[from assunnah@yahoogroups.com]
Message: 1
Date: Tue, 11 Jan 2005 22:44:36 -0800 (PST)
From: fsms sunnah <fsms_sunnah@yahoo.com>
Subject: Al-Wajiz fil Manhaj (Syaikh Abdul Qadir al-Arna'uth Rahimahullahu)
الوجيز في منهج السلف
للشيخ: عبد القادر الأرناؤوط
AL-WAJIZ FI MANHAJIS SALAF
(KERINGKASAN DI DALAM MANHAJ SALAF)
Oleh : asy-Syaikh Abdul Qodir al-Arna`uth –Rahimahullahu-
Definisi al-Wajiz secara etimologi :
Jika dikatakan : أوجز الكلام berarti memendekkan dan menjadikannya sedikit,
yaitu اختصره (meringkasnya), dan kalimatnya pendek dan ringkas. الوَجْز :
Perkataan dan perkara yang ringan dan sederhana. Serta الوَجْز : sesuatu yang
ringkas seperti al-Wajiz.
Definisi al-Manhaj secara etimologi dan terminologi :
النهج، والمنهج، والمنهاجartinya adalah : jalan yang nyata dan terang. Allah
Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya al-Aziz :
لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا
yang artinya : “Untuk tiap-tiap ummat diantara kamu, kami berikan syariat dan
manhaj” (al-Maidah : 48), yaitu : Syariat dan jalan yang terang lagi jelas.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan bagi tiap-tiap ummat syariat
dan manhaj, Ahli Taurat memiliki syariat sendiri, Ahli Injil memiliki syariat
sendiri demikian pula dengan Ahli al-Qur'an. Mereka memiliki syariat-syariat
yang berbeda di dalam masalah hukum namun bersepakat di dalam masalah Tauhid (mengesakan)
Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana sabda nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam :
أنا أولى الناس بعيسى بن مريم في الدنيا والآخرة، الأنبياء إخوة لعلاّت، أمهاتهم
شتى، ودينهم واحد، وليس بيني وبين عيسى نبي
yang artinya : “Aku adalah manusia yang lebih utama dibandingkan Isa bin Maryam
di dunia dan akhirat, para nabi seluruhnya bersaudara sebapak, namun ibu-ibu
mereka berbeda-beda, agama mereka adalah satu serta tidak ada nabi antara diriku
dengan Isa.” Hadits Riwayat Bukhari dalam Shahih-nya, Kitabul Anbiya’, bab
‘wadzkur fil Kitaabi Maryaam’ dan Muslim di dalam shahih-nya nomor 2365 dalam
kitab al-Fadla`il, bab ‘Fadlu Isa ‘alaihi as-Salam’ dari hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu.
Artinya yaitu, mereka semua bersepakat di dalam pokok tauhid kepada Allah Azza
wa Jalla, adapun masalah furu’ (cabang-cabang) syariat, di dalamnya terdapat
perbedaan dan syariat-syariat mereka beraneka ragam. Allah Ta’ala berfirman
kepada nabi-Nya di dalam Kitabnya yang mulia :
وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون
yang artinya : “Dan tidaklah kami utus para nabi sebelummu, melainkan kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tiada sesembahan yang berhak untuk disembah
kecuali Aku maka sembahlah Aku.” (al-Anbiyaa’ : 25), dan firman-Nya :
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت
yang artinya : “Dan sungguh telah kami utus seorang rasul pada setiap ummat
untuk menyeru agar menyembah Allah semata dan menjauhi thaghut.” (an-Nahl : 36).
Ini semua di dalam mentauhidkan Allah Azza wa Jalla, adapun syariatnya
berbeda-beda perintah dan larangannya.
Definisi Salaf secara etimologi dan terminologi :
As-Salafالسلف memiliki arti : ما مضى وتقدم (yang telah berlalu dan terdahulu).
Jika dikatakan سلف الشيء سَلَفا : artinya adalah مضى (yang telah lewat), jika
dikatakan سلف فلان سلفا artinya adalah المتقدم (yang telah berlalu/terdahulu),
dan as-Salif السالف berarti : المتقدم (pendahulu). Sedangkan as-Salaf bermakna :
الجماعة المتقدمون (sekumpulan orang yang terdahulu).
Salaf juga berarti : القوم المتقدمون في السير (orang-orang yang mendahului di
dalam perjalanan hidup). Allah Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya yang Aziz :
فلما آسفونا انتقمنا منهم فأغرقناهم أجمعين، فجعلناهم سلفا ومثلا للآخرين
yang artinya : “Maka tatkala mereka membuat kami murka, kami hukum mereka lalu
kami tenggelamkan mereka semuanya, dan kami jadikan mereka sebagai salaf (pelajaran)
dan contoh bagi orang-orang kemudian.” (az-Zukhruf : 55-56),
yang maknanya : Tatkala mereka menyebabkan kami marah maka kami hukum mereka dan
kami tenggelamkan mereka semuanya, dan kami jadikan mereka sebagai salafan
mutaqodiimiin (contoh orang-orang terdahulu) bagi orang-orang yang melakukan
perbuatan mereka, agar orang-orang setelah mereka dapat mengambil pelajaran dan
menjadikan mereka sebagai peringatan bagi lainnya.
Salaf juga berarti : كل عمل صالح قدّمته (Setiap amal shalih yang terdahulu),
jika dikatakan : قد سلف له عمل صالح amal shalihnya telah berlalu. Dan salaf
adalah من تقدمك من آبائك وذوي قرابتك الذين هم فوقك في السن والفضل orang-orang
yang mendahuluimu dari bapak-bapakmu dan kaum kerabatmu yang mereka di atasmu
dalam hal usia dan keutamaan, seorang dari mereka disebut سالف saalifun.
Seperti perkataan Thufail al-Ghonawi yang meratapi kaumnya :
مضوا سلفا قصد السبيل عليهم
وصرف المنايا بالرجال تقلّب
Pendahulu kita telah lewat dan kitapun akan mengikuti mereka
Kita akan menjadi sepertinya terhadap orang-orang setelah kita
Yaitu, kita akan mati sebagaimana mereka mati, dan kita akan menjadi salaf (pendahulu)
bagi orang-orang setelah kita sebagaimana mereka menjadi salaf bagi kita.
Dari al-Hasan al-Bashri, beliau berdo’a di dalam sholat Jenazah terhadap anak
kecil : اللهم اجعله لنا سلفا “Ya Allah jadikanlah dia salaf bagi kami.” Oleh
karena itulah, generasi pertama dinamakan dengan as-Salaf ash-Sholih.
Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
mereka adalah salaful ummah (pendahulu ummat), dan siapa saja yang menyeru
kepada apa yang diserukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, mereka juga
salaful ummah. Serta siapa saja yang menyeru kepada apa yang diserukan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, para sahabatnya dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, maka mereka berada di atas manhaj as-Salaf ash-Sholih.
Maka wajib bagi setiap muslim untuk ittiba’ (mengikuti) al-Qur'an al-Karim dan
as-Sunnah al-Muthoharoh dengan mengembalikannya kepada pemahaman as-Salaf ash-Shalih
ridlwanullahu ‘alaihim ajma’in, karena mereka adalah kaum yang lebih berhak
untuk ditiru/diikuti, karena mereka adalah orang-orang yang paling benar
keimanannya, yang kuat aqidahnya dan yang paling ikhlash ibadahnya.
Imamnya as-Salaf ash-Shalih adalah Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
Sallam yang mana Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mengikuti beliau di dalam
Kitab-Nya dengan firman-Nya :
وما آتاكم الرسول فخذوه، وما نهاكم عنه فانتهوا
yang artinya : “Apa yang diberikan Rasul padamu maka ambillah dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (al-Hasyr : 7).
Beliau adalah Uswah Hasanah (suri tauladan yang baik) dan Qudwah Shalihah (suri
tauladan yang shalih), Allah Ta’ala berfirman :
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله
كثيرا
yang artinya : “Telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri
Rasulullah bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari
akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab : 21).
Beliau adalah orang yang berbicara dengan wahyu dari langit, Allah Ta’ala
berfirman :
وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى
yang artinya : “Dia tidaklah berbicara dari hawa nafsu melainkan dengan wahyu
yang diwahyukan padanya” (an-Najm : 3-4).
Allah Ta’ala juga memerintahkan kita untuk menjadikan diri beliau sebagai hakim
di dalam segala perkara hidup kita, firman-Nya :
فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت
ويسلموا تسليما
yang artinya : “Maka demi Tuhanmu, sesungguhnya pada hakikatnya mereka tidak
beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim terhadap perselsihan yang
terjadi diantara mereka, kemudian mereka tidak merasa berat di dalam hati dan
mereka menerima dengan pasrah.” (an-Nisa’ : 65).
Allah Ta’ala juga memperingatkan kita supaya tidak menyelisihinya dengan
firman-Nya :
فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم
yang artinya : “Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpakan adzab yang pedih.” (an-Nuur : 63).
