DAKWAH
SALAFIYAH BUKAN MURJI’AH
(Bagian
1: Hakikat Murji’ah Menurut Salafiyah)
Oleh
:
Al-Ustadz
Abdurrahman bin Thoyyib as-Salafy, Lc.
(Alumnus Islamic
Pada
akhir-akhir ini banyak sekali tuduhan-tuduhan miring yang dilontarkan kepada
Dakwah Salafiyah yang mubarokah, terutama oleh para aktivis gerakan (harokah
termasuk adanya gerakan Khowarij Kontemporer)[1] yang
merasa telah banyak dibongkar kedok mereka oleh dakwah ini. Dan yang paling
banyak atau sering mendapat tuduhan tersebut adalah Al-'Allaamah
Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani[2] rahimahullahu
beserta murid-murid beliau -hafizhahumullahu-.
Dan
ini merupakan suatu kebiasaan ahli bid'ah sejak zaman dahulu sampai sekarang
untuk menjauhkan umat dari para ulama Robbaniyyin yang
berdakwah kepada tauhid serta menebarkan sunnah dan membasmi syirik serta
bid'ah. Hal ini seperti yang telah dialami oleh Dakwah Salafiyah yang
dijalankan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu
yang dituduh dengan berbagai macam celaan, bahkan sebagian orang awam yangl
termakan syubhat-syubhat mereka ketika mendengar gelar wahabi Iangsung
merinding dan lari ketakutan.
Diantara
tuduhan yang sekarang lancar disebarkan adalah tuduhan bahwa Dakwah Salafiyah
adalah Dakwah Murji'ah. Padahal kalau mereka mau membuka mata lebar-lebar dan
membersihkan hati, sungguh mereka akan banyak beristighfar dan bertobat dari semua tuduhan ini.
Siapakah Murji'ah menurut Ulama Salaf?
Sufyan
Ats-Tsauri rahimahullahu berkata : “Adapun Murji'ah
mereka mengatakan
iman hanyalah ucapan tanpa amal per
buatan, barangsiapa yang bersyahadat Laa ilaha illa Allohu wa anna
Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu maka dia telah sempuma keimanannya.
Imannya seperti imannya Jibril dan para malaikat meskipun dia membunuh (orang
yang haram darahnya-pent)
dia tetap dikatakan sebagai mukmin, dan meskipun dia meninggalkan
mandi janabat serta tidak sholat. Mereka juga menghalalkan darah kaum
muslimin. "[3]
Waki' bin Jarroh rahimahullahu
berkata “Ahlu Sunnah mengatakan bahwa iman itu
adalah ucapan dan perbuatan. Adapun Murji’ah mengatakan bahwa iman adalah
ucapan belaka tanpa perbuatan. Sedangkan Jahmiyah mengatakan iman hanyalah ma’rifah
(pengenalan).”[4]
Fadhl
bin Ziyad rahimahullahu
berkata : “Pernah Imam Ahmad ditanya tentang Murji'ah, lalu beliau
berkata : Murji'ah adalah kelompok yang menyatakan iman itu hanyalah ucapan.”[5]
Muhammad
bin Husein Al-Ajurri rahimahullahu
berkata : "Berhati-hatilah kalian -rohimakumullahu- dari ucapan orang
yang mengatakan : Sesungguhnya imanku seperti imannya Jibril dan Mikail.
Dan barangsiapa yang mengatakan : Saya adalah orang mukmin di sisi Alloh dan saya
adalah orang yang sempurna keimanannya, maka ini adalah ucapan kelompok
Murji'ah.”[6]
Syuraih
bin Nu’man rahimahullahu berkata
: "Aku pernah bertanya kepada Yahya bin Salim Ath-Thoo`i ketika
kami berada di belakang maqom Ibrahim (di masjidil Haram Mekah-pent).
