhammad Ibnun Hibban bin Mu'adz bin Ma'bad
bin Said At Tamimi (wafat 354 H) berkata : ".Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala
memilih sekelompok manusia dari kalangan pengikut jalan yang baik dalam
mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat
kepada-Nya.
Allah indahkan hati-hati mereka dan memberikan pada
lisan-lisan mereka Al Bayan (keterangan), yaitu mereka yang menyingkap
rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah Rasul-Nya dengan menelusuri
jalan-jalan yang panjang, meningggalkan keluarga dan negerinya, untuk
mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid'ah).
Mereka
mendalami sunnah dengan menjauhi ra'yu..". Pada akhirnya beliau mengatakan :
"Hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum
Muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutan-panutan) yang mendapatkan
petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam
di saat terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para Nabi dan orang-orang
pilihan.." (Al Ihsan 1/20-23)
Imam Abu Muhammad Al Hasan Ibnu Abdurrahman
bin Khalad Ar Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah memuliakan Hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah
Subhanahu wa Ta'ala juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh
aliran. Didahulukannya dia (Hadits) diatas semua ilmu serta diangkatnya
nama-nama para pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul
Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak
mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan yang tinggi,
sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga Dien ini atas umatnya." (Al Muhadditsul
Fashil 1-4).
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al Hakim An Nisaburi
(wafat 405 H) berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang
Ahlul Hadits (yang artinya) : Umar bin Hafs bin Ghayyats berkata : Aku mendengar
ayahku ketika dikatakan kepadanya : "Tidaklah engkau melihat Ashabul Hadits dan
apa yang ada pada mereka ?" Dia berkata : "Mereka sebaik-baik penduduk bumi" dan
riwayat dari Abu bakarbin Ayyash : "Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah
sebaik-baik manusia. " kemudian beliau (Abu Abdullah Al Hakim) berkata :
"Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits adalah sebaik baik manusia. Bagaimana
tidak demikian? Mereka telah mengorbankan dunia seluruhnya di belakang mereka .
Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan mereka, penelitian sebagai
hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat mereka.."
Dan
akhirnya beliau mengatakan : "Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelezatan
kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keridhaan dalam berbagai
keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah
majelis-majelis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh
mereka adalah seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid'ah." (Ma'rifatu Ulumul Hadits
1-4)
Berkata Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali tentang Ashabul Hadits :
"Mereka adalah orang-orang yang menjalani manhaj para sahabat dan tabi'in, yang
mengikuti mereka dengan ihsan dalam berpegang dalam kitab dan sunnah, dan
menggigit keduanya dengan geraham meerka, mendahulukan keduanya da atas semua
ucapan dan petunjuk, apakah itu dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlak,
politik, ataukah sosial.
Oleh sebab itu , mereka adalah orang-orang yang
mantap dalam dasar-dasar dan cabang-cabang Dien ini, sesuai dengan apa yang
Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan dan wahyukan kepada Rasul-Nya Shalallahu
'Alaihi wa Sallam
Mereka tegak dalam dakwah, mengajak kepada yang
demikian dengan sungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang kuat. Merekalah
pembawa-pembawa ilmu Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan membersihkannya dari
penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dari kedustaan orang-orang yang
bathil dan dari takwilnya orang-orang yang bodoh .
Oleh karena itu
mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang menyeleweng
dari manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah, Khawarij, Rafidhah, Murji'ah,
Qadariyyah, dan setiap firqaah yang menyempal dari manhaj Allah di setiap jaman
dan setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang-orang yang
mencela.."
Beliau pun akhirnya menyebut mereka dengan sebutan golongan
yang selamat (Firqatun Naajiah) yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu
ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (Thaifah Manshurah)
kemudian berkata
: "Mereka setelah sahabat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dengan pimpinan
mereka, Al Khulafaur Rasyidin, adalah para tabi'in. Diantara tokoh-tokoh mereka
adalah :
Sa'id bin Musayyab (wafat setelah 90 H)
Urwah bin
Zubair(wafat 94 H)
Ali bin Husain Zainal Abidin (wafat93 H)
Muhammad Ibnul Hanafiyyah (wafat80 H0
Ubaidillah bin Abdullah
bin Umar (wafat 106 H)
Al Qasim bin Muhammad bin Muhammad bin abu bakar
Ash Shiddiq (wafat 106 H)
Al Hasan Al Bashri (wafat 110 h)
Muhammad bin Sirrin (wafat 110 H)
Umar bin Abdul Aziz (wafat 101
H0
Muhammad bin Syihab Az Zuhri (wafat 125 H) dan lain lain
Kemudian diantara tabi'ut tabi'in (pengikut tabi'in) tokoh-tokoh mereka
adalah :
Imam Malik (wafat 179 H)
Al Auza'i (wafat 198 H)
Sufyan Ats Tsauri (wafat 161 H)
Sufyan bin Uyainah (wafat198 H)
Ismail bin Ulayyah (wafat 198 H)
Al Laits bin Sa'd (wafat 175 H)
Abu Hanifah An Nu'man (wafat 150 H) dan lain-lain.