Adapun referensi para salaf shalih ketika berselisih adalah Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Allah Ta’ala berfirman :
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك
خير وأحسن تأويلا
yang artinya : “Jika kalian berselisih tentang segala sesuatu maka kembalikanlah
kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari
akhir, yang demikian ini lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’ : 59)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam adalah penyampai risalah dari Rab-nya
dan pemberi penjelasan bagi Kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman :
وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزّل إليهم
yang artinya : “Dan kami turunkan al-Qur'an kepadamu, supaya engkau menjelaskan
kepada manusia tentang apa yang diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl : 44).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، عضّوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات
الأمور، فإن كل بدعة ضلالة
yang artinya : “Maka peganglah sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus dan
mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi gerahammu, dan jauhilah olehmu
perkara-perkara yang baru, karena setiap bid’ah itu sesat.”
Seutama-utama salaf setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam adalah para
sahabat, yang mereka mengambil agama mereka langsung dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam dengan kejujuran dan keikhlasan, sebagaimana Allah mensifati
mereka di dalam kitab-Nya dengan firman-Nya :
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه فمنهم من قضى نحبه ومنهم من ينتظر وما
بدلوا تبديلا
yang artinya : “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur
dan ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.”
(al-Ahzab : 23)
Mereka adalah orang yang mengamalkan perbuatan kebajikan sebagaimana yang Allah
Ta’ala sebutkan di dalam Kitab-Nya dalam firman-Nya :
ولكن البر من آمن بالله واليوم الآخر والملائكة والكتاب والنبيين، وآتى المال على
حبه ذوي القربى واليتامى والمساكين وابن السبيل والسائلين وفي الرقاب وأقام الصلاة
وآتى الزكاة والموفون بعهدهم إذا عاهدوا والصابرين في البأساء والضراء وحين البأس
أولئك الذين صدقوا وأولئك هم المتقون
yang artinya : “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada
Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir dan orang-orang yang meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janji apabila
ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bena imannya, dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa. “ (al-Baqoroh : 177).
Ayat ini adalah ayat tadayyun yang menunjukkan cara beragama yang benar yang
para sahabat radhiyallahu ‘anhum mensifatkannya. Kitabullah adalah dustur (undang-undang)
dan nizham (peraturan) mereka, kemudian setelah itu as-Sunnah, yang merupakan
ilmu yang paling berkah, yang paling utama dan paling banyak manfaatnya baik di
dunia dan akhirat setelah Kitabullah Azza wa Jalla. As-Sunnah bagaikan
taman-taman dan kebun-kebun, yang kau dapatkan di dalamnya kebaikan dan
kebajikan. Kemudian setelah as-Sunnah adalah apa yang disepakati atasnya (ijma’)
salaful ummah dan para imam mereka.
As-Salaf ash-Shalih juga merupakan generasi (kurun) terbaik yang paling utama
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam
haditsnya :
خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
yang artinya : “Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku, kemudian generasi
setelahnya, kemudian generasi setelahnya.” Dan sabdanya :
ثم يكون بعدهم قوم يشهدون ولا يستشهدون، ويخونون ولا يُؤتمنون، وينذرون ولا يوفون،
ويظهر فيهم السـِّمَنُ
yang artinya : “Kemudian akan datang suatu kaum setelah mereka bersaksi namun
tidak diminta kesaksiannya, mereka berkhianat dan tidak dipercaya, mereka
bernadzar namun tak pernah memenuhinya, dan tampak kegemukan pada mereka.”
Ushuluddin (Pokok agama) yang dipegang teguh oleh para imam agama, ulama islam
dan salaf shalih yang terdahulu, dan menyeru manusia kepadanya, adalah : mereka
mengimani al-Kitab dan as-Sunnah secara global (ijmal) dan terperinci (tafshil),
mereka bersaksi akan keesaan (wahdaniyah) Allah Azza wa Jalla dan bersaksi akan
Nubuwah dan Risalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Mereka mengenal Rabb
mereka dengan sifat-Nya yang dipaparkan oleh wahyu-Nya dan risalah-Nya, atau
yang dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dari berita
yang datang dari khobar shahih dan dinukil oleh orang yang adil dan tsiqot.