Apa yang dikatakan oleh Murji'ah? Beliau menjawab, Mereka mengatakan : Thowaf
di Ka'bah bukan termasuk keimanan.”[7]
Abdurrohman
bin Mahdi rahimahullahu berkata:
"Telah sampai kepadaku bahwa Syu'bah berkata kepada Syariik rahimahullahu :
Mengapa engkau tidak memperbolehkan persaksian Murji'ah? Beliau menjawab :
Bagaimana mungkin aku membolehkan persaksian kaum yang menyatakan bahwa sholat
bukan termasuk keimanan?”[8]
Berkata
Imam Ibnu Baththoh Al-Akburi rahimahullahu (meninggal
tahun 387 H) : "Berhati-hatilah kalian -rahimakumullahu- dari
bermajlis dengan suatu kaum yang keluar dari agama ini, karena mereka
mengingkari Al-Qur’an dan menyelisihi Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam serta
keluar dari ijma ulama kaum muslimin. Mereka adalah kelompok yang mengatakan :
Iman adalah ucapan tanpa amal perbuatan.
Mereka
juga mengatakan : Sesungguhnya Alloh Azza wa Jalla menurunkan
kepada mereka kewajiban-kewajiban tapi tidak memerintahkan mereka untuk
mengamalkannya dan tidak memadhorotkan mereka jika mereka meninggalkan
kewajiban-kewajiban tersebut. Dan Alloh melarang mereka dari hal-hal yang
haram, dan manusia tetap menjadi orang yang beriman (secara sempurna-pent)
meskipun melakukan hat-hal yang dilarang tersebut.
Sesungguhnya
iman menurut mereka adalah mengakui kewajiban-kewajiban dan tidak perlu untuk
dikerjakan dan mengetahui yang haram meskipun mereka halalkan. Mereka
mengatakan : Sesungguhnya mengenal Alloh itu disebut sebagai iman yang tidak
membutuhkan ketaatan. Sesungguhnya orang yang tahu tentang Alloh dengan hatinya
maka dia adalah seorang mukmin dan orang yang beriman dengan lisannya serta
mengakui dergan hatinya adalah orang yang sempurna keimanannya seperti Jibril.
Iman itu tidak bertingkat dan tidak bertambah serta tidak berkurang. Tidak ada
perbedaan antara manusia (dalam tingkatan keimanan-pent),
orang yang rajin (ibadah) dan yang malas, yang taat dan yang berbuat maksiat
semuanya sama...”[9]
Beliau
juga berkata : "Berhati-hatilah katian –rahimahumullahu- dari orang
yang mengatakan saya mukmin di sisi Alloh dan saya mukmin yang sempurna
imannya, dan berhati-hatilah dari orang yang mengatakan imanku seperti imannya Jibril
dan Mikail. Sesungguhnya mereka adalah Murji'ah, kelompok sesat dan
menyimpang dari agama...”[10]
Berkata
Imam Abdul Qohir bin Thohir Al-Baghdadi rahimahullahu
(meninggal pada tahun 429 H) : "Mereka dinamakan Murji'ah karena
mereka mengakhirkan amal perhuatan dari keimanan.”[11]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata
: "Murji'ah yang mengatakan iman adalah pembenaran dalam hati serta
ucapan dengan lisan dan bahwasanya amal bukan termasuk iman, diantara mereka
adalah fuqoha' Kufah dan para ahli ibadah...”[12]
Beliau
juga berkata : "Adapun masalah istitsna' (mengatakan insya
Alloh,-ed) dalam Iman yaitu seseorang mengatakan : Saya
mukmin insya Alloh, maka manusia ada tiga pendapat dalam hal ini : ada yang
mewajibkan, ada pula yang mengharaman dan ada juga yang membolehkan
kedua-duanya. Dan pendapat ketiga inilah yang paling benar. Yang mengharamkan istitsna'
adalah orang-orang Murji’ah dan Jahmiyah serta selain mereka dari
orang-orang yang menyatakan bahwa iman itu satu (tidak bercabang,-pent)…”[13]
Imam Ibnu Atsir rahimahullahu
berkata : "Murji'ah adalah suatu
kelompok (sempalan) dalam Islam yang meyakini bahwa makiat tidaklah
memadhorotkan keimanan sebagaimana tidak bermanfaat ketaatan bersama
kekufuran. Mereka dinamakan Murji'ah karena keyakinan mereka bahwa Alloh
mengakhirkanlmenjauhkan adzab dari mereka karena perbuatan maksiat...”[14]
Dari
ucapan-ucapan ulama salaf di atas dan yang lain yang tidak mungkin kami
sebutkan semuanya di sini, telah jelas bagi kita tanda-tanda atau ciri-ciri
Murji'ah sebenarnya. Inilah tanda-tanda Murji'ah menurut ulama salaf :
Inilah
ciri-ciri Murji’ah menurut Ahlu Sunnah, maka barangsiapa yang memiliki
salah satu perangai darinya maka diaah Murji'ah khabits (yang busuk).
