NASEHAT UNTUK PARA DA’I SALAFY DI
INDONESIA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Hady Al-Madkhaly
Bagian Terakhir
dari Dua Tulisan [2/2]
Wahai ikhwan sekalian…. perhatikanlah nasehat
yang agung dari pencipta kita kepada Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam yang
ada didalam ayat yang mulia ini, sesungguhnya Ia telah memberikannya karunia,
dan menjadikannya sallallahu alaihi wasallam seorang yang penyayang. beliau
sallallahu alaihi wasallam sangat penyantun dan sayang kepada umatnya
:
Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. [At-Taubah :128]
Beliau menyayangi orang-orang beriman,
mengasihi, serta belas kasih terhadap mereka.
Kelembutan dan kasih sayang
ini sangat besar pengaruhnya didalam diri manusia dan mempunyai pengaruh yang
baik dalam sambutan manusia dan penerimaan terhadap seorang da’i, karena ia
menauladani Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dimana beliau disifatkan
dengan sifat ini didalam (kitab) Taurat sebagaimana yang terdapat didalam shoheh
Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Salam radhiallahu anhu : (Bahwasanya
beliau sallallahu alaihi wasallam tidak jahat perangainya dan tidak kasar, tidak
pula pemekik dipasar, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Akan tetapi
pemaaf dan pemurah, beginilah disifatkan Rasulullah didalam taurat sebagimana
yang terdapat didalam shohihain, ini perkataan Allah didalam al-quran dan itu
sudah cukup, akan tetapi beliau sallallahu alaihi wasallam telah disifatkan
dengan ini dalam kitab yang terdahulu.
Wahai para ikhwan sekalian… saya
mewasiatkan kepada kalian dan diri saya untuk bertaqwa kepada Allah subhanahu
wata’ala dan memahami agama-Nya, begitu juga saya menasehati kalian supaya
sayang dan lembut kepada hamba Allah, dan betul-betul berusaha dengan segala
kesanggupan dalam memberikan petunjuk kepada manusia. Dan hendaklah seorang da’i
mengetahui bahwa didalam menempuh jalannya ini akan menemui beberapa ijtihad
(perbedaan pendapat) antara ia dan saudaranya yang lain yang mana kadangkala
terjadi perbedaan pandangan pada apa yang boleh berpendapat padanya, yang saya
maksud dengan ijtihad disini adalah pada apa yang boleh sesama para da’i untuk
memberi pandangan/pendapat, dan jika tidak ini, maka ijtihad yang terlintas di
pikiran kita hanya untuk orang yang ahli dalam ijtihad, orang yang fakih didalam
agama yang mana mereka akan menerangkan dan meneliti serta menjelaskan dengan
keluasan ilmu dan pengetahuan mereka.
Dari merekalah manusia mengambil
fatwa dan pemahaman dalam agama Allah ta’ala. Akan tetapi ijtihad yang saya
maksud adalah (ijtihad) dalam menempuh jalan menuju kebaikan, sesuai dengan
kesanggupan dan menepis kerusakan didalam dakwah ini.
Hendaklah seorang
da’i memahami bahwa antara dirinya dengan saudara-saudaranya mesti terjadi
sesuatu, karena jalan yang ditempuh sangat panjang, dan dengan banyaknya pejalan
dan panjangnya perjalanan, pasti akan terjadi kesulitan, dan keletihan, dan
kadangkala ketidak sepakatan dalam sisi pandang pada apa yang dibolehkan berbeda
pendapat. Dan saya tekankan dalam kalimat ini : (pada apa yang dibolehkan
padanya perbedaan pendapat)
Maka saya katakana : Apabila (perbedaan
pendapat) itu terjadi maka wajib bagi seorang da’i, da’i salafiyin kususnya -dan
merekalah yang saya maksudkan dalam pembicaraan ini- untuk memegang wasiat
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada Mu’adz dan sahabatnya(Abu Musa
al-Asy’ary) ketika mereka diutus ke negeri Yaman, beliau berkata kepada mereka
berdua: sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari,
berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah
kalian, dan janganlah berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian
berselisih, dan (tathoowa’aa) saling menghargailah kalian.