Mereka menetapkan bagi Allah Azza wa Jalla apa yang Allah tetapkan bagi diri-Nya
sendiri di dalam Kitab-Nya, atau yang ditetapkan lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam, tanpa melakukan tasybih (penyerupaan) terhadap makhluk-Nya, tanpa
takyif (menggambarkan kaifiyatnya), tanpa ta’thil (meniadakan seluruh sifat-Nya),
tanpa tahrif (memalingkan makna-Nya
kepada makna yang bathil), tanpa tabdil (merubah maknanya) dan tanpa tamtsil (membuat
contoh seperti makhluk). Allah Ta’ala berfirman :
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
yang artinya : “Tiada yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (asy-Syuraa : 11)
Imam az-Zuhri berkata :
على الله البيان، وعلى الرسول البلاغ، وعلينا التسليم
Artinya : “Hak Allah untuk menerangkan, dan hak Rasul untuk menyampaikan dan
kewajiban kita untuk menerima pasrah”
Imam Sufyan bin ‘Uyainah berkata :
كل ما وصف الله تعالى به نفسه في كتابه، فتفسيره تلاوته والسكوت عنه
Artinya : “Setiap apa yang disifatkan oleh Allah Ta’ala terhadap diri-Nya di
dalam Kitab-Nya maka penjelasannya (tafsirnya) adalah bacaannya dan kita diam
dari (memperbincangkan)nya.”
Imam asy-Syafi’i berkata :
آمنت بالله، وبما جاء عن الله، على مراد الله، وآمنت برسول الله، وبما جاء عن رسول
الله، على مراد رسول الله
Artinya : “Aku beriman kepada Allah, dan terhadap apapun yang datang dari Allah
dengan apa yang dikehendaki Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah, dan
terhadap apapun yang datang dari Rasulullah dengan apa yang dikehendaki
Rasulullah.”
Di atas inilah para salaf dan para imam kholaf Radhiyallahu ‘anhum berjalan,
seluruhnya bersepakat untuk mengikrarkan dan menetapkan segala sifat Allah yang
datang dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya tanpa menentang dengan mentakwilnya,
kita diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka dan berpedoman dengan cahaya
mereka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah memperingatkan kita dari
perkara-perkara baru (muhdats), dan memberitakannya bahwa hal tersebut termasuk
kesesatan, beliau bersabda di dalam haditsnya :
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، عضّوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات
الأمور، فإن كل بدعة ضلالة
yang artinya : “Maka peganglah sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus dan
mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi gerahammu, dan jauhilah olehmu
perkara-perkara yang baru, karena setiap bid’ah itu sesat.” Yang telah
disebutkan hadits dan takhrijnya.
Abdullah bin Mas’ud berkata :
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم
Artinya : “Ittiba’lah dan jangan membuat bid’ah karena kalian telah dicukupi”
Umar bin Abdul Aziz rahimahullahu berkata :
قف حيث وقف القوم، فإنهم عن علم وقفوا وببصر نافذ كفوا
Artinya : “Berhentilah dimana kaum –salaf- itu berhenti, mereka berhenti karena
berangkat dari dasar ilmu serta mampu untuk membahas namun mereka menahan diri
darinya”
Imam al-Auza’i Rahimahullahu berkata :
عليك بآثار من سلف وإن رفضك الناس، وإياك وآراء الرجال وإن زخرفوه لك بالقول
Artinya : “Peganglah atsar dari salaf walaupun manusia menentangnya, jauhilah
oleh kalian pemikiran-pemikiran manusia walaupun mereka menghiasinya dengan
perkataan.”
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, pendapat mereka bahwa Iman adalah ucapan
dengan lisan, perbuatan dengan anggota tubuh, dan keyakinan dengan hati, serta
iman dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, bahwasanya kebaikan dan kejahatan adalah
dengan keputusan (Qodlo’) Allah dan ketentuan-Nya (Qodar), namun Dia tidaklah
memerintahkan keburukan. Sebagaimana perkataan sebagian salaf : Seluruhnya
adalah dengan perintah Allah, karena Allah Ta’ala memerintahkan kebaikan dan
melarang dari keburukan, Dia tidak memerintahkan kepada kekejian namun ia
melarangnya. Dan manusia tidaklah dipaksa, ia mampu memilih perbuatan dan
keyakinannya, dan ia berhak atas siksaan dan pahala sesuai dengan ikhtiarnya, ia
dapat memilih perintah dan larangan. Allah Ta’ala berfirman :
فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر
yang artinya : “Barangsiapa yang berkehendak beriman maka hendaklah ia beriman
dan barangsiapa yang berkehendak kafir biarlah ia kafir.” (al-Kahfi : 29).
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari
kaum muslimin yang berdosa, walaupun mereka melakukan dosa besar, kecuali jika
ia menentang sesuatu dari agama yang telah diketahui akan urgensinya, dan ia
mengetahui mana yang khusus dan mana yang umum, dan perkara ini telah tetap dari
al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’ salaful ummah dan para imamnya.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, mereka beribadah kepada Allah Ta’ala
semata dan tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tidaklah mereka meminta
melainkan hanya kepada Allah, mereka tidak pula beristighotsah dan beristi’anah
melainkan kepada-Nya Subhanahu. Mereka tidak bertawakal melainkan kepada-Nya
Jalla wa ‘Ala dan mereka bertawasul kepada Allah dengan ketaatannya, ibadahnya,
dan amal-amal shalihnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة
yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan-jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.” (al-Maidah : 35) yaitu,
dekatlah kepada-Nya dengan ketaatan dan ibadah kepada-Nya.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, sholat boleh di belakang setiap orang
yang baik maupun yang fajir selama zhahirnya masih benar. Dan kita tidak
menetapkan seorangpun siapapun dia dengan surga atau neraka kecuali terhadap
orang-orang yang telah ditetapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Akan
tetapi kami mengharapkan kebaikan dan takut akan keburukan. Kami mempersaksikan
sepuluh orang yang diberitakan masuk surga sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi
wa Sallam mempersaksikan mereka. Dan setiap orang yang dipersaksikan oleh Nabi
dengan surga maka kami turut mempersaksikannya, karena beliau tidaklah berucap
dari hawa nafsu kecuali wahyu yang diwahyukan.
Kami memberikan loyalitas/kecintaan kepada para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam dan menahan diri dari memperbincangkan percekcokan dan perselisihan
dinatara mereka. Dan urusannya adalah pada Rabb mereka. Kami tidak mencela salah
seorang dari sahabat, sebagai pengejawantahan sabdanya :
لا تسبوا أصحابي، فو الذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل أحد ذهبا ما بلغ مدّ أحدهم
ولا نصيفه
Yang artinya : “Janganlah kalian mencela sahabatku, demi dzat yang jiwaku berada
di tangannya, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan hartanya
sebanyak gunung uhud, tidak akan mampu mencapai satu mud infaq mereka maupun
setengahnya.”
Para sahabat tidaklah maksum dari kesalahan, karena ishmah (kemaksuman) adalah
milik Allah dan rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam menyampaikan. Dan
Allah Ta’ala memelihara ijma’ ummat dari kesalahan, bukan satu individu,
sebagaimana sabda nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam haditsnya :
إن الله لا يجمع أمتي على الضلالة، ويد الله على الجماعة
yang artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummatku di atas
kesesatan, dan tangan Allah di atas jama’ah.”
Kami memohon Ridha Allah bagi isteri-isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, Ummahatul Mukminin, dan kami berkeyakinan bahwa mereka suci terbebas
dari segala keburukan.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, tidak wajib bagi seorang muslim untuk
mengikatkan dirinya kepada madzhab fikih tertentu, dan boleh baginya keluar dari
satu madzhab ke madzhab lainnya berdasarkan kekuatan dalil. Tidak ada madzhab
bagi orang awam, madzhabnya adalah madzhab muftinya. Bagi penuntut ilmu, jika
dia memiliki keahlian dan mampu untuk mengetahui dalil-dalil para imam maka
hendaklah ia melakukannya, dan berpindah dari madzhabnya seorang imam dalam
suatu masalah kepada madzhab imam lain yang memiliki dalil lebih kuat dan
pemahaman lebih rajih di dalam masalah lainnya. Yang demikian ini dikatakan
sebagai muttabi’ bukanlah mujtahid, karena ijtihad adalah menggali hukum
langsung dari Kitabullah dan as-Sunnah sebagaimana para imam yang empat
melakukannya ataupun selain mereka dari para ahi fikih dan ahli hadits.
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, bahwasanya para sahabat yang empat, yaitu
: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali Radhiyallahu ‘anhum, mereka adalah para
khalifah yang lurus lagi mendapatkan petunjuk (Khulafa’ur Rasyidin al-Mahdiyin).
Mereka yang memegang kekhalifahan nubuwah selama 30 tahun ditambah kekhilafahan
Husain Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
:
الخلافة في أمتي ثلاثون سنة، ثم مُلك بعد ذلك
yang artinya : “Kekhilafahan pada ummatku selama 30 tahun, kemudian akan
berbentuk kerajaan setelahnya.”
Termasuk diantara aqidah salaf adalah, wajib mengimani seluruh yang berada di
dalam al-Qur'an dan Allah Ta’ala memerintahkan kita dengannya, dan meninggalkan
setiap apa yang dilarang Allah kepada kita baik secara global maupun terperinci.
