Syaikh Al Abani rahimahullah berbicara tentang Wahabi
Ulama Ahlus Sunnah dari Amman, Yordania.
Penanya : Seseorang bertanya, "kami sering mendengar tentang wahabiyah/wahabi
dan kami mendengar pula bahwa para pengikut wahabiyah membenci shalawat atas
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam dan tidak mau menziarahi
makan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam. Lalu sebagian syaikh
mengatakan sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam
telah mengabarkan keadaan mereka ini saat beliau bersabda, "najed adalah tanduk
Syaiton." Bagaimanakah jawaban anda mengenai hal ini ?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah menjawab:
Pada hakikatnya pertanyaan ini, sangat disayangkan, sangat mengakar dan
mempengaruhi kaum muslimin. Adapun iklim yang telah menunjang tumbuhnya opini
seperti ini dahulu adalah faktor politik, namun masa bagi faktor tersebut telah
lama berlalu dan berakhir. Sebab, ia hanyalah manufer politik yang sengaja
dilancarkan oleh daulah Attaturk (kerajaan Turki) tanpa landasan sama sekali,
tapi sekedar mengalihkan perhatian.
Politik tersebut diciptakan oleh daulah attaturk pada saat munculnya seorang
ahli ilmu dan tokoh pembaharu yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-,
yang berasal dari bagian negeri Najed. Tokoh tersebut mengajak orang-orang
disekitarnya kepada keikhlasan, beribadah kepada Allah semata tanpa
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Di antara fenomena kesyirikan itu,
sangat disayangkan, masih saja ditemukan di sebagian negeri Islam, berbeda
dengan negeri tempat munculnya sang pembaharu Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-.
Negeri tersebut hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ditemukan padanya salah
satu jenis syirik. Sementara fenomena syirik demikian marak di sebagian besar
negeri Islam yang lain, Sebagai contoh, figur Khomaini dan saat meninggalnya
serta pengumuman penunjukan makan beliau sebagai Ka'bah (tempat menunaikan haji)
bagi penduduk Iran, ini merupakan bukti nyata dan berita tentang hal ini masih
hangat bagi kalian.
Sang tokoh, Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah-, ketika naik ke permukaan
dalam rangka berdakwah untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala,
sangat bertepatan dengan hikmah yang dikehendaki Allah Subhanahu Wata'ala. Pada
saat itu, di negeri tersebut terdapat seorang pemimpin di antara sekian pemimpin
negeri Najed, beliau adalah Su'ud leluhur keluarga yang saat ini sedang
memerintah Saudi. Akhirnya syaikh (Muhammad bin abdul wahhab -rahimahullah-) dan
pemimpin tersebut bekerja sama, ilmu dan pedang pun saling membantu. Mereka
mulai menyebarkan dakwah tauhid di negeri Najed, mengajak manusia sekali waktu
dengan lisan dan di waktu yang lain dengan pedang. Siap yang menyambut ajakan,
maka itulah yang diharapkan. Sedang bila tidak demikian, maka tidak ada jalan
lain kecuali menggunakan kekuatan.
Dakwah tersebut berhasil menyebar hingga sampai ke negeri-negeri yang lain.
Sementara perlu diketahui bahwa saat itu negeri Najed serta wilayah sekitarnya
seperti Irak, Yordan, dan wilayah-wilayah lain berada di bawah kekuasaan
Attaturk sebagai khilafah turun-temurun. Kemudian tokoh ini dengan ilmunya serta
pemimpin tersebut dengan kepemimpinannya mulai populer. Dari sini, penguasa
Attaturk merasa khawatir jika muncul di dunia Islam satu kekuatan yang mampu
menyaingi kekuasaan Daulah Attaturk. Maka, mereka berkehendak membabat habis
dakwah ini sebelum sempat beranjak dari negeri kelahirannya. Hal itu mereka
tempuh dengan cara menggencarkan propaganda bohong mengenai dakwah tersebut,
sebagaimana terungkap dalam pertanyaan di atas ataupun pernyataan serupa yang
sering kita dengar.
