
Tafsir Al Quran Surat Al Baqarah
3
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : الَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ
artinya : (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (QS Al Baqarah, ayat
3)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
rahimahullah menyatakan di awal surat Al-Baqarah ini Allah Subhanahu Wa
Ta'ala mensifati hamba-hamba yang bertaqwa. Pertama, dengan aqidah yang
ada pada diri mereka sekaligus dengan amalan-amalan bathin, kemudian
perkara yang kedua adalah Allah mensifati dengan amalan-amalan yang
dzahir.
Berkaitan dengan sifat yang Allah
sifatkan kepada hamba-hambanya yang bertaqwa berupa amalan-amalan yang
dzahir antara lain Allah menyatakan,
ويقيمون
الصلوة dan mereka itu menegakkan
shalat.
Kemudian Allah nyatakan,
ومما رزقـنهم ينفقون
Dan terhadap sebagian apa yang kami karuniakan kepada mereka,
mereka itu menginfakkan.
Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa'di rahimahullah menyatakan bahwasanya termasuk dalam
perkara ini adalah hamba-hamba Allah yang bertaqwa menginfakkan sebagian
rezeki yang Allah limpahkan, termasuk nafaqoh- nafaqoh yang
wajib.
Nafaqah dibagi dua
:
1) Nafaqoh
Wajib
Syaikh Abdurrahman As Sa'di
mencontohkan Nafaqoh yang wajib seperti zakat yakni zakat maal, dan
nafaqoh yang diberikan kepada isteri-isterinya. Ini hukumnya adalah wajib
berdasarkan Al-Quran dan Assunnah. Serta sanak kerabat yang menjadi
tanggungannya, demikian pula budak-budak yang dia miliki dan orang-orang
yang berada dibawah tanggunggjawabnya.
2)
Nafaqoh Sunnah /mustahab
Sedangkan nafaqoh
yang mustahabah/sunnah yaitu berbagai jalan-jalan kebaikan yang berkaitan
dengan penyaluran sebagian harta yang Allah limpahkan kepadanya.
Dari sini jelas bahwasanya ayat [ومما
رزقـنهم ينفقون ] , Dan terhadap sebagian apa yang
kami karuniakan kepada mereka, mereka itu menginfakkan. Infaq mencakup dua
perkara. Yang pertama nafaqoh yang hukumnya wajib, yang kedua
nafaqoh/infaq yang hukumnya sunnah.
Selanjutnya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah
menyatakan di dalam ayat ini Alllah tidak menyebutkan siapa yang diberikan
nafaqoh. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yang pertama karena banyak
sebab seorang itu berinfaq dan yang kedua banyak golongan yang berhak
untuk mendapatkan infaq. Sebagaimana contoh yang telah disebutkan, dalam
perkara zakat mal ada delapan golongan yang berhak menerima. Nafaqoh wajib
lainnya adalah istri, sanak kerabat dan yang lainnya. Dan alasan yang
ketiga karena nafaqoh itu adalah bentuk pendekatan diri seorang hamba
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
.
Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala
menyatakan dalam ayat tersebut [ومما ]
, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
rahimahullah mengatakan bahwa datangnya dengan didahului dengan huruf م
(mim) , [ومما] dan terhadap sebagian, ini menunjukkan bahwasanya nafakoh
yang dinafaqohkan seorang hamba sesuai dengan yang diperintahkan Allah,
nafaqoh itu hanya sebagian kecil dari harta yang diberikan padanya.
Tujuannya yaitu untuk memperingatkan kepada mereka (hamba-hamba Allah yang
bertaqwa) bahwasanya Allah tidak menghendaki melakukkan infaq kecuali
sedikit dari harta yang Allah berikan, bukan seluruhnya atau sebagian
besarnya.
Contohnya zakat maal hanya 2,5% yang terjadi dalam 1 tahun, yang terkena pun hanya
kelipatannya. Misalkan sesorang memiliki emas 150 gram, maka yang terkena
zakat hanya 96 gram saja (yang dikali 2,5%) karena yang terkena hanya
kelipatannya saja. Inilah kasih sayang Allah terhadap
hambanya.
Dan perintah Allah untuk berinfaq
bukan merupakan sesuatu yang merupakan mudharat yang akan mencelakakan
mereka atau menjadikan sesuatu yang berat bagi mereka. Bahkan mereka
(orang-orang yang berinfaq) akan mendapatkan manfaat dari infaq yang
dilakukan, dan saudara-saudaranya yang berhak mendapatkan infaq akan
memperoleh manfaat. Dalam banyak ayat dan banyak hadist, Allah dan Rasul
Nya telah menerangkan hal ini.