Kami mengimani segala apa yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa
Sallam, dan yang telah shahih penukilan darinya baik yang dapat kita saksikan
maupun yang tidak dapat, sama saja baik yang dapat kita nalar maupun yang tidak
kita ketahui dan tidak pula dapat kita telaah hakikat maknanya. Kita
melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam
dan kita menjauhi terhadap segala apa yang Allah dan Rasul-Nya melarangnya. Kita
berhenti pada batasan-batasan (Hudud) Kitabullah Ta’ala dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam, dan yang datang dari Khalifah ar-Rasyidin al-Mahdiyin.
Wajib bagi kita mengikuti segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa Sallam baik berupa keyakinan, amal
perbuatan, dan ucapan, serta meniti jalannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam dan jalannya para Khalifah ar-Rasyidin al-Mahdiyin yang empat baik berupa
keyakinan, amal perbuatan mapun ucapan. Inilah dia sunnah yang sempurna itu,
dikarenakan sunnah Khalifah ar-Rasyidin diikuti sebagaimana mengikuti Sunnah
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Umar bin Abdul Aziz berkata :
سن لنا رسول الله r وولاة الأمر من بعده سننا، الأخذ بها اعتصام بكتاب الله، وقوة
على دين الله، ليس لأحد تبديلها ولا تغييرها، ولا النظر في أمرٍ خالفها، من اهتدى
بها فهو المهتدي، ومن استنصر بها فهو المنصور، ومن تركها واتبع غير سبيل المؤمنين
ولاّه الله ما تولى وأصلاه جهنم وساءت مصيراً
Artinya : “Rasulullah meninggalkan sunnah bagi kita demikian pula para pemimpin
setelah beliau, mengambil sunnah dengan berpegang terhadap Kitabullah dan
memperkuat agama Allah. Tidak ada seorangpun yang merubah maupun menggantinya,
tidak pula ada pandangan terhadap sesuatu yang menyelisihinya. Barangsiapa yang
berpetunjuk dengannya maka ia akan mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang
menolongnya maka ia akan ditolong. Namun barangsiapa yang meninggalkannya dan
mengikuti selain jalannya orang yang beriman maka Allah akan membiarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang ia condong padanya dan baginya jahannam
seburuk-buruk tempat kembali.”
Sebagai saksi kebenaran terhadap hal ini adalah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa Sallam :
وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة
yang artinya : “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru karena setiap
bid’ah itu sesat.” Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok agama,
dan hadits ini semakna dengan hadits :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ
yang artinya : “Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam urusan kami yang tidak
ada perintahnya maka tertolak.”
Di dalam hadits ini terdapat suatu peringatan dari mengikuti perkara-perkara
yang baru (muhdats) di dalam agama dan ibadah. Yang dimaksud dengan bid’ah
adalah segala perkara yang diada-adakan tanpa ada dasarnya dari syariat yang
menunjukkan pensyariatannya. Adapun jika suatu perkara memiliki asal di dalam
syariat yang menunjukkan pensyariatannya maka bukanlah hal ini termasuk bid’ah
secara syariat, namun dimutlakkan sebagai bid’ah secara bahasa. Maka setiap
orang yang mengada-adakan sesuatu dan menyandarkannya kepada agama padahal tidak
ada asal yang yang menunjukkannya maka ia termasuk kesesatan, dan agama ini
berlepas diri darinya baik itu dalam masalah keyakinan, perbuatan maupun ucapan.
Adapun yang terdapat pada ucapan salaf yang menyatakan kebaikan beberapa bid’ah,
maka sesungguhnya yang dimaksud adalah bid’ah secara bahasa tidak secara syar’i
(istilah), diantaranya adalah ucapan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu
tatkala beliau mengumpulkan manusia pada saat sholat Tarawih di bulan Ramadhan
pada imam yang satu di Masjid, beliau keluar dan melihat mereka sedang sholat,
beliau berkata : نعمت البدعة هذه yang artinya : “Ini adalah sebaik-baik bid’ah”,
namun amalan ini memiliki dasar di dalam syariat, karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam pernah sholat Tarawih secara berjama’ah di Masjid, kemudian
beliau meninggalkannya karena takut akan diwajibkan kepada ummatnya sedangkan
ummatnya tidak mampu mengamalkannya. Ketakutan ini sirna setelah wafatnya beliau
Shallallahu 'alaihi wa Sallam, oleh karena itu Umar menghidupkannya kembali.
Adapun ibadah yang telah tetap di dalam syariat maka tidak boleh
menambah-nambahinya.
Misalnya adzan, telah baku kaifiyatnya yang disyariatkan tanpa perlu
menambah-nambah maupun mengurang-ngurangi. Demikian pula sholat, telah baku
kaifiyatnya yang disyariatkan, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda : صلوا كما رأيتموني أصلي yang artinya : “Sholatlah kamu sebagaimana aku
sholat.” Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih­-nya.
