Senandung Do'a Al-Qur'an

 

Tanya:

 

Sapta Purnomo <saptaipung@toyota.astra.co.id> wrote:
Afwan ... mau tanya, kalo "Senandung Do'a Al-Qur'an" yg bunyinya :
Allohummarhamni bilquran waj'alhuliy imaman wa nuura ... dst,

 

 

Jawab:

 

Oleh : tjohansyah@yahoo.com

Was-Salamu 'Alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh
 
[Ana katakan] ini lafazh doa setelah khatam (menamatkan pembacaan) Al-Qur'an, kalau tidak salah syaikh 'Abdul-'aziz bin Baz pernah mengomentari, namun ana lupa (positif atau negatif).
Namun amalan sebagian saudara kita (khususnya dari Nahdiyin) menyenandungkannya ketika setelah (atau sebelum) adzan, sambil menunggu jama'ah. Jelas amalan ini (kalau memang ada dasarnya) sudah menyalahi, yakni Bid'ah Haqiqiy. Karena waktunya tidak tepat (harusnya setelah meng-khatam-kan Al-Qur'an).
Dan para 'ulama hadits seperti Syaikh Al-Albani dan murid-muridnya, Syaikh Muqbil dan Syaikh Rabi' tidak pernah membicarakan ini (sepengetahuan ana). Besar kemungkinan ini lafazh tidak ada dasarnya, dan hendaknya jangan diamalkan, khawatir kita terkena dampak negatif dari perbuatan menyelisihi As-Sunnah.
 
Dan sebagai tambahan - Ana pernah menemukan sebuah riwayat dalam Sunan Al-Kubra,
bahwa Al-Baihaqi berkata, mengabarkan pada kami Abu Ahmad Al-Mahrajaniy, mengabarkan pada kami Abu Bakr ibnu Ja'far Al-Muzakkiy, mengabarkan pada kami Muhammad ibnu Ibrahim, memberitakan pada kami Ibnu Bukair, memberitakan pada kami Malik, memberitakan padaku Abu Nadhr, dari Salim ibnu 'Abdillah,

Bahwa 'Umar ibnul-Khaththab radhiyallahu 'anhu membangun di sisi masjid sebuah ruangan, lalu dia menamakan Al-Buthaiha', lalu beliau berkata, "Barangsiapa hendak bercakap-cakap atau ber-nasyid sya'ir atau hendak mengeraskan suaranya (dalam berdzikir atau berdo'a-peny.) hendaklah dia memasuki ruangan (serambi) ini!"

(HR. Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra (10/103) dengan sanad terputus antara Salim dengan kakek-nya ('Umar), namun dalam Syarh Ar-Zarqaniy 'Ala Muwaththa' Imam Malik (1/504) sanad itu disambung dengan sanad – Dari Salim ibnu 'Abdillah ibnu 'Umar, dari ayahnya, bahwa 'Umar ibnu Al-Khaththab membangun [semakna dengan di atas]. Maka derajat terangkat menjadi SHAHIH - karena sanad ini, Al-Hamdu Lillah).
 
[Ana katakan] Lafazh doa ini diduga kuat tidak ada landasan riwayatnya dalam agama, maka dia bukan dzikir ataupun doa, dia seperti sya'ir, dan melantunkan keras (dengan mic) doa ini jelas termasuk klasifikasi riwayat (Atsar) di atas. Karena telah shahih riwayat berikut :
Dari Anas ibnu Malik radhiyallahu 'anhu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menasihati seorang 'Arab Baduwi yang telah kencing di masjid, beliau bersabda,
"Sesungguhnya masjid ini tidak dibenarkan sedikitpun untuk kencing, dan tidak boleh untuk sesuatu yang kotor / menjijikkan! ."Tetapi hanya untuk ber-dzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan membaca Al-Qur'an."
(HR. Muslim, Shahih no.285)
 
Namun, hendaklah kita menasihati saudara-saudara kita itu untuk tidak melakukannya cara yang lembut dan tidak memaksakan kehendak, serta tidak memvonisnya sesat atau semacam itu karena mereka tidak mengerti dan terkadang keras kepala. Memang jelas perbuatan mereka ini menyelisihi Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni menghormati atau tidak mengganggu orang yang mungkin baru datang dan sedang shalat Tahiyatul-Masjid. Sebagaimana riwayat di bawah :
 
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu, katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ber-I'tikaf di masjid, lalu beliau mendengar (sebagian shahabat) mengeraskan bacaan (mereka), maka beliau membuka tabir (kemah) dan beliau bersabda, "Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu bermunajah (berbisik) kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu kepada sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain atau shalat lainnya!"

(HR. Abu Dawud, dalam Sunan-nya no.1332 (2/38); Ahmad, dalam Musnad-nya no.11915 (3/94); Ibnu Khuzaimah, dalam Shahih-nya no.1162 (2/190); Al-Baihaqi, dalam Sunan Al-Kubra no.8092 (5/32); ‘Abd ibnu Humaid, dalam Musnad no.883 (278). Dengan sanad SHAHIH)
 
[Ana katakan] sesungguhnya ibadah paling tinggi adalah shalat, sedangkan dalam shalat dalam membaca bacaan shalat tidak dibenarkan mengeraskan suara sehingga mengganggu saudaranya yang juga sedang shalat.
Maka bila seseorang mengeraskan suara membaca Kitabullah sedangkan di dekatnya ada seorang yang sedang shalat, maka para ulama menganjurkan Qari' merendahkan suaranya, apalagi lafazh sya'ir yang tidak ada dasarnya itu. Wallahu a'lamu.
--------------
Sedangkan ber-doa setelah khatam Al-Qur'an telah SHAHIH beberapa amalan dari para Salaf, di antaranya Anas ibnu Malik radhiyallahu 'anhu (tanpa menjelaskan lafazh doanya),
 
Ad-Darimi berkata - menceritakan kepada kami 'Affan, menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, menceritakan kepada kami Tsabit (ibnu Aslam), katanya :
"Adalah Anas (ibnu Malik) apabila telah meng-khatam-kan Al-Qur'an, maka beliau mengumpulkan anak-anaknya dan ahli rumahnya lalu beliau berdoa untuk mereka."
 
(HR. Ad-Darimi, Sunan no.3474, Ath-Thabrani, Al-Mu'jam Al-Kabir no.674 (1/242), kemudian Al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaid (7/172) mengomentari, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan para perawinya Tsiqah - terpercaya; Al-Baihaqi, dalam Syu'abul Iman no.2070 (2/368), dan berkata, Dia SHAHIH lagi Mauquf (sanad hanya sampai shahabat riwayatnya - peny.)
 
Tambahan :
Dan Al-Baihaqi mencantum dalam nomer selanjutnya (2071) suatu riwayat yang sanadnya Marfu' kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melalui jalur Anas radhiyallahu 'anhu, namun katanya, Pada sanadnya ada orang-orang yang majhul (tidak dikenal kredibilitasnya-peny.)
 
Afwan, bila ada yang salah, mohon koreksinya.
 
Was-Salaamu 'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh