:: Artikel Paling Populer
:: |
Jum'at, 20 Juni 2003 - 07:06:37
|
Membongkar
Selubung Hizbut Tahrir (I) |
Rabu, 17 Juni 2003 - 20:51:13
|
Nyanyian
Dan Musik Dalam Islam (I) |
Rabu, 18 Juni 2003 - 22:28:53
|
Hukum
Memakai Kain Di Bawah Mata Kaki (Isbal) |
Jum'at, 20 Juni 2003 - 07:11:31
|
Membongkar
Selubung Hizbut Tahrir (III) |
Senin, 05 Oktober 2003 - 23:46:03
|
Deretan
Ulama' Salafy penentang Ihya ut Turots |
Jum'at, 20 Juni 2003 - 07:07:42
|
Membongkar
Selubung Hizbut Tahrir (II) |
Ahad, 08 Juni 2003 - 18:19:43
|
Mengenal
Allah |
Ahad, 08 Juni 2003 - 18:39:18
|
Perkara
Baru dalam Sorotan Syariah |
Ahad, 08 Juni 2003 - 18:25:14
|
Siapakah
Ahlu Sunnah ? |
Rabu, 23 Juli 2003 - 07:54:11
|
Jenis-Jenis
Tauhid - Pengenalan Tauhid
Rububiyyah | |
|
|
:: Ahlan Wa Sahlan
di Homepage Salafy Indonesia
:: |
Rabu, 27 Agustus 2003 - 02:43:58, Penulis
: Author Salafy Edisi Perdana/Syaban/1416 H/1995 H,
Rubrik Aqidah, Hal 14-17 |
Kategori
: Manhaj |
Mengenal Sejarah
dan Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah [Print
View] [kirim
ke Teman]
|
 Sebelum kita
berbicara tentang topik dan judul pembahasan ini,
sebaiknya kita mengenal beberapa pengertian istilah yang
akan dipakai dalam pembahasan ini.
A. Beberapa
Pengertian
1. As-Sunnah As-Sunnah ialah jalan
yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik
itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan.
Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah
ialah jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh
Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam serta para
shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah
orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan
As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan
membelanya.
2. Al-Jama'ah
Menurut bahasa
Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu' dengan arti
mengumpulkan yang tercerai berai. Adapun dalam
pengertian Asyari'ah, Al-Jama'ah ialah orang-orang yang
telah sepakat berpegang dengan kebenaran yang pasti
sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits dan
mereka itu ialah para shahabat, tabi'in (yakni
orang-orang yang belajar dari shahabat dalam pemahaman
dan pengambilan Islam) walaupun jumlah mereka sedikit,
sebagaimana pernyataan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu :
"Al-Jama'ah itu ialah apa saja yang mencocoki kebenaran,
walaupun engkau sendirian (dalam mencocoki kebenaran
itu). Maka kamu seorang adalah Al-Jama'ah."
3.
Al-Bid'ah
Segala sesuatu yang baru dan belum
pernah ada asal muasalnya dan tidak biasa dikenali.
Istilah ini sangat dikenal dkialangan shahabat Nabi
Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam karena beliau
selalu menyebutnya sebagai ancaman terhadap kemurnian
agama Allah, dan diulang-ulang penyebutannya pada setiap
hendak membuka khutbah. Jadi secara bahasa Arab, bid'ah
itu bisa jadi sesuatu yang baik atau bisa juga sesuatu
yang jelek. Sedangkan dalam pengertian syari'ah, bid'ah
itu semuanya jelek dan sesat serta tidak ada yang baik.
Maka pengertian bid'ah dalam syariah ialah cara
pengenalan agama yang baru dibuat dengan menyerupai
syariah dan dimaksudkan dengan bid'ah tersebut agar bisa
beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih baik
lagi dari apa yang ditetapkan oleh syari'ah-Nya.
Keyakinan demikian ditegakkan tidak di atas dalil yang
shahih, tetapi hanya berdasar atas perasaan, anggapan
atau dugaan. Bid'ah semacam ini terjadi dalam perkara
aqidah, pemahaman maupun amalan.
4.
As-Salaf
Arti salaf secara bahasa adalah
pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah
syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama
yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta
mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat
Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, para tabi'in (kaum
mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari
para shahabat) dan para tabi'it tabi'in (kaum mukminin
yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi'in).
istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah
as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus
shalih terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits dinamakan
as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman
ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada
pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
5.
Al-Khalaf
Suatu golongan dari ummat Islam yang
mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan
mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami
Al-Qur'an dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak diketahui secara pasti
kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah mulai depopulerkan oleh para
ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid'ah
dikalangan ummat Islam.