Haji pun juga telah baku kaifiyatnya dari syariat, karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam bersabda : خذوا عني مناسككم yang artinya : “Ambillah dariku
manasik hajimu.” Ada beberapa perkara yang dilakukan oleh kaum muslimin yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Namun
perkara-perkara ini merupakan suatu keharusan (dharuriyah) dalam rangka
memelihara Islam, mereka memperbolehkanya dan mendiamkannya, seperti Utsman bin
‘Affan yang mengumpulkan mushaf menjadi satu karena khawatir ummat akan berpecah
belah, dan para sahabat lainpun menganggap hal ini baik, karena
padanya terdapat maslahat yang sangat jelas. Juga seperti penulisan hadits Nabi
yang mulia dikarenakan khawatir akan sirna karena kematian para penghafalnya.
Demikan pula penulisan tafsir al-Qur'an, al-Hadits, penulisan ilmu nahwu untuk
menjaga Bahasa Arab yang merupakan sarana dalam memahami Islam, penulisan ilmu
mustholah hadits. Semua ini diperbolehkan dalam rangka menjaga syariat Islam dan
Allah Ta’ala sendiri bertanggung jawab dalam memelihara syariat ini sebagaimana
dalam firman-Nya :
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
yang artinya : “Sesungguhnya kami yang menurunkan al-Qur'an dan sesungguhnya
kami pula yang bertanggung jawab memeliharanya.” (al-Hijr : 9)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
يحمل هذا العلم من كل خَلَف عُدوله، ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المُبطلين،
وتأويل الجاهلين
yang artinya : “Ilmu ini diemban pada tiap generasi oleh orang-orang adilnya,
mereka menghilangkan perubahan orang-orang yang ekstrim, penyelewengan
orang-orang yang bathil dan penakwilan orang-orang yang bodoh.” Hadits ini hasan
dengan jalan-jalannya dan syawahid (penguat)-nya.
Inilah aqidah generasi pertama dari ummat ini, dan aqidah ini adalah aqidah yang
murni seperti murninya air tawar, aqidah yang kuat seperti kuatnya gunung yang
menjulang tinggi, aqidah yang kokoh seperti kokohnya tali simpul yang kuat, dan
ia adalah aqidah yang selamat, jalan yang lurus di atas manhaj al-Kitab dan as-Sunnah
serta di atas ucapan Salaful Ummah dan para imamnya. Dan ia adalah jalan yang
mampu menghidupkan hati generasi pertama ummat ini, ia merupakan aqidah Salafush
Shalih, Firqoh Najiyah (Golongan yang selamat) dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Aqidah ini mrp aqidahnya para imam yang empat dan pemegang madzhab yang masyhur
serta para pengkutnya, aqidahnya jumhur ahli fikih dan ahli hadits serta para
ulama yang mengamalkan ilmunya, dan aqidahnya orang-orang yang meniti jalan
mereka hingga saat ini dan hingga hari kiamat. Sesungguhnya telah berubah
orang-orang yang merubah ucapan-ucapan mereka, oleh sebagian mutaakhirin (orang-orang
generasi terakhir) yang menyandarkan diri
mereka kepada madzhab mereka. Maka wajib atas kita kembali kepada aqidah
salafiyah yang murni, kepada sumbernya yang telah direguk oleh orang-orang
terbaik dari Salaf Sholih. Maka kita diam terhadap apa yang mereka diamkan, kita
menjalankan ibadah sebagaimana mereka menjalankannya, dan kita berpegang dengan
al-Kitab, as-Sunnah dan Ijma’ Salaful Ummah dan para imamnya serta qiyas yang
shahih pada perkara-perkara yang baru (kontemporer).
Imam an-Nawawi berkata di dalam al-Adzkar :
واعلم أن الصواب المختار ما كان عليه السلف رضي الله عنهم، وهذا هو الحق، ولا تغترن
بكثرة من يخالفه
yang artinya : “Ketahuilah, bahwa kebenaran yang terpilih adalah apa yang para
salaf Radhiyallahu ‘anhum berada di atasnya.”
Demikian pula Abu Ali al-Fudhail bin ‘Iyyadh berkata :
الزم طرق الهدى ولا يضرك قِلة السالكين، وإياك وطرق الضلالة، ولا تغترن بكثرة
الهالكين
yang artinya : “Tetapilah jalan-jalan petunjuk dan tidaklah akan membahayakanmu
sedikitnya orang yang menitinya. Jauhilah olehmu jalan-jalan kesesatan, dan
janganlah dirimu terpedaya dengan banyaknya orang yang binasa.”
