Tafsir Surat al-A’raf:96-100 (Hati-Hati Terhadap Makar Allah)
Kamis, 24 Maret 05
Ayat-ayat yang akan kita kaji berikut ini patut direnungkan
karena bila diperhatikan lebih mendalam lagi seakan ia berbicara tentang kondisi
umat Islam dan dunia saat ini. Karena dengan mengkaji, merenungi, menghayati
serta mengamalkannya, kita berharap janji Allah di dalamnya dapat teralisasi dan
ancaman-Nya dapat terhindarkan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى
ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ
وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ {96}
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَآئِمُونَ
{97} أَوْأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ
يَلْعَبُونَ {98} أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلاَيَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلاَّ
الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ {99} أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ اْلأَرْضَ مِن
بَعْدِ أَهْلِهَآ أَن لَّوْ نَشَآءُ أَصَبْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لاَيَسْمَعُونَ {100}
Artinya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,[96].
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur.? [97]. Atau apakah
penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada
mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain.? [98].
Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)
Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi,[99].
Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap)
penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena
dosa-dosanya; dan Kami kunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran
lagi).? [100]
Makna Global
Setelah Allah menjelaskan sunnah-Nya terhadap umat-umat terdahulu, yaitu
ditimpakannya siksaan dan kesengsaraan terhadap mereka setelah mereka
mendustakan (ayat-ayat-Nya) dan membangkang. Kemudian bila umat-umat tersebut
belum juga bertaubat dan terus berjibaku dalam kekufuran dan pembangkangannya,
Dia akan melimpahkan berbagai kebaikan untuk mereka berupa harta yang banyak dan
kondisi ekonomi yang baik, lalu secara tiba-tiba Dia membinasakan mereka
sehingga jadilah mereka setelah itu manusia-manusia yang merugi di dunia dan
akhirat.
Dia Ta’ala membuka pintu taubat dan pengharapan bagi para hamba-Nya seraya
berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri” yakni mereka yang
mendustakan (ayat-ayat Allah) seperti orang-orang kafir Mekkah, Thaif dan
penduduk kota lainnya. “Beriman” yakni kepada Allah dan Rasul-Nya, (beriman)
dengan hari pertemuan-Nya, janji dan ancaman-Nya. “Dan bertakwa” yakni
kepada Allah sehingga tidak berbuat syirik, bermaksiat terhadap-Nya dan
Rasul-Nya; niscaya Dia Ta’ala akan membukakan bagi mereka pintu-pintu langit
berlimpahan rahmat dan berkah. Melimpahkan bagi mereka perbendaharaan bumi dan
menganugerahkan mereka rizki yang baik akan tetapi penduduk negeri-negeri
terdahulu telah mendustakan (ayat-ayat Allah) sehingga Dia menimpakan azab
kepada mereka sebagai balasan atas apa yang mereka perbuat. Penduduk bumi
sekarang ini yang mendustakan (ayat-ayat Allah), hanya dua jalan bagi mereka;
mengambil pelajaran dari apa yang menimpa penduduk negeri-negeri terdahulu lalu
beriman, bertauhid dan berbuat ta’at. Atau tetap di atas kesyirikan dan
pendustaan lalu ditimpakan atas mereka azab yang dulu pernah ditimpakan kepada
orang-orang sebelum mereka, yaitu dimusnahkan secara massal dan disikat habis.
Inilah yang ditunjukkan firman-Nya pada ayat 96 di atas, yaitu firman-Nya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Sedangkan dalam tiga ayat berikutnya (97,98,99), Allah Ta’ala mengingkari
kelalaian penduduk negeri-negeri tersebut dengan mencela kengototan dan
keterusmenerusan mereka di atas kebatilan seraya terheran terhadap kondisi
mereka tersebut. Karena itu, Dia berfirman, “Maka apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
malam hari di waktu mereka sedang tidur.?” Yakni apakah mereka memasa-bodoi
(pura-pura tidak tahu) apa yang telah terjadi terhadap orang-orang sebelum
mereka sehingga merasa aman dari azab kami yang datang pada malam hari saat
mereka sedang terlelap tidur.? “Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa
aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan
naik ketika mereka sedang bermain.?” Yakni apakah penduduk negeri-negeri
lalai dan merasa aman-aman saja terhadap datangnya azab kami di waktu Dhuha (matahari
sepenggalahan naik) sementara mereka tengah asyik mengerjakan amalan yang tidak
bermanfa’at bagi mereka yang seakan sedang bermain-main dengan permainan
anak-anak.? “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah” yakni mereka
terlena karena kami mengulur-ulur bagi mereka dan memperdayai mereka sehingga
merasa aman dari Makar Allah.? Sesungguhnya mereka telah merugi sebab
orang yang merasa aman-aman saja dari Makar Allah hanyalah orang-orang yang
merugi.
Sementara firmannya dalam ayat ke-lima (ayat 100), “Dan apakah belum jelas
bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya,
bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan
Kami kunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi).?”