Dan barangsiapa yang tidak memiliki sedikitpun tanda-tanda tersebut maka
diharamkan untuk dia dituduh dengan Murji'ah selamanya, karena
daging/kehormatan para ulama dan penuntut ilmu itu beracun.[15]
Dan
Dakwah Salafiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah manusia yang paling tahu
tentang kebenaran serta paling kasih sayang kepada manusia. Mereka tidak menuduh
siapapun juga dengan tuduhan batil/dusta, karena kehormatan adalah tanah
larangan yang tidak boleh didekati kecuali dengan bukti yang jelas sejelas
matahari di siang bolong. Mereka Ahlu Sunnah bukan sepertl kebanyakan (aktivis
gerakan-pent) sekarang yang menuduh orang-orang yang tak bersalah dengan
tuduhan-tuduhan batil karena dorongan hizbiyah (fanatik golongan) atau karena
latar belakang dunia.[16]
Siapakah
yang Tidak Bisa Dikatakan Murji’ah Menurut Salaf?
1-
Ucapan bahwasanya iman itu ucapan dan perbuatan.
Abdullah bin Mubarok rahimahullahu
pernah ditanya : “Apakah anda Murji'ah?” Beliau menjawab : “Saya
mengatakan iman adalah ucapan dan perbuatan, bagaimana mungkin saya menjadi
Murji’ah?!”[17]
2- Ucapan bahwasanya iman itu
bertambah dan berkurang.
Imam
Ahmad rahimahullahu, pernah ditanya tentang orang yang
mengatakan bahwasanya iman itu bertambah dan berkurang ? Beliaupun menjawab: “Orang
ini telah terlepas dari Murji'ah.”[18]
Imam
Al-Barbahari rahimahullahu. mengatakan "Barangsiapa
yang mengatakan iman itu ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang maka dia
telah keluar dari Murji'ah mulai dari awal sampai akhlrnya."[19]
3-
Ucapan bahwasanya maksiat bisa mengurangi keimanan dan dapat memadhorotkannya.
4- Bolehnya mengatakan saya
mukmin insya Alloh.
Abdurrohman
bin Mahdi rahimahullahu berkata: "Apabila dia
meninggalkan istitsna' maka ini termasuk prinsip Murji'ah.”[20]
5-
Ucapan bahwasanya kekufuran bisa dengan perbuatan sebagaimana kekufuran juga
bisa disebabkan oleh keyakinan dan ucapan. Dan bahwasanya amal perbuatan
terkadang bisa dianggap kafir tanpa melihat keyakinan.[21]
Murji’ah
Menurut Ahli Bid’ah Terdahulu
Dahulu
ahli bid'ah dari kalangan khowarij dan selainnya menuduh Ahlu Sunnah wal
Jama'ah dengan Murji'ah, karena Ahlu Sunnah berkeyakinan bahwa pelaku
dosa besar tidak kafir kecuali dengan adanya istihlal (penghalalan akan
dosa tersebut) dan bahwasanya orang yang meninggalkan sholat karena malas tidak
menyebabkannya kafir yang mengeluarkan dari Islam. Semua ini menjelaskan kepada
kita bahwa tuduhan terhadap Ahlu Sunnah ini sudah ada sejak dahulu dan
yang menuduh tersebut lebih dekat kepada bid’ah dari pada kepada sunnah.
Disini
kita cukupkan dengan menyebutkan dua atsar dari salaf
1. Ishaq bin Rohawaih rahimahullahu
menceritakan dari Syaiban bin Farukh bahwasanya dia pernah berkata :
"Aku bertanya kepada Abdullah bin Mubarok
: “Apa pendapatmu mengenai orang yang berzina, meminum
khomer dan selainnya, apakah dia mukmin?”
Abdullah bin Mubarok menjawab : “Aku tidak mengeluarkannya
dari keimanan.” Syaiban berkata : “Dengan usiamu yang tua
engkau menjadi Murji'ah?!” Abdullah bin Mubarok menjawab :
“Wahai Abu Abdulah, sesungguhnya Murji'ah tidak mernerimaku.