Yang jelas wabah bid'ah
itu mulai berjangkit pada jamannya tabi'in dan jaman
tabi'in ini yang bersuasana demikian dimulai di jaman
khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz
1 hal.84, Syarah Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad
Din dengan sanadnya yang shahih bahwa Muhammad bin
Sirrin menyatakan, "Dulu para shahabat tidak pernah
menanyakan tentang isnad (urut-urutan sumber riwayat)
ketika membawakan hadits Nabi salallahu 'alaihi wa
sallam. Maka ketika terjadi fitnah yakni bid'ah mereka
menanyakan, 'sebutkan para periwayat yang menyampaikan
kepadamu hadits tersebut.' Dengan cara demikian mereka
dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut,
apakah mereka itu dari ahlus sunnah atau ahlul bid'ah.
Bila dari ahlus sunnah diambil dan bila ahlul bid'ah
ditolak."
Riwayat yang sama juga dibawakan oleh
Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau.
Riwayat ini memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman
Muhammad bin Sirrin sudah ada istilah ahlus sunnah dan
ahlul bid'ah. Muhammad bin Sirrin lahir pada tahun 33 H
dan meniggal pada tahun 110 H. kemudian istilah ini juga
muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal (lahir 164 dan
meninggal 241 H) khususnya ketika terjadi fitnah
pemahaman sesat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu
makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang
menyatakan bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah.
Fitnah
terjadi di jaman pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun
Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah ini adalah
termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran
permusuhan dan kekejaman para tokoh ahlul bid'ah melalui
Khalifah tersebut. Mulai saat itulah istilah ahlus
sunnah wal jama'ah menjadi sangat populer hingga kini.
Jadi, istilah ahlu sunnah timbul dan menjadi populer
ketika mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan
al-khalaf, akibat adanya infiltrasi berbagai filsafat
asing ke dalam masyarakat Islam. Ahlus Sunnah wal
Jama'ah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya
(tegarnya) para ulama ahlul hadits dalam berpegang
dengan as-salafiyah ketika para tokoh ahlul bid'ah
meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan amalan
bid'ah mendominasi masyarakat Islam.
B.
Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Mengapa ahlu
sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para
shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam dalam memahami
Al-Qur'an dan Al-Hadits? Ini adalah pertanyaan yang
tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits
untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para
shahabat dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits
dikarenakan Allah dan Rasul-Nya banyak sekali
memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan memujinya.
Faktor ini membuat para shahabat menjadi acuan
terpercaya dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits
sebagai landasan utama bagi Syari'ah
Islamiyah.
Dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits
shahih yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk
kepada pemahaman shahabat sangat banyak sehingga tidak
mungkin semuanya dimuat dalam tulisan yang singkat ini.
Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini sebagai
gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya
landasan pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah
ini.
1. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa
sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat
cinta kepada Allah :
"Sesungguhnya Allah telah
ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji
setia kepadamu (Hai Muhammad) di bawah pohon (yakni
Baitur Ridwan) maka Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka lalu menurunkan keterangan atas mereka
dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan yang
dekat (waktunya).(Al-Fath:18)
Ayat ini
menerangkan bahwa Allah telah ridha kepada para shahabat
yang turut membaiat Rasulullah salallahu alaihi wa
sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka telah
siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar (kaum
kafir) Quraisy dan tidak lari dari medan
perang.
Diriwayatkan bahwa yang ikut ba'iah
tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain,
Allah Sunahanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang
yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari
agama-Nya (yakni keluar dari Islam) niscaya Allah akan
datangkan suatu kaum yang Ia mencintai mereka dan mereka
mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap kaum
mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
mereka berjihad di jalan Alah dan tidak takut cercaan si
pencerca. Yang demikian itu adalah keutamaan dari Allah
yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan
Allah itu Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui."(Al-Maidah:54)
Ath-Thabari membawakan
beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain
yang beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan
jalannya masin-masing, bahwa Al-Hasan Al-Basri,
Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan
segenap shahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah
salallahu alaihi wa sallam dalam memerangi orang yang
murtad.
2. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa
sallam adalah umat yang adil yang dibimbing oleh
Rasulullah salallahu alaihi wa sallam.