Di atas telah aku katakan, bahwa faktor utamanya adalah konflik politik, akan
tetapi konflik politik tersebut telah berakhir dan bukan tujuan kami hendak
membahas sejarah. Adapun faktor lain yang turut andil bagi tersebarnya opini
tidak benar terhadap dakwah ini adalah ketidaktahuan sebagian orang terhadap
hakikat dakwah ini. Hal ini mengingatkan ku akan suatu cerita yang pernah aku
baca di sebuah majalah, yaitu bahwa dua orang laki-laki sedang bertukar pikiran
mengenai jalan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- yang mereka cap
dengan sebutan Wahabiyah. Kalau saja manusia mau memikirkan apa yang akan mereka
katakan, niscaya pemberian cap ini saja sudah cukup membuktikan kesalahan mereka
dalam menyikapi dakwah ini. Sebab kata Wahabiyah bila ditelusuri merupakan
pecahan dari kata dasar Wahab. Lalu siapakah Al-Wahab itu ? tidak lain adalah
Allah Tabaraka Wata'ala.
Kalau begitu, pemberian cap bagi dakwah ini dengan sebutan Wahabiyah justru
menjadikannya mulia dan bukan malah meruntuhkannya. Akan tetapi sebutan itu sama
seperti apa yang mereka katakan tentang kami di Suriah, "Di telinga mereka, hal
itu adalah sesuatu yang menakutkan sekali". Begitu juga perkataan "Wahabiyah
tidak memiliki keyakinan terhadap Rosul, atau mereka tidak beriman kepada Allah
Ta'ala.”
Pembahasan ini telah mengingatkanku akan dua orang yang bertukar pikiran
tersebut. Seorang yang bodoh mengklaim bahwa golongan Wahabiyah hanya beriman
kepada Allah Subhanahu Wata'ala, adapun Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa ‘alihi wasallam tidak menjadi bagian keyakinan mereka. Tidak ada yang mereka
ucapkan kecuali "Laa Ilaha Illallaah (Tidak ada sembahan yang hak kecuali
Allah).
Sehubungan dengan ini di Negeri Syam, ada cerita yang mesti aku sampaikan.
Mereka biasa mengatakan "Mobil duta besar Saudi lewat dan ternyata diiringi oleh
bendera melambai-lambai bertuliskan Laa Ilaha Illallaah wa Muhammad Rosulullaah.”
Wahai kaum muslimin, bertakwalah kalian kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Bagaimana kalian mengatakan terhadap orang-orang itu bahwa mereka tidak beriman
kecuali hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala, sementara bendera mereka
merupakan satu-satunya bendera di dunia yang bertuliskan simbol Tauhid, dimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam telah bersabda tentang hal itu,
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi tidak ada
sembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah Rosulullaah.
Apabila mereka mengatakan hal itu, sungguh telah terlindung dariku harta dan
darah mereka. Adapun Hisab (perhitungan amalan) mereka terserah kepada Allah
Subhanahu Wata'ala ".
Mengapa kalian melancarkan tuduhan dusta kepada mereka?! Lihatlah, bendera
mereka ini menjulang tinggi untuk mengungkapkan keimanan yang ada di hati mereka.
Ini dari satu sisi, sementara dari sisi lain yang lebih besar dan lebih penting,
"Mungkin saja dikatakan bahwa bendera tersebut hanyalah kepalsuan, yakni sekedar
propaganda yang memiliki maksud tersendiri... dan seterusnya", Akan tetapi,
tidaklah mereka perhatikan bagaimana hingga saat ini manusia melaksanakan haji
setiap waktu dengan nyaman dan aman. Keadaan seperti ini tidak pernah dinikmati
(setelah masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam dan beberapa
Khalifah terdahulu, peny), pada masa Attaturk yang telah melancarkan tuduhan
dusta untuk merusak citra dakwah ini. Kalian semua mengetahui bahwa seringkali
terjadi pada bapak-bapak kita, terlebih kakek-kakek kita, bila hendak berangkat
menunaikan haji harus menyertakan pasukan bersenjata demi untuk mengamankan
jamaah haji tersebut dari para penyamun dan perampok.