Aku mengatakan iman itu
bertambah sedangkan Murji'ah tidak mengatakan seperti itu.”[22]
2.
Syaikh Al-'Allamah Abul Fadhl
As-Saksaki Al-Hambali rahimahullahu berkata:
“Sesungguhnya sekelompok ahli bid'ah yang bernama
Al-Manshuriyah menuduh Ahlu Sunnah sebagai Murji'ah karena mereka (Ahlu Sunnah)
mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat jika tidak diiringi dengan
pengingkaran akan kewajibannya maka dia masih muslim menurut pendapat yang kuat
dari madzhab Imam Ahmad. Mereka (ahli bid'ah) mengatakan : Pendapat ini
menjadikan iman menurut mereka hanyalah ucapan tanpa amal perbuatan.”[23]
Padahal
sangat jelas perbedaan antara hukum orang yang meninggalkan sholat karena malas
menurut Ahlu Sunnah dan menurut Murji'ah. Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullahu
berkata : "Ucapan (tentang tidak kafirnya orang yang
meninggalkan sholat karena malas) telah dikatakan
oleh sekelompok dari para imam yang
mengatakan iman adalah ucapan dan perbuatan. Dan Murji'ah juga mengatakan
seperti itu, akan tetapi Murji'ah mengatakan orang tersebut sempurna
keimanannya.[24] Dan
kami telah menyebutkan perbedaan ulama Ahli Sunnah wal Jama'ah tentang orang
yang meninggalkan sholat (Karena malas tapi masih mengakui hukum kewajibannya,-pent).
Adapun ahli bid'ah seperti Murji'ah mereka mengatakan Orang yang meninggalkan
sholat imannya sempurna jika dia masih meyakini kewajibannya.”[25]
Bahkan
mereka mengatakan Imannya seperti iman Jibril dan Mikail!! Adapun
Salaf Ahli Hadits mereka mengatakan : "Sesungguhnya dia kurang
imannya, dan berada di bawah kehendak Alloh, jika Dia berkehendak Dia akan
mengadzabnya di neraka (meski tidak kekal didalamnya,-pent) dan
jika Dia mau, Dia ampuni serta Dia masukkan kedalam surga-Nya.”[26]
Imam Ash-Shobuni juga berkata : “Ahli
hadits berselisih pendapat tentang seorang muslim yang meninggalkan sholat fardhu
dengan sengaja. orang tersebut dikatakan kafir oleh Imam Ahmad bin
Hambal dan sekelompok ulama
salaf yang lain dan mereka mengeluarkannya dari agama Islam seperti yang
tercantum dalam hadits shohih yang
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam : "Antara seorang
hamba dengan kesyirikan adalah meninggalkan sholat, maka barangsiapa yang
meninggalkan sholat ia kafir.”[27]
Imam
Syafi’i rahimahullahu beserta para sahabat-sahabat beliau
dari ulama salaf -semoga rohmat Alloh atas mereka semua- berpendapat bahwa
orang tersebut tidak kafir selama meyakini kewajibannya. Akan tetapi orang
tersebut berhak untuk dibunuh, seperti orang murtad dari Islam yang juga berhak
dibunuh. Mereka menafsirkan hadits diatas dengan : “Barangsiapa yang
meninggalkan sholat dengan mengingkari kewajibannya (maka
dia kafir)...”[28]
Definisi
Murji’ah Menurut Ahli Bid’ah Sekarang
Orang-orang
yang menyelisihi Ahlu Sunnah dan menuduh mereka dengan Murji'ah telah
melakukan suatu kedustaan dan kebohongan. Tapi Alloh enggan melainkan
menjatuhkan mereka kedalam lingkaran ahli bid'ah terdahulu yang juga sama-sama
menuduh Ahlu Sunnah sebagai Murji'ah yang ekstrim.