Inilah satu-satunya jalan yang akan memperbaiki keadaan ummat ini. Telah benar
apa yang dikatakan oleh Imam Malik bin Anas Rahimahullahu, seorang penduduk
Madinah al-Munawarah ketika berkata :
لن يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها
yang artinya : “Tidaklah akan baik akhir ummat ini kecuali mereka mengikuti
baiknya awal ummat ini.” Tidaklah akan musnah kebaikan di dalam ummat ini,
karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah bersabda di dalam
haditsnya :
لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم
كذلك
yang artinya : “Akan senantiasa ada segolongan dari ummatku yang menampakkan
kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang mencela, mereka tetap
dalam keadaan demikian sampai datangnya hari kiamat.”
Inilah Aqidah Salaf Sholih yang telah disepakati oleh sejumlah besar para ulama,
diantaranya adalah Abu Ja’far ath-Thahawi, yang telah disyarah aqidahnya oleh
Ibnu Abil Izz al-Hanafi salah seorang murid Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, yang
dinamakan dengan
‘Syarh Aqidah ath-Thahawiyah’. Diantara mereka juga Abul Hasan al-Asy’ari di
dalam kitabnya ‘al-Ibanah ‘an Ushulid Diyaanah’, yang di dalamnya terhimpun
aqidah beliau yang terakhir, beliau berkata :
لنا الذي نقول به، وديانتنا التي ندين بها: التمسك بكتاب الله عز وجل، وبسنة
نبينا r، وما روي عن الصحابة والتابعين وأئمة الحديث، ونحن بذلك معتصمون، وبما كان
يقول به أبو عبد الله أحمد بن حنبل قائلون، ولمن خالف قوله مجانبون
yang artinya : “Pendapat yang kita berpendapat dengannya dan agama yang kita
beragama dengannya adalah : kita berpegang dengan Kitabullah Azza wa Jalla dan
dengan Sunnah Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa Sallam, serta dengan apa yang
diriwayatkna dari para sahabat, tabi’in dan para imam hadits. Kami berpegang
dengan itu semuanya, dan dengan apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin
Hanbal, dan orang-orang yang menyelisihi ucapannya adalah orang yang sesat.”
Termasuk pula tulisan tentang aqidah salafus shalih adalah apa yang ditulis oleh
Ash-Shabuni dalam kitabnya ‘Aqidah Salaf Ashabul hadits’, dan juga diantaranya
adalah Muwafiquddin Abu Qudamah al-Maqdisy al-Hanbali dalam kitabnya ‘Lum’atul
I’tiqod al-Haadi ila Sabilir Rosyad’, dan selain mereka dari para ulama yang
mulia. Semoga Allah membalas mereka semua dengan kebaikan.
Kami memohon kepada Allah untuk menunjuki kami kepada Aqidah yang murni, jalan
yang terang benderang lagi suci dan akhlak yang mulia terpuji. Dan kita memohon
supaya menghidupkan kita di atas Islam dan mematikan kita di atas syariat nabi
kita Muhammad alaihi Sholatu wa Salam.
Ya Allah, tetapkanlah kami sebagai muslim dan kumpulkanlah kami bersama
orang-orang yang shalih jangan orang-orang yang hina lagi terfitnah, ampunilah
dosa kami dan dosa kedua orang tua kami serta seluruh kaum mukminin pada hari
ditegakkannya perhitungan. Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa
mengilhamkan kepada kami kebenaran di dalam berkata dan beramal, sesungguhnya Ia
Maha Mampu atas segala hal dan Dialah Dzat satu-satunya yang layak dipinta.
Demikianlah akhir seruan kami, segala puji hanyalah milik Allah pemelihara alam
semesta.
Pelayan Sunnah Nabawiyah, Abu Muhammad Abdul Qodir al-Arna`uth
Allahlah di balik segala tujuan.
Dialihbahasakan oleh Abu Salma al-Atsariy at-Tirnatiy
Dari http://www.alarnaut.com/ (Website
resmi Syaikh Abdul Qadir al-Arna`uth)
Dipersembahkan bagi penulis –Rahimahullahu- yang telah pulang ke rahmatullah
pada tanggal 13 Syawwal 1425/26 November 2004, semoga ilmu dan amalnya akan
tetap kekal di dunia ini dan semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menempatkannya ke
dalam surga-Nya kelak bersama para rasul, nabi, mujahidin, shiddiqin dan
syuhada’.
Disebarkan oleh Lajnah Dakwah dan Ta’lim FSMS
Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah
Surabaya