Maha suci Allah, kondisi ini telah berakhir. Namun dengan sebab apa? Tentu saja
dengan sebab politik yang diterapkan oleh jamaah yang mereka namakan golongan
wahabiyah hingga saat ini.
Seandainya bendera yang melambaikan keimanan shahih dan tauhid yang benar
disertai keimanan bahwa Muhammad adalah Rosulullah itu hanyalah pernyataan palsu
dan kedustaan belaka, namun tidakkah kalian perhatikan bagaimana mereka demikian
tekunnya di dalam Masjid untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. Mereka
mengumandangkan adzan sebagaimana adzan yang dikumandangkan di seluruh negeri
Islam lainnya. Demi Allah, kecuali tambahan (penambahan azan, ed) yang biasa
diucapkan (dilakukan, ed) pada bagian awal dan akhir adzan seperti yang terdapat
di berbagai negeri Islam lain, sesungguhnya tambahan ini tidaklah ditemukan di
sana (Saudi). Hal itu mereka lakukan dalam rangka menerapkan Sunnah, bukan
sebagai fenomena pengingkaran terhadap Rosul Islam serta Rosul bagi manusia
secara keseluruhan. Akan tetapi semata-mata hanyalah untuk mengikuti generasi
salaf. Semua kebaikan adalah dengan mengikuti golongan salaf, sementara segala
keburukan terdapat pada bid'ah dan kaum khalaf.
Hingga saat ini, manusia menunaikan ibadah haji dan mendengarkan adzan dengan
kalimat persaksian akan keesaan Allah Subhanahu Wata'ala serta persaksian
terhadap Nabi-Nya sebagai pengemban Risalah. Kemudian mereka sholat seperti
sholat yang kita lakukan, dan bersholawat terhadap Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wa ‘alihi wasallam- setiap kali namanya disebut. Barangkali mereka lebih
banyak bersholawat dibandingkan orang-orang yang menuduh bahwa mereka tidak
mencintai dan tidak mau bersholawat atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
‘alihi wasallam.
Wahai jamaah sekalian, takutlah kalian kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Kedustaan yang digemborkan ini telah dibantah oleh kenyataan kondisi mereka.
Sebab tidak mungkin bagi mereka memperturuti keinginan orang-orang yang berada
di negeri mereka. Akan tetapi yang mereka tampilkan tidak lain lahir dari lubuk
hati, keimanan terhadap kalimat "Laa ilaha Illallaah wa anna Muhammad
Rosulullaah" serta semangat untuk mengikuti manhaj Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa ‘alihi wasallam tanpa menambah-nambah, tidak tidak (bukan, ed) aku
katakan tidak mengurangi. Sebab kekurangan adalah tabiat manusia, tidak ada
manusia yang mampu untuk menghindar darinya. Akan tetapi dari segi Akidah tidak
dilebihkan dan tidak dikurangi dari yang semestinya. Sedangkan dari segi ibadah
tidak dilebihkan namun bisa saja kurang dari yang semestinya. Misalnya sebagian
mereka tidak melakukan sholat di waktu malam di saat manusia tertidur, dan ini
adalah kekurangan. Namun kekurangan ini tidak mempengaruhi akidah serta tidak
mengurangi nilai keislaman yang dimiliki. Kalimat Wahabiyah masih saja dijadikan
bahan untuk melakukan tuduhan suatu kelompok masyarakat mengenai perkara-perkara
yang mereka berlepas daripadanya sebagaimana dikatakan "terbebasnya serigala
dari darah putra Ya'qub.”
Wallaahu a'lam bisshowab.
Sumber Kitab : Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani wa Muqaranatuha bi fatawa Al-'Ulama.