Wahai ikhwan
sekalian… (ini) adalah kata-kata yang agung, dari pendidik yang paling mulia
yaitu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam maka sampaikanlah oleh kalian khabar
gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan
janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah kalian
berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan saling
menghargailah kalian.
Apabila seseorang bersikukuh dan berpegang dengan
pendapatnya yang ada mempunyai dasar, dan tidak ada larangan syar’i padanya,
maka wajiblah ia menyerahkan (keputusan) kepada temannya tersebut, tidak ada
percekcokan dalam masalah itu, karena berita baik akan diterima dengan hati yang
baik dan halus dari pertama kalinya. Dan tindakan yang membuat orang lari akan
memalingkan manusia dari agama, dan Nabi sallallahu alaihi wasallam murka dalam
kisah tentang seseorang memanjangkan sholat -sebagaimana yang kalian ketahui-dan
beliau berkata : (wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada orang yang
membuat orang minggat, barangsiapa yang mengimami orang), dalam lafadz yang
lain: (barangsiapa yang mengimami manusia hendaklah ia
memendekkan).
Wahai saudara se-Islam… Nabi sallallahu alaihi wasallam
telah memperingatkan dalam masalah ini bahkan beliau marah kepada orang yang
menyebabkan larinya manusia dari kebenaran, dan menyebabkan manusia berpaling
dari agama Allah ta’ala, beliau berkata : (sampaikanlah kabar gembira, dan
janganlah kalian menyebabkan manusia lari), Maka jadilah kalian orang tamak
dalam menyampaikan berita gembira kepada manusia, dan menyampaikan apa yang
dapat diterima oleh hati mereka tentang agama, dan tentang manhaj yang baik ini
yaitu manhaj salafi, yang mana ia adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam, dan jalan para sahabat beliau. Dan janganlah kalian
membuat orang lari, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan kalian.
Berhati-hatilah, karena seseorang bisa saja menghambat dari agama Allah dengan
kelakuannya. karena ilmu itu wahai saudara sekalian…adalah pemindahan gambaran
yang bersemayam didalam hati keluar. Dan mengamalkan ilmu kebalikan darinya
yaitu gambaran luar dari ilmu yang didengar dilakukan oleh anggota tubuh,
apabila sesuai apa yang didalam dengan apa yang diluar maka itu adalah da’I yang
sebenarnya, dan ia akan dibukakan oleh Allah baginya penerimaan, (hal itu)
karena ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan mendekatkan diri
kepada-Nya, dan menunjukkan kasih sayang dan cinta kasih kepada penciptanya
dengan melakukan ketaatan dan jauh dari larangan.
Ia senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah mencintainya, maka apabila Allah
mencintainya Ia akan memberikan baginya penerimaan dimuka bumi, dan meletakkan
kecintaan kepadanya dihati manusia, maka ia akan diterima karena mereka melihat
kejujurannya, dan karena mereka melihat perbuatannya sesuai dengan perkataannya.