Setelah
tabiut tabi'in adalah pengikut mereka, diantaranya :
Abdullah ibnu
mubarak (wafat 181 H)
Waqi' bin Jarrah (wafat 197 H)
Imam
Muhammad bin Idris Asy Syafi'i (wafat 204 H)
Abdurrahman bin Mahdi (198
H)
Yahya bin Said Al Qattan (wafat 198 H)
Affan bin Muslim
(wafat 219 H) dan lain-lain.
Kemudian pengikut mereka yang menjalani
manhaj mereka diantaranya :
Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H)
Yahya bin Main (wafat 233 H)
Ali Ibnul Madini (wafat 234 H), dan
lain-lain.
Kemudian murid-murid mereka seperti :
Al Bukhari
(wafat 256 H)
Muslim (wafat 261 H)
Abu Hatim (wafat 277 H)
Abu Zur'ah (wafat 264 H)
Abu Dawud (wafat 275 H)
At
Tirmidzi (wafat 279 H)
An Nasa'I (wafat 303 H), dan lain-lain.
Setelah itu orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan
mereka adalah :
Ibnu Jarir At Thabari (wafat 310 H)
Ibnul
Khuzaimah (wafat 311 H)
Ad Daruquthni (wafat 385 H)
Ibnul Abdil
Barr (wafat 463 H)
Abdul Ghani Al Maqdisi sdan Ibnul Qudamah (wafat 620
H)
Ibnu Shalih (wafat 743 H)
Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H)
Al
Muzzi (wafat 743 H)
Adz Dzahabi (wafat 748 H)
Ibnu Katsir (wafat
774 H)
Dan ulama yang seangkatan di zaman mereka.
Kemudian yang
setelahnya yang mengikuti jejak mereka dalam berpegang dengan kitab dan sunnah
sampai hari ini. Mereka itulah yang kita sebut dengan Ashabul
Hadits.
PEMBELAAN MEREKA TERHADAP AQIDAH
Sebagaimana telah
disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam Mereka membelanya dan membersihkannya dari penyelewengan,
kedustaan dan takwil-takwil ahli bid'ah
Maka, ketika muncul ahli bid'ah
yang pertama, yaitu Khawarij, Ali dan para Sahabat radhiallahu anhum bangkit
membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil dari Rasululah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam riwayat-riwayat yang menyuruh unntuk membunuh
mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik pendekatan
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (Lihat Mawaqifush Shahabah fi Fitnah Bab 3 Juz
2 hal 191 oleh Dr. Muhammad Ahmazun)
Ketika Syiah muncul, Ali Radhiallahu
'Anhu mencambuk orang-orang yang mengatakan dirinya lebih baik daripada Abu
Bakar dan Umar dengan delapan puluh kali cambukan. Dan orang-orang ekstrim di
kalangan mereka yang mengangkat Ali Radhiallahu 'Anhu sampai kepada tingkatan
Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar deengan api. (Lihat Fatawa Syaikhul
Islam)
Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar Radhiyallahu
'Anhu berita tentang suatu kaum yamg menafikan (menolak) takdir dan mengatakan
bahwa menurut mereka perkara ini terjadi begitu saja (kebetulan), beliau
mengatakan kepada pembawa berita tersebut : "Jika engkau bertemu mereka,
khabarkanlah pada mereka bahwa aku berlepas diri (bara') dari meerka dan mereka
berlepas diri dariku ! Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau salah seorang
mereka memiliki emas segunung uhud, kemudian diinfaqkan di jalan Allah, Allah
tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman dedngan taqdir baik dan
buruknya." (H.R. Muslim 1/36)
Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang
yang mengatakan bahwa Al Qur'an itu makhluk, maka beliau berkata : "Dia menurut
pendapat adalah kafir, bunuhlah dia !" Juga Ibnul Mubarak, Al Laits bin Sa'ad,
Ibnun Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin Ghayats maupun Waqi bin Jarrah
sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga diriwayatkan dari Imam
Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua mengatakan) :
Orang-orang itu diminta untuk taubat, kalau tidak mau dipenggal kepala mereka.
(Syarah Ushul I'tikad 494, Khalqu Af'alil Ibad hal 25, Asy'ariyah oleh Al Ajuri
hal. 79, dan Syarhus Sunnah/ Al Baghawi 1/187)
Rabi' bin Sulaiman Al
Muradi, sahabat Imam Syafi'i, berkata : "Ketika Haf Al Fardi mengajak bicara
Imam Syafi'i dan ia mengatakan bahwa Al Qur'an itu makhluk, maka Imam berkata
kepadanya : "Engkau telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung."