Yakni telah butalah orang-orang yang mempusakai bumi setelah penduduknya
lenyap dan belum jelas bagi mereka serta belum menyadari bahwa andaikata Kami
menghendaki, tentu Kami azab mereka karena dosa-dosa mereka sebagaimana Kami
telah mengazab orang-orang yang mempusakai rumah-rumah mereka karena dosa-dosa
mereka. “Dan Kami kunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran
lagi)” yakni Kami menjadikan di setiap hati mereka sumbatan sehingga mereka
tidak menyadari apa yang dikatakan kepada mereka dan tidak memahami apa yang
diinginkan terhadap mereka hingga akhirnya mereka binasa sebagaimana binasanya
orang-orang sebelum mereka.
Petunjuk Ayat
Di antara petunjuk ayat-ayat di atas adalah:
1. Allah Yang Maha Pengasih menawarkan rahmat-Nya kepada para hamba-Nya dan
tidak meminta yang lebih-lebih dari mereka selain iman dan takwa
2. Diharamkan bersikap lalai dan wajib ingat dan waspada
3. Diharamkan bersikap merasa aman dari Makar Allah
4. Bila suatu umat merasa aman-aman saja dari Makar Allah, maka hendaklah
mereka bersiap-siap menyambut penyesalan dan datangnya suatu azab yang pasti
datang
5. Wajib mengambil pelajaran dari apa yang dialami orang-orang terdahulu, yaitu
dengan tidak melakukan faktor-faktor yang menyebabkan kebinasaan mereka.
(Sumber: Aysar at-Tafaasiir karya Syaikh Abu Bakar al-Jazaairy)
Renungan:
Ketika membaca al-Qur’an perlu mentadabburi (merenungi)-nya sehingga dapat
menambah keimanan kita dan keyakinan akan kebenarannya, asalkan tidak
bertentangan dengan makna dan petunjuk ayat.
Dalam ayat-ayat di atas, sangat terbukti sekali betapa al-Qur’an itu adalah
firman Allah, bukan buatan manusia, yaitu bahwa ia memiliki kemukjizatan.
Bila kita memperhatikan apa yang terjadi di negara kita saja, misalnya, dalam
beberapa tahun terakhir ini, seakan ayat-ayat di atas berbicara di depan mata
kita. Kejadian-kejadian seperti gempa, tanah longsor, banjir dan sebagainya
tidak jauh dari waktu-waktu yang disebutkan tersebut. Di Garut, misalnya, tanah
longsor itu terjadi di malam hari saat orang-orang sedang terlelap, demikian
pula gempa di Aceh, ada yang di pagi hari dan kejadian lainnya di seluruh
pelosok tanah air; semuanya terjadi pada waktu-waktu yang disebutkan ayat-ayat
diatas. Ini membuktikan bahwa semua itu hanyalah atas kehendak Allah semata.
Belum lagi bila kita melihat kejadian-kejadian yang menimpa penduduk di luar
negeri, seperti di Iran, Bangladesh, Srilanka, Amerika, kuba dan sebagainya.
Juga membuktikan bahwa musibah-musibah itu terjadi tidak terlepas dari andil
manusia itu sendiri, yaitu perbuatan maksiat kepada Allah dan kerusakan di muka
bumi.
Dalam kejadian Tsunami di Aceh, misalnya, timbul juga pertanyaan lain di benak
kita; kenapa tidak tampak bangkai-bangkai binatang yang demikian banyak
mengapung dan mengambang di permukaan beberapa hari setelah kejadian itu?
Bagaimana mereka bisa selamat.? Jawabannya simple; itu semata atas kehendak
Allah, binatang-binatang itu diberi insting yang tinggi sehingga dapat membaca
fenomena alam, sekaligus hal itu merupakan kasih sayang Allah terhadap
makhluk-Nya. Dia menimpakan bencana kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyelamatkan siapa yang dikehendaki-Nya pula.
Di sisi yang lain, kita menyaksikan kebenaran janji Allah dalam ayat-ayat
tersebut untuk menjadikan negeri-negeri yang beriman dan bertakwa sebagai negeri
yang gemah ripah loh jenawe, negeri yang sejahtera, aman dan tenteram. Di antara
contohnya yang perlu kita renungkan kembali adalah betapa pada masa Rasulullah,
para al-Khulafa` ar-Rasyidun dan generasi tabi’in kondisinya sangat aman, damai
dan sejahtera. Tidak terbetik berita dari nukilan ahli sejarah yang dapat
dipercaya mengenai musibah-musibah besar seperti yang terjadi di abad
kontemporer ini. Jelas sekali ini menunjukkan bahwa janji Allah itu pasti benar
dan terjadi.
Semoga dengan ini, akan lebih membuka mata hati kita untuk segera dan tidak
menunda-nunda lagi bertaubat dan kembali kepada Allah serta berhenti melakukan
semua bentuk kemaksiatan. Wallahu a’lam.