"Dan
demikianlah Kami jadikan kalian adalah umat yang adil
agar kalian menjadi saksi atas sekalian manusia dan
Rasul menjadi saksi atas
kalian."(Al-Baqarah:143)
Yang diajak bicara oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala di ayat ini ialah para
shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah
kaum mukminin generasi pertama yang terbaik yang ikut
menyaksikan turunnya ayat ini dan generasi pertama yang
disebutkan dalam ayat Al-Qur'an. Ibnu Jarir Ath-Thabari
menerangkan: "Dan aku berpandangan bahwasanya Allah
Ta'ala menyebut mereka sebagai "orang yang ditengah"
karena mereka bersikap tengah-tengah dalam perkara
agama, sehingga mereka itu tidaklah sebagai orang-orang
yang ghulu (ekstrim, melampaui batas) dalam beragama
sebagaimana ghulunya orang-orang Nashara dalam masalah
peribadatan dan pernyataan mereka tentang Isa bin Maryam
alaihi salam. Dan tidak pula umat ini mengurangi
kemuliaan Nabiyullah Isa alaihi salam, sebagaimana
tindakan orang-orang Yahudi yang merubah ayat-ayat Allah
dalam kitab-Nya dan membunuh para nabi-nabi mereka dan
berdusta atas nama Allah dan mengkufurinya. Akan tetapi
ummat ini adalah orang-orang yang adil dan bersikap adil
sehingga Allah mensikapi mereka dengan keadilan, dimana
perkara yang paling dicintai oleh Allah adalah yang
paling adil.
3. Para shahabat adalah teladan
utama setelah Nabi dalam beriman
Ditegaskan dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Kalau mereka
itu beriman seperti imannya kalian (yaitu kaum mukminin)
terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan
perunjuk dan kalau mereka berpaling mereka itu dalam
perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu (hai Muhammad)
terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui."(Al-Baqarah:137)
Ayat ini menegaskan
bahwa imannya kaum mukminin itu adalah patokan bagi
suatu kaum untuk mendapat petunjuk Allah. Kaum mukminin
yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran
sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa
sallam tidak lain ialah para shahabat Nabi yang paling
utama dan generasi sesudahnya yang mengikuti
mereka.
Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam Surat Al-Fath 29
:
"Muhammad itu adalah Rasulullah, dan
orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang
kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat
mereka ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah
dan keridhaan-Nya. Terlihat pada wajah-wajah mereka
bekas sujud. Demikianlah permisalan mereka di Taurat,
dan demikian pula permisalan mereka di Injil.
Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan
kemudian menjadi sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas
pokoknya, yang mengagumkan orang yang menanamnya, agar
Allah membikin orang-orang kafir marah pada mereka.
Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari
kalangan mereka itu ampunan dan pahala yang
besar."
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an
yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam
merujuk kepada para shahabat Nabi salallahu alaihi wa
sallam dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tentunya
dalil-dalil dari Al-Qur'an tersebut berdampingan pula
dengan puluhan bahkan ratusan hadists shahih yang
menerangkan keutamaan shahabat secara keseluruhan
ataupun secara individu.
Dari hadits-hadits
berikut dapat disimpulkan bahwa :
1. Kebaikan
para shahabat tidak mungkin disamai :
"Jangan
kalian mencerca para shahabatku, seandainya salah
seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud,
tidaklah ia mencapai ganjarannya satu mud(ukuran gandum
sebanyak dua telapak tangan diraparkan satu dengan
lainnya) makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang
dari mereka dan bahkan tidak pula mencapai setengah
mudnya."(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Para shahabat
adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik
generasi penerus pula :
"Dari Imran bin Hushain
radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa
sallam bersabda: 'Sebaik-baik ummatku adalah yang semasa
denganku kemudian generasi sesudahnya (yakni tabi'in),
kemudian generasi yang sesudahnya lagi (yakni tabi'it
tabi'in). Imran mengatakan: 'Aku tidak tahu apakah
Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua
generasi atau tiga.' Kemudian Rasulullah salallahu
alaihi wa sallam bersabda: 'Kemudian sesungguhnya
setelah kalian akan datang suatu kaum yang memberi
persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan
ia suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka
suka bernadzar dan tidak memenuhi nadzarnya, dan mereka
berbadan gemuk yakni gambaran orang-orang yang serakah
kepadanya'."(HR Bukhari)
3. Para shahabat Nabi
salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan
yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya
:
"Rasulullah salallahu alaihi wa sallam
bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah memilih aku dan juga
telah memilih bagiku para shahabatku, maka Ia menjadikan
bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para
pembelaku, dan para menantu dan mertuaku. Maka barang
siapa mencerca mereka, maka atasnyalah kutukan Allah dan
para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah tidak akan
menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa
memalingkan mereka dari adzab Allah."(HR Al-Laalikai dan
Hakim, SHAHIH)
Dan masih banyak lagi
hadits-hadits shahih yang menunjukkan betapa tingginya
kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam
di dalam pandangan Nabi.
Maka kalau Allah dan
Rasul-Nya di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits telah
memuliakan para shahabat dan menyuruh kita
memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal
Jama'ah menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan
para shahabat terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai
patokan utama dalam menilai kebenaran pemahamannya.
Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk
kepada para shahabat Nabi dalam memahami Al-Qur'an dan
Al-Hadits.
(Majalah Ilmiah Salafy Edisi
Perdana/Syaban/1416 H/1995 H, Rubrik Aqidah, Hal
14-17) |
| |
|