Saya ulangi sekali lagi, saya katakan : sesungguhnya ilmu itu adalah pemindahan
gambaran dalam keluar, yaitu agar manusia mendengar apa yang engkau ketahui
dalam nasehatmu, apa yang engkau pahami dalam agama Allah, mereka mendengarnya
dalam pengajianmu, adapun mengamalkan (ilmu) kebalikan darinya, yaitu menyatakan
gambaran dalam yang telah engkau keluarkan dalam pelajaran yang engkau tampakkan
kepada manusia, sehingga sesuai apa yang ada diluar dengan apa yang ada di hati,
apabila sesuai amal dengan ilmu maka inilah yang sebut teladan, saya mewasiatkan
kalian wahai ikhwan sekalian... ingatlah Allah terhadap manusia, ingatlah Allah
terhadap hamba Allah…
Kemudian nasehat yang kedua sebagaimana dalam
hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang disebutkan diatas: (Berilah
kemudahan, dan janganlah memberi kesempitan), dan ini (mesti) berada didalam
bingkai syari’ah dan kita tidak berhak keluar dari agama Allah bahkan tidak
boleh, akan tetapi (mesti) dalam lingkaran nash-nash, maka apa yang boleh
dimudahkan kita mudahkan dan apa yang tidak boleh dianggap enteng maka kita
tidak boleh meremehkannya. Masalah-masalah keyakinan tidak boleh meremehkannya,
dan tidak pula menganggap enteng, akan tetapi semua manusia dalam hal ini wajib
berpegang kepada perintah yang datang dari Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam, janganlah menganggap remeh perkara syirik, besar ataupun kecil, dan
jangan menganggap enteng perkara bid’ah, sedikit maupun banyak, karena ia adalah
pintu kepada kekufuran – kita belindung kepada Allah darinya-, begitu juga
maksiat kita tidak boleh meremehkannya dan (hendaklah) kita mengikuti dalam
masalah ini perkataan Rasulullah salallallahu alaihi wasallam : (apa yang saya
larang kalian darinya maka jauhilah ia, dan apa yang saya perintahkan kepada
kalian maka laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian). Inilah kemudahan itu,
(mudahkanlah dan janganlah memberi kesulitan). Dalam ruang lingkup batas
syari’at dan pada garis nash-nash wahyu dari Alquran dan sunnah Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam, kemudian (Bersatulah dan janganlah kalian
berselisih), Jauihilah oleh kalian perselisihan karena perselisihan itu adalah
jelek, apabila engkau berselisih dengan saudaramu, manusia akan berselisih
karena kalian, (yang satu) pergi dengan kelompok ini, dan (yang satu lagi) pergi
dengan kelompok yang lain, dan terjadilah perbantahan disebabkan oleh ingin
menang sendiri, apabila telah terjadi perbantahan maka akan muncul ketakutan,
Allah ta’ala berfirman :
Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan
yang menyebabkan kamu menjadi gentar, dan hilang kekuatanmu [Al-Anfal:
46]
Wahai saudara se-Islam… ingatlah Allah wahai para du’at, ingatlah
Allah wahai para penuntut ilmu, dalam menjauhi perbuatan yang hina dan tercela
ini, yaitu perselisihan yang menyebabkan perpecahan, belakang-membelakangi,
saling marah-marahan, saling iri, saling perang, dan saling memusuhi –kita
berlindung kepada Allah dari semua itu-. Seorang da’i lebih mulia dan jauh dari
semua ini, karena ia mengajak manusia kepada agama Allah bukan mengajak mereka
kepada dirinya sendiri, hendaklah ia ikhlas dan termasuk orang-orang yang jujur
didalam ikhlasnya itu, jauh dari perbuatan yang tercela ini, Allah subhanahu
wata’ala berfirman didalam kitab-Nya :
Artinya: Katakanlah: Inilah jalan
(agama) Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah.