Imam Malik
pernah ditanya tentang bagaimana istiwa' Allah di atas 'Arsy-Nya, maka dia
mengatakan : "Istiwa' sudah diketahui (maknanya), sedangkan bagaimananya tidak
diketahui. Dan pertanyaan tentang itu adalah bid'ah dan aku tidak melihatmu
kecuali Ahli Bid'ah !" Kemudian (orang yang bertanya tentang itu) diperintahkan
untuk keluar dan Beliau menegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan
beliau pernah mengeluarkan seseorang dari majelisnya karena dia seorang
Murji'ah. (Syarah Ushul I'tiqad 664)
Said bin Amir berkata : "Al
Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan Nashrani dan seluruh
penganut agama (samawi), telah sepakat bahwa Allah Tabaraka wa Ta'ala di atas
Arsy-Nya, tapi mereka (Al Jahmiyyah) mengatakan tidak ada sesuatu pun di atas
Arsy." (Khalqu Af'alil Ibad Hal. 15)
Ibnul Mubarak berkata : "Kami tidak
mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia (Allah) itu di bumi. Tetapi (kami
katakan) Allah di atas Arsy-Nya ber-istiwa'." Ketika ditanyakan kepadanya :
"Bagaimana kita mengenali Rabb kita ?" Beliau berkata : "Di atas
Arsy.Sesungguhnya kami bisa mengisahkan ucapan Yahudi dan Nashrani, tapi kami
tidak mampu untuk mengisahkan ucapan Jahmiyyah." (Khalqu Af'alil Ibad / Bukhari
hal. 15 As Sunnah /Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1/111 dan Radd Alal Jahmiyyah /
Ad Darimi hal. 21 dan 184)
Imam Bukhari berkata : "Aku telah melihat
ucapan Yahudi, Nashara dan Majusi. Tetapi aku tidak melihat yang lebih sesat
dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyyah) dan sesungguhnya aku menganggap bodoh
siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali yang tidak mengetahui kekufuran
mereka." (Khalqu Af'alil Ibad hal. 19)
Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan
sanad yang baik dari Al Auza'i bahwa dia berkata : "Kami dan seluruh tabi'in
mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan kami beriman dengan
sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah."
Abul Qasim menyebutkan
sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan Asy Syaibani bahwa dia berkata : "Seluruh
fuqaha' (ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada Al
Qur'an dan Al Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqqah (terpecaya) dari
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa
Ta'ala tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa
menafsirkan sesuatu daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin
Sofyan), maka dia telah keluar dari apa yamg ada di atasnya Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, dan dia telah memisahkan diri
dari Al Jama'ah karena telah mensifati Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sifat
yang tidak ada." (Syarah Usul I'tiqad ahlus Sunnah 740)
Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi'i dari Yunus bin Abdul A'la : Aku mendengar
Imam Syafi'i berkata : "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak
seorangpun bisa menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap
(jelas) baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya )
sebelum tegaknya hujjah, maka dia dimaklumi karena bodoh. Karena ilmu tentangnya
tidak bisa dicapai dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran. Oleh
sebab itu, kami menetapkan sifat-sifat ini dan menafikkan tasybih sebagaimana
Allah menafikkan dari dirinya sendiri." (Lihat Fathul Bari
13/406-407)
Abu Isa Muhammad bin Isa At Tirmidzi berkata setelah
meriwayatkan hadits tentang Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya
(muttafaqun alaih), katanya : "Tidak hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang
telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip dengan ini dari riwayat-riwayat
tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah Subhanahu wa Ta'ala setiap
malam ke langit dunia. Mereka semua mengatakan : Telah tetap riwayat-riwayat
tentangnya , diimani dengannya , tidak menduga-duga dan tidak mengatakan
"bagaimana". Demikian pula ucapan seluruh Ahli Ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah
wal Jama'ah."
Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan
membela aqidah ini yang bersumber dari Al Qur'an dan Sunnah. Al Khatib Al
Baghdadi rahimahullah menukil dari Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al Khuraibi
bahwa Ashabul Hadits dan pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan Allah atas
Dien-Nya dan penjaga-penjaga atas sunnah Nabi-Nya, selama mereka berilmu dan
beramal.
Ditegaskan oleh Imam Ats Tsauri Rahimahullah : "Malaikat adalah
penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga dunia." Ibnu
Zura'i juga mengatakan : "Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan
berkuda dalam Dien ini adalah Ashabul Asanid (Ashabul Hadits)."
Mereka
memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan inti dalam Dien ini. Mereka membela
dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan dan kedustaan orang-orang
munafiqin dan Ahlul Bid'ah. Hampir semua Ashabul Hadits menulis kitab-kitab
Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan pemahaman-pemahaman bid'ah yang dan
sesat, baik itu fuqaha' (ahli fikih) mereka, mufassir (ahli tafsir) mereka
maupun seluruh ulama-ulama dari kalangan mereka (Ahlul Hadits). Semoga Allah
memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi pahala atas
usaha mereka yang sampai hari ini dirasakan manfaatnya oleh kaum Muslimin dengan
ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan
hadits-hadits yang mereka periksa.
Akhirnya, marilah kita simak perkataan
Imam Syafi'i rahimahullah ini : "Jika aku melihat seseorang dari Ashabul Hadits,
maka seakan-akan aku melihat Nabi hidup kembali." (Syaraf Ashabul Hadits hal.
26)
Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih
dulu beriman daripada kami. Dan janganlah Engkau jadikan di hati kami kebencian
atau kedengkian kepada mereka. Wahai Rabb kami, sesunggguhnya Engkau Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.
Amien Ya Rabbal
'Alamin.