Jika
ahli bid'ah terdahulu menuduh orang yang tidak mengkafirkan pelaku dosa besar
seperti zina, minum khomer dan semisalnya dengan Murji'ah, maka orang-orang
yang menyelisihi (Dakwah Salafiyah,-pent) sekarang menuduh orang
yang tidak mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain hukum Alloh tanpa
adanya istihlal/penghalalan dengan tuduhan sebagai Murji'ah.[29]
Hal
ini sebagaimana yang diungkapkan oleh pembuat makalah Aqidah Jama'ah
Salafiyah di Majalah “An-Najah” dalam penutup hal. 5 : "Jika
anda telah memahami bahwa aqidah “JS” (Jama’ah Salafiyah) dalam bab iman adalah aqidah Murji'ah Fuqaha' dan aqidah mereka dalam
bab kekafiran adalah aqidah Jahmiyah (Murji'ah Ekstrim), maka anda
bisa memahami dengan baik :
Maka
kita katakan kepada pembuat makalah ini : "Inikah yang melatar belakangi
kalian untuk menuduh Dakwah Salafiyah sebagai Murji'ah? Tidakkah kalian membuka
mata Iebar-lebar untuk membaca ucapan para ulama salaf tentang ketidakkafiran
orang yang berhukum dengan selain hukum Alloh jika tidak diiringi oleh istihlal?!
Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan tentang firman Alloh
:
وَ مَا
لَمْ
يَحْكُمْ
بِمَا
أَنْزَلَ
اللهُ فَأُولـئِكَ
هُمُ
الكَافِرُوْنَ
“Barangsiapa yang
tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah : 44) sebagai kekufuran yang tidak mengeluarkan
dari Islam.”[30]
Imam
Abu Ubeid Al-Qosim bin Sallam rahimahullahu berkata :
“Adapun pemutus dan saksi atas semua
ini adalah firman Alloh, “Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang
diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata :
“Bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama.” Dan Atha’ bin Abi
Robah berkata, “Kufrun Duna Kufrin” (Kekufuran yang tidak
mengkafirkan/kufur kecil).” Sungguh jelas bagi kita bahwa hal tersebut tidak
mengeluarkan dari Islam dan bahwasanya agamanya tetap berdiri meskipun dilumuri
dosa…”[31]
Ibnul
Qoyyim rahimahullahu berkata : “Yang benar
bahwa berhukum dengan selain hukum Alloh mencakup dua bentuk
kekufuran, kufur
kecil dan besar sesuai dengan keadaan orang tersebut. Apabila
dia masih meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh pada
suatu kejadian dan dia menyimpang dari hukum Alloh dalam keadaan maksiat beserta
keyakinannya bahwa dia berhak mendapat sanksi maka ini kufur kecil. Tapi jika
dia meyakini tidak wajibnya berhukum dengan hukum Alloh, dan bahwasanya dia diberi pilihan sedang dia
meyakini itu hukum Alloh maka ini termasuk kufur besar, tapi jika dia tidak
tahu (hukum Alloh) dan dia keliru maka hukumnya seperti hukum orang yang khilaf. Kesimpulannya : Semua maksiat
termasuk kufur kecil...”[32]
Apakah
mereka para ulama seperti Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Atho'
bin Abi Robah rahimahullahu, Abu Ubeid Al-Qosim bin Sallam rahimahullahu,
Ibnul Qoyyim rahimahullahu dan selain mereka yang menyelisihi
kalian itu adalah Murji'ah karena tidak mengkafirkan orang yang berhukum dengan
selain hukum Alloh jika tidak ada istihlal???!!!
Mengapa
kalian hanya mengkhususkan pengkafiran ini hanya kepada pemerintah kaum
muslimin saja? Bukankah ayat dalam
أَمْ
لَهُمْ
شُرَكَــؤُاْ
شَرَعُوْا
لَهُمْ مِنَ
الدِّيْنِ
مَا لَمْ
يَأْذَنْ
بِهِ اللهِ
“Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang
tidak diizinkan
Alloh?”
(QS. Asy-Syuura : 21)
Bukankah kalian
sendiri telah berhukum dengan selain hukum Alloh dengan mengkafirkan pemerintah
kaum muslimin seenaknya saja?!
مَا لَكُمْ
كَيْفَ
تَحْكُمُوْنَ
“Mengapa kamu (berbuat demikian):
bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS. Al-Qolam : 36)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah
rahimahullahu berkata : “Pewajiban dan pengharaman, dosa
dan pahala serta takfir (pengkafiran) dan tafsiq (penfasikan)
adalah hak Alloh dan Rasul-Nya saja. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak
untuk menghukumi di dalamnya”[33].
Ibnu al-Qoyyim rahimahullahu berkata dalam Qosidah
Nuniyah-nya:
الكٌفْرُ
حَقُّ اللهِ
ثُمَّ
رَسُوْلِهِ بِالنِّصِ
يَثْبُتُ؛
لاَ بِقَوْلِ
فُلاَنِ
مَنْ كَانَ
رَبُّ
العَالَمِيْنَ
وَ عَبْدُهُ قَدْ
كَفَّرَاهُ
فَذَاكَ
ذُوْالكُفْرَانِ
(Penetapan sesuatu)
kufur adalah hak Alloh kemudian Rasul-Nya
Dengan
penetapan nash bukan dengan ucapan si fulan
Barangsiapa yang oleh
Robb semesta Alam dan Rasul-Nya
Dikafirkan
maka dialah orang kafir
Kalau kalian mengkafirkan pemerintah kaum
muslimin karena tidak berhukum dengan hukum Alloh meskipun tidak diiringi oleh istihlal,
maka mengapa kalian tidak mengkafirkan orang yang berbuat bid'ah atau maksiat?!
Dan mengapa kalian tidak mengkafirkan orang tua dan saudara-saudara kalian
sendiri yang masih berbuat bid’ah dan maksiat?! Dan mengapa kalian tidak
mengkafirkan diri kalian sendiri yang juga masih berbuat bid’ah dan maksiat?!
Tapi memang kalian ingin menelusuri jejak Khowarij yang membunuh Ali bin Abi
Tholib radhiyallahu ‘anhu, dengan alasan beliau tidak berhukum
dengan hukum Alloh.
Imam Al-Hafizh Abu
Bakr Muhammad bin Al-Husein Al-Ajurri rahimahullahu berkata dalam
kitabnya Asy-Syari'ah : “Diantara syubhat khowarij adalah
(berpegangnya mereka dengan-pent) firman Alloh “Barang siapa
yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Alloh maka mereka itu adalah
orang-orang kafir”. Mereka membacanya bersama firman Alloh : “Namun
orang-orang kafir itu mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka” (
Al-Imam Al-Qodhi Abu
Ya'la
rahimahullahu berkata dalam masalah iman : "Khowarij
berhujjah dengan firman Alloh Ta’ala "Dan barang siapa yang
tidak berhukum dengan hukum Alloh maka mereka itu
adalah orang-orang kafir". Zhohirnya dalil mereka ini mengharuskan
pengkafiran para pemimpin-pemimpin yang zholim dan ini adalah perkataan
khowarij padahal yang dimaksudkan dengan ayat ini adalah orang-orang yahudi.”[35]
Abu Hayyan rahimahullahu
berkata dalam tafsirnya:
“Khowarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat
maksiat kepada Alloh itu kafir, mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash pada
setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh bahwa dia itu kafir.”[36]
Abu
Abdillah Al-Qurthubi rahimahullahu
menukil perkataan dari Al-Qusyairi rahimahullahu
: "Madzhabnya khowarij
adalah barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan
selain hukum Alloh maka dia kafir.”[37]
Dan
siapakah yang kalian maksud dengan pemerintah kaum muslimin yang telah
kafir dan murtad itu?! SBY kah atau Raja
Fahd atau Raja Abdullah???
Jelaskan kepada umat dan umumkan bahwa
aqidah kalian adalah aqidah Khowarij yang gemar lagi hobi
mengkafirkan pemimpin kaum muslimin!!! Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu.
Mengatakan : “Kelompok Khowarij
adalah kelompok pertama yang mengkafirkan kaum muslimin dan mengatakan kafir
bagi
setiap pelaku dosa. Mereka mengkafirkan
orang yang menyelisihi bid'ah mereka
serta menghalalkan darah serta hartanya.”[38]
Ketahuilah
wahai kaum Muslimin, bahwa pemikiran takfir seperti infah yang mendasari adanya
peledakan dan pengeboman di beberapa negeri Islam. Maka berhati-hatilah dari pemikiran
Khowarij ini dan dari orang-orangnya!!!
Kemudian
tanda kedua Murji'ah menurut ahli bid'ah sekarang adalah tidak adanya
pengkafiran terhadap orang yang meninggalkan sholat karena malas, meski dia
masih meyakini akan kewajibannya dan ini adalah jalan/metode pendahulu
mereka seperti yang telah disebutkan di atas.