[Yusuf :108]
Dan kalian telah mengetahui sebagaimana yang ada didalam
kitab tauhid karya Syekh Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
waridhwanuhu alaihi ketika sampai pada ayat ini dan beliau mengambil kesimpulan
darinya dalam masail (permasalahan-permasalahan) yang ma’ruf, beliau berkata:
padanya (ada) peringatan untuk berikhlas, sesungguhnya kebanyakan manusia jika
mereka menyeru sesungguhnya ia menyeru kepada dirinya. Maka orang yang (menyeru)
kepada ia akan marah untuk dirinya. Maka hendaklah bagi seorang insan untuk
menjauhi sebab-sebab perselisihan, adapun perselisihan yang tidak berpengaruh
seperti yang saya sebutkan tadi maka ini biasa terjadi pada manusia, biasa
terjadi perselisihan tanawwu’(yang tidak menyebabkan pertentangan), bukan
perselisihan permusuhan yang menyebabkan pembunuhan, ini tidak apa-apa, dan ini
(mesti) terjadi, akan tetapi orang yang mengetahui sabda Nabi sallallahu alaihi
wasallam : (Dan saling menghargailah kalian), ini tidak akan terjadi antara ia
dan saudaranya sesama da’i perselisihan dalam keadaan bagaimanapun. (Bersatulah
dan janganlah kalian berselisih, bersepakatlah dan janganlah kalian
berpecah-belah). berpecah-belah juga jelek, karena setiap orang yang berpecah
dengan saudaranya akan mengambil jalan yang bukan jalannya, dan sekelompok
manusia akan berkumpul bersamanya, mereka berpegang kepadanya, lalu mereka akan
mengikuti jalannya dan pada waktu itu jadilah kelompok yang saling benci dan
perkumpulan yang sesat yang dilarang didalam islam, dalam firman Allah
ta’ala:
Artinya: Dan janganlah kamu bercerai-berai. [Ali Imram:
103]
Dan ini juga perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam yang kalian
dengar barusan.
Dan Allah serta Rasul-Nya telah melarang dari perpecahan,
kita tidak boleh dalam keadaan apapun melakukan sebab-sebabnya, (kemudian saling
menghargailah kalian), saling menghargai mesti ada, karena panjangnya jalan
mengharuskan kita melakukannya, dan sabar terhadap apa yang dihadapi dan jika
tidak ada saling menghargai maka akan terjadi perpecahan, dan yang saya maksud
adalah saling menghargai dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya jangan
dipahami sebaliknya –saya berlindung kepada Allah jika dipahami selain ini-.
Saling menghargai dalam lingkaran apa yang dibolehkan padanya. Dan pada apa yang
tidak dibolehkan kita mengatakan padanya seperti perkataan para sahabat
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :
Artinya : Sungguh tersesatlah aku
jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku temasuk orang-orang yang mendapat
petunjuk. [Al-An’am : 56]
Jika saya setuju dengan ini yaitu dengan
kesalahan yang sudah jelas dan nyata yang tidak boleh ditempuh dan
melakukannya.
Ini yang saya maksudkan. Saya mengatakan setelah semua yang
diatas, saya mewasiatkan kalian untuk ikhlas didalam agama Allah dan mengikuti
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kemudian (betul-betul) memahami agama
Allah, karena bertambahnya pemahaman membuat lemah para musuh dan memutuskan
tipu daya mereka yang mereka masukkan untuk merusak kita, dan saya memohon
kepada Allah subahanahu wata’ala dengan nama-nama-Nya yang baik dan
sifat-sifat-Nya yang tinggi, agar Ia memberikan kepada saya dan kalian
pengetahuan dalam agama dan memahaminya, begitu juga saya memohon kepada-Nya
subhanahu wata’ala supaya Ia memberikan kepada saya dan kalian keikhlasan
kepada-Nya, dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan menjadikan
saya dan kalian pemberi petunjuk bagi orang-orang yang ditunjuki, penyeru kepada
kebaikan, baik lagi memperbaiki, penyeru kepada persatuan bagi orang-orang yang
ingin bersatu berkumpul dalam kebaikan dan taqwa dan kita menentang orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, dan semoga Ia menjauhkan kita darinya, karena Ia
maha kuasa dan mampu melakukannya, dan semoga salawat dan salam serta keberkatan
Allah bagi hamba dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad dan segala puji bagi Allah
pencipta semesta alam.
[Diterjemahkan / Alih Bahasa : Ummu Fadhil,
Aspri Rahmat Azai, Islamic University Of Madinah, Pasca Sarjana Jurusan Aqidah.
P.O.Box : 10234 Madinah - Saudi Arabia. Phone : +966 - 4 –
8390448]