Dan di dalam
firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala [رزقـنهم ], Kami mengkaruniakan rezeki
kepada mereka, merupakan isyarat bahwa harta-harta yang ada di tangan
kalian (dimiliki), bukan semata-mata dihasilkan dengan sebab kekuatan atau
kemampuan kalian. Namun harta yang ada pada kalian itu adalah rezeki/milik
Allah yang Allah karuniakan. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala
mengkaruniakan, melebihkan kapada kalian di atas hamba-hamba Allah yang
lain. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan nikmat kepada hamba-hamba Nya
yang dikehendaki.
Sebagaimana muhajirin
dari kalangan sahabat mengadu kepada Rasullah. Para muhajirin fuqara berkata, "Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya di antara kita telah mendahului di dalam beramal,
mendapatkan berbagai macam keutamaan-keutamaan. Mereka shalat sebagaimana
kita shalat, mereka berpuasa sebagai mana kita berpuasa, akan tetapi
mereka bisa menginfakkan sebagian dari kelebihan harta yang Allah berikan
kepada mereka yang itu tidak bisa kita lakukan ……."
Ini menunjukkan bahwasanya harta yang ada pada hamba-hamba
Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan rezeki yang Allah limpahkan kepada
hamba-hambanya tersebut dan tidak kepada yang lainnya.
Kemudian apa yang semestinya kita lakukan
terhadap harta-harta tersebut? Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
rahimahullah mengatakan, "Seseorang mengeluarkan zakat, berinfak atau bershodaqaoh sebagaian hartanya merupakan
wujud syukurnya kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan kepadanya. Dan
berbelaskasih kepada saudara kalian yang tidak memiliki juga merupakan
wujud syukur kepada Allah ta'ala".
Bahkan
Rasulullah Shalallahu Alaihi wasalam melarang bagi kita untuk hasad, namun
beliau Shalallahu Alaihi wasalam mengecualikan (diperbolehkannya) hasad
(berkeinginan seperti orang tersebut) khusus hanya kepada dua golongan,
Rosulullah bersabda :
لا حسد إلا في اثنتين رجل آتاه الله مالا فسلط على هلكته في الحق
.... (رواه البخارى فى الصحيحه 1/39)
" Tidak
boleh hasad kecuali pada dua golongan, (salah satunya) orang yang
karuniakan kelimpahan harta yang ia belanjakan harta teserbut di jalan
yang haq" (HR. Al Bukhari).
Ini meliputi nafaqoh yang dua macam tadi
, yang telah disebutkan (wajib dan sunnah)
Di dalam Al quran Allah banyak mengumpulkan perkara shalat dan
zakat, hal ini dikarenakan shalat mengandung keikhlasan kepada zat yang
diibadahi, yaitu shalat yang ditunaikan secara dzahir dan secara bathin.
Sedangkan zakat dan nafaqoh mengandung kebaikan kepada hamba-hamba Nya,
yang diistilahkan dengan hablum min Allah [حبل من الله
] dan hablum minannas [حبل من الناس ]. Jika seseorang
menunaikan/menegakkan shalat berarti telah menjalankan hubungan baik
dengan Allah ta'ala, dan tatkala menginfaqkan sebagian hartanya berarti
telah berbuat baik sesama hamba-hamba Allah subhanahu wa ta'ala.
.
Merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba
adalah keikhlasannya kepada zat yang diibadahi, secara dzahir dan bathin.
Dan dia berupaya/berusaha untuk memberikan segala seusatu yang bermanfaat
bagi hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Maka sebagai tanda kebinasaan seorang hamba yaitu tidak adanya
dua perkara ini pada dirinya, yakni keikhlasan dan memberikan kebaikan
kepada saudaranya.
Agar kita digolongkan
ke dalam hambanya yang bertaqwa maka harus melengkapi diri kita dengan dua
sifat ini. Sifat yang pertama yaitu keikhlasan kepada Allah diperoleh
dengan mempelajari perkara tauhid dan syirik, sunnah dan bid'ah, dan
mempelajari asma dan sifatnya Allah, agar semakin kenal kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, lalu mempelajari syariatnya khususnya shalat, agar
hati ini bisa ikhlas, khusyuk dan ditegakkan di atas
sunnah.
والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا
أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ
يُوقِنُونَ
Dan mereka yang beriman kepada
Kitab (al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang
telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat. (QS Al Baqarah, ayat 4)
(Kitab
Taisir Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, Penulis Syaikh Abdurrahman
bin Nashir as Sa’di. Dibahas oleh Ustadz Muhammad Ikhsan, Pimpinan Ponpes
Difa’anis Sunnah, Sewon, Bantul setiap hari Kamis pukul 16.00 – 17.30 di
Masjid Al Hasanah, depan Mirota Kampus Jogjakarta.)
|