Hal
ini seperti yang dilakukan oleh Safar Hawali penulis kitab Zhohiratul
Irja' yang menuduh Syaikh Al-Albani sebagai Murji'ah. Dia mengatakan
: “Dan tidaklah yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat (karena
malas,-pent) tidak kafir melainkan yang telah kemasukan pemikiran
Murji'ah, baik dia merasa atau tidak.”[39]
(bersambung Bagian 2)
(Sumber : Majalah adz-Dzakhiirah; Edisi 21; Rajab
1427-Agustus 2006; Dinukil dengan sedikit perubahan dan pembenahan)
-OOO-OOO-
[1] Telah sampai ke meja
redaksi sebuah makalah yang berjudul “Aqidah Jama’ah Salafiyah dalam
Tinjauan Syar’i”. Di dalamnya tertulis “Aqidah Jama’ah Salafiyah
dalam masalan iman adalah Aqidah Murji’ah Fuqoha’ dan dalam masalah
pengkafiran adalah Aqidah Murji’ah Ekstrim (Jahmiyah).”
[2] Seperti yang dilakukan
oleh DR. Safar Hawali –hadaahullahu- dalam kitabnya Zhohiratul
Irja’ yang telah dibantah sendiri oleh Syaikh al-Albani rahimahullahu
beserta murid beliau, Syaikh Ali Hasan
al-Halabi hafizhahullahu dalam kitab beliau yang berjudul ad-Duror
al-Mutalali’a. Alhamdulillah pemerintah Saudi akhirnya mengetahui
akan bahaya buku ini hingga tidak boleh disebarluaskan. (Lihat footnote ar-Raddul
Burhani hal. 46 karya Syaikh Ali Hasan).
[3] Syarhu Ushul I’tiqod
Ahli as-Sunnah wal Jama’ah (III/1071) karya al-Lalika`i.
[4] Ibid, (III/1072 no.
1873).
[5] Kitabus Syari’ah
(II/683 no. 302) karya Al-Ajurri.
[6] Ibid, (II/687 no.
305).
[7] Al-Ibanah ‘an
Syari’atil Firqotin Naajiyah (II/899 no. 1255 : Kitabul Iman) karya Imam
Ibnu Baththoh.
[8] Kitabus Sunnah (I/334
n o. 692) karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.
[9] Al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqotin Naajiyah (II/893
: Kitabul Iman) karya Imam Ibnu Baththoh.
[10] Ibid, (II/899).
[11] Al-Farqu baynal Firoq
(hal. 202) karya Al-Baghdadi.
[12] Majmu’ Fatawa
(VII/194).
[13] Ibid, (VII/429)
[14] An-Nihayah fi Gharibil
Hadits wal Atsar (hal. 351) karya Ibnu Atsir.
[15] Murji’atul Ashr
(hal. 54-55) karya DR. Khalid al-Anbari.
[16] Ibid, (hal. 54).
[17] As-Sunnah (III/566)
karya Al-Khollal.
[18] Al-Mukhtar fi Ushulis
Sunnah (hal. 89) karya Ibnu al-Banna’.
[19] Syarhus Sunnah
(hal. 122) karya Imam al-Barbahari.
[20] Asy-Syari’ah
(II/283).
[21] Murji’atul Ashr (hal.
60-61).
[22] Musnad Ishaq (III/670).
[23] Al-Burhan (hal.
96).
[24] Apakah Dakwah Salafiyah
yang dituduh dengan tuduhan Murji’ah berpendapat seperti ini?!! Tolong
buktikan!!!
[25] At-Tamhid (IV/242).
[26] Murji’atul Ashr
(hal. 56-58).
[27] Aqidatus Salaf Ashhabul
Hadits (hal. 88-89) oleh Imam Ash-Shobuni.
[28] Ibid.
[29] Murji’atul Ashr
(hal. 59).
[30] Lihat pembahasan riwayat
ini secara riwayatan dan dirayatan di dalam Qurrotul ‘Uyun karya
Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly.
[31] Kitabul Iman (hal.
54) karya Abu ‘Ubaid.
[32] Madarijus Salikin
(I/336-337) karya Imam Ibnu al-Qoyyim.
[33] Majmu’ Fatawa (V/545).
[34] Asy-Syari’ah (I/342).
[35] Masa`il al-Iman
(hal. 340-341).
[36] Al-Bahrul Muhith (III/493).
[37] Al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an (VI/191).
[38] Majmu’ Fatawa (VII/279).